Bagian kedua ini menggali kedalaman perdebatan etis dan filosofis tentang calliagnosia, menggambarkan bagaimana teknologi ini berpotensi meredefinisi norma sosial dan individu serta menguji batas-batas kebebasan pribadi dalam konteks masyarakat yang semakin mengandalkan teknologi untuk menyelesaikan masalah sosial.
Resolusi dan Dampak Sosial Calliagnosia
Di bagian ketiga dan terakhir cerita ini, kita melihat resolusi dari perdebatan mengenai calliagnosia di kampus Universitas Pembleton. Setelah serangkaian diskusi panas dan kampanye yang intens dari kedua belah pihak, mahasiswa akhirnya memberikan suara dalam referendum kampus yang menentukan apakah calliagnosia akan dijadikan syarat wajib untuk semua mahasiswa. Hasil pemungutan suara menunjukkan mayoritas mendukung inisiatif ini, memicu gelombang reaksi yang beragam di seluruh kampus dan di masyarakat luas.
Tamera Lyons, yang telah mengalami kedua sisi kehidupan dengan dan tanpa calli, merasa lega namun juga bingung dengan hasil tersebut. Dia menyadari bahwa sementara teknologi ini membantu meredam bias estetika, itu juga menghilangkan beberapa aspek penting dari pengalaman manusia. Namun, perubahan ini memberinya perspektif baru tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mengatasi prasangka yang mendalam dalam masyarakat.
Perdebatan di Pembleton memicu diskusi nasional tentang penggunaan teknologi dalam mengatur persepsi estetika dan implikasinya terhadap kebebasan individu. Universitas lain mulai mempertimbangkan inisiatif serupa, dan media meliput perubahan sosial yang mungkin terjadi dari penyebaran calliagnosia ini.
Di sisi lain, kehidupan kampus berubah secara signifikan. Mahasiswa yang mengadopsi calliagnosia melaporkan bahwa interaksi mereka menjadi lebih substansial, lebih berfokus pada kepribadian dan isi pembicaraan daripada penampilan luar. Hal ini menyebabkan pergeseran dalam dinamika sosial dan bagaimana persahabatan serta hubungan romantis terbentuk.
Pada akhirnya, cerita ini menutup dengan refleksi dari beberapa karakter, termasuk Maria deSouza dan Tamera Lyons, tentang dampak jangka panjang calliagnosia terhadap masyarakat dan diri mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa meskipun teknologi dapat membantu memperbaiki beberapa masalah sosial, kompleksitas prasangka manusia dan keindahan tidak dapat sepenuhnya diatur oleh solusi teknis.Â
Kisah ini meninggalkan pembaca dengan pertanyaan mendalam tentang keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan akan pengalaman manusia yang otentik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H