Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sinopsis Cerita Pendek "Elder Brown's Backslide"

11 Juni 2024   01:15 Diperbarui: 11 Juni 2024   01:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen "Elder Brown's Backslide". (Created by Bing Image Creator)

Karya Harry Stillwell Edwards (1855- )

Keberangkatan Elder Brown

Kisah ini dimulai di pagi hari yang cerah, ketika Elder Brown pamit kepada istrinya di depan pintu rumah mereka. Meski perpisahan tampaknya rutin, ini adalah pertama kalinya dalam beberapa tahun Elder Brown melakukan perjalanan ke Macon sendirian. Elder Brown, meskipun berusia lanjut dan terlihat kikuk dengan pakaian usang dan topi yang sudah tidak layak, tetap bersemangat dalam petualangannya.

Perjalanan ini tidak hanya fisik tetapi juga emosional, dimana Elder Brown merasakan kebebasan dari rutinitas sehari-hari dan tanggung jawab rumah tangga yang selama ini dia jalani. Saat dia mengendarai keledainya melewati pedesaan yang tenang, Elder Brown mulai menyanyikan hymne gereja dengan penuh semangat. Nyanyian ini mencerminkan perasaan lega dan kegembiraan yang dia rasakan, namun ini juga menandakan awal dari serangkaian kejadian tak terduga yang akan menguji batas-batas kestabilan emosional dan moralnya.

Di tengah perjalanannya, kejadian lucu namun berbahaya terjadi ketika Elder Brown dan keledainya dikejutkan oleh seekor babi di jalan, yang mengakibatkan dia terjatuh dan mengalami kecelakaan konyol yang membuat topinya hancur. Kondisi ini tidak hanya fisik tetapi juga simbolik, menandai kehancuran tatanan dan kewarasan yang sebelumnya dia pegang teguh.

Kejadian ini menjadi titik balik, di mana Elder Brown mulai kehilangan kontrol atas perjalanannya, baik secara harfiah maupun metaforis. Dengan semangat yang berkurang dan kebingungan yang meningkat, dia melanjutkan perjalanannya ke Macon, tidak menyadari bahwa ini akan menjadi awal dari serangkaian kesalahan dan keputusan yang buruk. Kesimpulannya, bagian pertama ini mengatur panggung untuk pengungkapan lebih lanjut tentang karakter Elder Brown dan perjalanan yang akan semakin kompleks dan menantang.

Di Kota Macon

Setelah tiba di Macon, Elder Brown memulai urusan bisnisnya dengan semangat yang sudah agak reda karena insiden sebelumnya. Tujuannya adalah mengatur keuangan untuk kebutuhan keluarganya, yang menunjukkan tanggung jawabnya meski di bawah tekanan. Namun, keadaan segera menjadi lebih rumit saat dia mencoba berinteraksi dengan pebisnis setempat.

Dalam interaksinya dengan pegawai gudang, Elder Brown berusaha untuk mendapatkan dana yang dia butuhkan, tetapi hanya mendapatkan sebagian dari jumlah yang diharapkan. Ini menambah tekanan pada dirinya, terlihat dari cara dia menggumamkan komentar sarkastik dan kekecewaannya yang mendalam. Interaksi ini tidak hanya menyoroti kesulitan finansial tetapi juga menunjukkan kesulitan komunikasi dan perbedaan antara harapan dan realitas yang harus dia hadapi.

Ditambah lagi, Elder Brown mulai mengalami kesulitan mengingat dan menyelesaikan komisi-komisi kecil yang diberikan oleh istrinya sebelum berangkat, yang semakin menambah beban pikirannya. Kegagalan dalam mengingat tugas-tugas ini menyebabkan dia merasa lebih terbebani dan terisolasi.

Sebagai pelarian dari tekanan ini, Elder Brown tergoda untuk memasuki toko minuman keras setelah kehilangan kontrol atas keadaannya. Ini menandai titik di mana dia mulai berjalan di jalur yang berbahaya, meninggalkan prinsip dan kedisiplinannya yang biasanya dia pegang teguh. Pengalaman di bar, dimana dia secara tidak sengaja meminum alkohol, dengan cepat mengubah situasi menjadi lebih buruk, menghidupkan kembali kecenderungan lama yang dia telah coba hindari selama bertahun-tahun.

Keputusan untuk membeli sebuah bonnet merah muda sebagai hadiah untuk istrinya sebagai bentuk penebusan menunjukkan usaha terakhirnya untuk menyelamatkan hari itu, meski dia sudah terlalu terpengaruh oleh minuman. Ini menunjukkan perjuangannya untuk mempertahankan sisa-sisa kehormatannya di tengah kekacauan yang tidak dia inginkan.

Secara keseluruhan, bagian kedua ini menunjukkan bagaimana tekanan dan kegagalan dalam mengelola stres dapat menyebabkan keputusan yang buruk, yang pada gilirannya memperburuk situasi yang sudah sulit. Ini memperdalam pemahaman kita tentang perjuangan internal Elder Brown dan menyediakan panggung untuk konsekuensi tindakannya yang akan diungkap dalam bagian ketiga cerita.

Kembali ke Rumah

Pada bagian terakhir ini, Elder Brown menghadapi konsekuensi langsung dari tindakan dan keputusan yang diambilnya di Macon. Berangkat dari toko minuman keras dengan semangat yang salah arah, Elder Brown bertemu kembali dengan Balaam, keledainya, dan berusaha untuk kembali ke rumah dalam keadaan mabuk yang parah. Perjalanan pulang ini tidak hanya fisik tetapi juga simbolik, menandai perjuangan batin Elder Brown yang berusaha untuk mendamaikan tindakan masa lalunya dengan harapan akan penebusan.

Di tengah perjalanan pulang, interaksi dengan anak muda yang riang di kota menunjukkan kegagalan Elder Brown untuk mempertahankan martabat dan kendali diri. Menyerah pada ajakan mereka untuk bergabung dalam perayaan lebih lanjut hanya menambah perasaan kehilangan diri dan keputusasaan. Momen-momen ini, yang dipenuhi dengan tawa dan ejekan yang seharusnya bersifat ramah, sebaliknya menunjukkan betapa jauhnya Elder Brown telah tersesat dari prinsip-prinsipnya.

Setibanya di rumah, konfrontasi dengan istrinya, Hannah Brown, menjadi puncak dari kisah ini. Hannah, yang telah menunggu dengan cemas dan frustrasi, langsung mengenali keadaan suaminya yang mabuk. Konfrontasi mereka bukan hanya mengenai uang atau bonnet yang dibelikan Elder Brown, tetapi lebih mendalam tentang kepercayaan, pengkhianatan, dan kekecewaan yang telah terakumulasi selama ini.

Keterbukaan Elder Brown tentang keadaannya dan pengakuannya tentang ketidakmampuan untuk mengontrol dirinya sendiri membawa momen kejujuran yang menyakitkan tetapi diperlukan. Dialog antara dia dan Hannah membuka jalan bagi pengampunan dan pemahaman, menunjukkan bahwa cinta dan komitmen dalam pernikahan mereka masih ada, meski tersembunyi di balik konflik dan kesalahpahaman.

Ketika Hannah membantu Elder Brown untuk kembali ke dalam rumah, ada sebuah gerakan menuju penebusan dan pemulihan. Penerimaan Hannah terhadap kesalahan suaminya dan keinginannya untuk tetap mendukungnya dalam kondisi apapun menunjukkan kekuatan dan kedalaman hubungan mereka, memungkinkan mereka untuk menghadapi masa depan dengan harapan baru.

Kesimpulannya, kisah Elder Brown menawarkan pelajaran tentang kerapuhan manusia, kekuatan cinta dan penebusan, serta pentingnya memiliki keberanian untuk menghadapi dan mengatasi kesalahan kita sendiri. Kisah ini, dengan segala liku dan emosinya, menutup dengan catatan yang berharap tetapi realistis tentang kemampuan untuk berubah dan memperbaiki diri.

***

Humor dalam cerita pendek ini terutama bersumber dari situasi yang absurd dan perilaku tidak terduga dari karakter utama, Elder Brown, yang kontras dengan harapan dan norma sosial. Humor juga muncul dari interaksi yang sering kali tidak sengaja komikal antara Elder Brown dan karakter lain, serta dari penggambaran berlebihan situasi yang sebenarnya tragis atau serius. Berikut beberapa contoh humor dalam cerita:

1. Situasi Komikal: Saat Elder Brown terjatuh dari keledainya karena terkejut oleh seekor babi, situasinya digambarkan dengan cara yang lucu:

"End over end went the man of prayer, finally bringing up full length in the sand, striking just as he should have shouted 'free' for the fourth time in his glorious chorus."
Ini lucu karena kecelakaan serius dipresentasikan dalam cara yang ringan dan teatral.

2. Penggunaan Bahasa: Cara Elder Brown berbicara dan reaksinya terhadap situasi tertentu sering kali humoris. Misalnya, saat dia mabuk dan berbicara kepada keledainya, Balaam:

"You're a goldarn liar, Balaam, and, blast your old buttons, you kin walk home by yourself, for I'm danged if you sh'll ride me er step."
Frasa seperti "goldarn liar" dan "blast your old buttons" adalah ungkapan yang mengundang tawa karena kekhasannya dan penggunaannya dalam situasi yang tegang.

3. Interaksi dengan Karakter Lain: Saat Elder Brown mencoba membeli bonnet di toko dan berinteraksi dengan penjual, percakapan mereka mencerminkan kesalahpahaman yang lucu:

"Well, now, that's suthin' like. Will it soot a sorter red-headed 'ooman?"
A perfectly sober man would have said the girl's corsets must have undergone a terrible strain, but the elder did not notice her dumb convulsion. She answered, heroically:
"Perfectly, sir. It is an exquisite match."
Di sini, humor berasal dari ketidakmampuan Elder Brown untuk melihat reaksi sebenarnya dari penjual, yang berusaha keras untuk menjaga kesopanan dalam menghadapi komentar tidak biasa dari Elder Brown.

4. Eksagerasi: Karakterisasi Elder Brown, dengan pakaian kuno dan tingkah lakunya yang aneh, sering kali dibesar-besarkan untuk efek komik. Gaya hidup dan penampilannya yang tidak sesuai zaman juga menambah lapisan humor karena ketidakcocokannya dengan lingkungan sekitarnya.

Humor dalam cerita ini mengurangi ketegangan naratif dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang karakter Elder Brown, yang meskipun penuh cacat, tetap memiliki sisi manusiawi yang dapat dipahami dan diapresiasi oleh pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun