Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sinopsis Cerita Pendek "Seventy-Two Letters" Karya Ted Chiang

28 Mei 2024   11:08 Diperbarui: 28 Mei 2024   11:11 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerita pendek "seventy-two letters". (Created by Bing Image Creator)

Bagian 1: Kecintaan Robert Stratton pada Automata

Sejak kecil, Robert Stratton telah terpikat oleh mainan sederhana berupa boneka tanah liat yang bisa bergerak maju. Di tengah hiruk pikuk orang tuanya yang membicarakan masa pemerintahan Victoria atau reformasi Chartist, Robert lebih memilih menghabiskan waktu dengan mengamati boneka tersebut berjalan, memperhatikan bagaimana ia bereaksi ketika menabrak dinding atau harus dibalikkan. Keasyikan Robert tidak hanya pada bentuk boneka tersebut, tetapi lebih pada 'nama'---serangkaian huruf yang ditanamkan pada boneka, yang memungkinkannya bergerak. Kecintaan Robert pada nama dan cara kerjanya memperlihatkan keingintahuannya yang besar terhadap batasan-batasan yang dapat diajarkan kepada benda mati.

Di sekolah, Cheltenham, pendidikan Robert mendalam mengenai doktrin nama dan refleksi keilahian dalam setiap benda. Pengajaran ini menanamkan pada Robert sebuah pemahaman mendalam tentang kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh 'nama-nama' yang diberikan pada benda-benda. Selama di sekolah, persahabatan tumbuh antara dia dan Lionel, yang juga berbagi minat serupa dalam sains dan automata. Kedua anak muda ini menghabiskan banyak waktu untuk bereksperimen dengan nama dan memahami seberapa jauh batasan nama tersebut dalam menghidupkan objek.

Kepiawaian Robert dalam memahami dan menguji batasan nama ini tumbuh seiring dia melanjutkan studinya di Cambridge, di mana dia mendalami teks kabbalistik dan nomenclature. Di universitas, Robert mempelajari bagaimana nama dapat digabungkan dan dikonfigurasi untuk memanifestasikan sifat-sifat tertentu pada automata, dan bagaimana automata ini dapat membawa perubahan revolusioner pada cara manusia bekerja dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya.

Pada akhir bagian ini, kita melihat Robert telah pindah ke London dan bekerja di Coade Manufactory, tempat ia terus mengembangkan kemampuannya dalam membuat automaton yang lebih kompleks dan berdaya guna. Ia bertekad untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan nama untuk membawa perubahan positif pada masyarakat, meskipun ini mengharuskannya untuk terus berhadapan dengan tantangan teknis dan etis dalam penerapannya.

Bagian 2: Penerapan dan Tantangan Nama

Setelah berhasil di Coade Manufactory, Robert Stratton mulai mengimplementasikan ide-idenya yang revolusioner. Dia mengembangkan automaton yang tidak hanya dapat melakukan tugas-tugas sederhana, tetapi juga bisa belajar dan beradaptasi dengan kebutuhan yang lebih kompleks. Ini merupakan langkah besar dalam teknologi automaton, menggabungkan ilmu nomenclature dengan aplikasi praktis yang dapat mengubah industri dan kehidupan sehari-hari. Namun, ambisi Robert tidak berhenti di situ; dia berusaha untuk membuat automaton yang dapat membantu dalam memproduksi lebih banyak automaton, sebuah ide yang menimbulkan kontroversi dan ketegangan dengan rekan-rekannya.

Konflik muncul ketika Robert mengajukan ide untuk menggunakan automaton dalam pembuatan automaton lain. Harold Willoughby, seorang Master Sculptor di Coade Manufactory, merasa bahwa ini akan mengancam pekerjaan manusia dan keahlian tradisional, yang menyebabkan perselisihan serius antara mereka. Meskipun ada perlawanan, Robert tetap teguh pada visinya, berargumen bahwa teknologi ini akan membawa efisiensi dan kemajuan, serta mengurangi ketergantungan manusia pada tenaga kerja fisik yang menguras tenaga dan berbahaya.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika Robert dipecat dari Coade Manufactory karena ide-idenya yang dianggap terlalu radikal. Namun, keputusan ini tidak menghentikannya. Dengan dukungan dari beberapa investor yang melihat potensi dalam penelitiannya, Robert mendirikan laboratorium sendiri dan melanjutkan eksperimen dengan automaton, terutama mengembangkan teknologi yang memungkinkan automaton untuk 'mendidik' automaton lain dalam keterampilan dasar.

Pada bagian ini, kita melihat bagaimana tekanan dan tantangan sosial memengaruhi pengembangan sains dan teknologi. Konflik antara inovasi dan tradisi, serta implikasi etis dari kemajuan teknologi, menjadi tema utama. Melalui perjuangan Robert, kita melihat gambaran seorang ilmuwan yang berdedikasi dan visioner yang berusaha untuk mengatasi rintangan demi kemajuan yang lebih besar.

Bagian 3: Mencari Solusi untuk Masa Depan

Di tengah krisis yang memuncak akibat konflik antara kemajuan teknologi dan kelestarian pekerjaan tradisional, Robert Stratton menerima undangan yang tak terduga dari Lord Fieldhurst, seorang ilmuwan terkemuka dan presiden Royal Society. Pertemuan ini membuka babak baru dalam karir Robert, membawanya ke pusat sebuah proyek rahasia yang berpotensi mengubah nasib umat manusia.

Lord Fieldhurst mengungkapkan kepada Robert bahwa para ilmuwan di Royal Society dan Acadmie des Sciences di Paris telah menemukan bahwa umat manusia mungkin hanya memiliki beberapa generasi lagi sebelum mencapai titik sterilisasi genetik, di mana manusia tidak lagi mampu berkembang biak. Penyebab fenomena ini tidak diketahui, tetapi diperkirakan berkaitan dengan batasan dalam praformasi---teori bahwa semua generasi masa depan telah ada secara praformasi dalam generasi sebelumnya. Ini membawa Robert ke dalam dilema etis dan eksistensial mendalam tentang tanggung jawab ilmu pengetahuan terhadap masa depan kemanusiaan.

Lord Fieldhurst meminta Robert untuk mengembangkan teknologi baru menggunakan nomenclature yang bisa membalikkan atau setidaknya memperlambat proses menuju sterilisasi ini. Tugas ini sangat berat, tetapi juga memberikan kesempatan bagi Robert untuk menerapkan seluruh pengetahuannya untuk kebaikan yang lebih besar. Dia mulai bekerja pada serangkaian nama yang rumit, dirancang untuk memanipulasi proses biologis pada level yang lebih mendasar daripada yang pernah dia lakukan sebelumnya.

Ketika Robert makin terlibat dalam proyek ini, dia juga harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan besar tentang etika, keberlanjutan, dan implikasi jangka panjang dari pekerjaannya. Apakah benar untuk mencoba mengontrol atau mengubah kursus alamiah evolusi manusia? Apakah teknologi yang dia kembangkan akan digunakan untuk kebaikan, ataukah bisa disalahgunakan?

Dalam pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, Robert mengembangkan beberapa inovasi yang paling canggih dalam bidang nomenclature, mendorong batas-batas antara sains dan filsafat. Cerita berakhir dengan Robert yang menemukan solusi potensial, tetapi dengan pengakuan yang menyakitkan bahwa setiap solusi membawa konsekuensi baru, dan bahwa masa depan kemanusiaan mungkin akhirnya bergantung pada kebijakan dan etika sebanyak pada penemuan ilmiah.

Bagian ketiga ini membawa pembaca ke puncak narasi, di mana pertanyaan-pertanyaan besar tentang tujuan dan konsekuensi ilmu pengetahuan menjadi fokus utama, dengan Robert Stratton sebagai simbol dari perjuangan manusia melawan batasan alam dan tanggung jawabnya terhadap generasi yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun