Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Ironi, Satire dan Sarkasme dalam Karya Sastra

22 Mei 2024   09:22 Diperbarui: 22 Mei 2024   09:33 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarkasme merupakan bentuk sindiran yang biasanya diucapkan dengan nada yang bertentangan dengan arti literal dari kata-kata yang digunakan, seringkali untuk menghina atau mengejek. 

Sarkasme sering digunakan dalam interaksi sehari-hari sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau kritik terhadap suatu situasi, dengan cara yang tajam namun kadang-kadang humoris.

Contoh penggunaan sarkasme yang mungkin sering kita temui adalah dalam diskusi tentang kemacetan lalu lintas yang parah di kota-kota besar seperti Jakarta. 

Seseorang mungkin berkomentar, "Ah, enaknya Jakarta, tiap hari bisa nikmati pemandangan indah dari dalam mobil," untuk menyindir fakta bahwa banyak waktunya dihabiskan terjebak dalam kemacetan, meskipun sebenarnya situasi tersebut sangat menyebalkan dan melelahkan. 

Komentar sarkastik ini bukan hanya mengekspresikan frustrasi pribadi tetapi juga mengkritik kurangnya infrastruktur yang memadai atau perencanaan kota yang efektif.

Dalam ranah sastra dan media, sarkasme sering digunakan oleh penulis dan pembuat film untuk mengkritik isu sosial atau politik. 

Misalnya, dalam film atau serial yang menampilkan karakter pejabat pemerintah yang korup, dialog yang diucapkan mungkin penuh dengan sarkasme untuk menunjukkan jarak antara apa yang seharusnya dilakukan oleh pejabat tersebut dan apa yang mereka lakukan sebenarnya. 

Ini bisa menjadi alat yang kuat untuk menyoroti kepalsuan dan kegagalan moral dalam pemerintahan atau lembaga sosial lainnya.

Sarkasme tidak hanya menghibur tapi juga memungkinkan penulis, pembicara, atau seniman untuk mengekspresikan ketidaksetujuan atau kritik terhadap norma-norma sosial, kebijakan pemerintah, atau perilaku umum tanpa harus menghadapi secara langsung. 

Ini bisa sangat efektif dalam masyarakat di mana diskusi terbuka tentang masalah sensitif mungkin masih dianggap tabu atau berisiko. 

Oleh karena itu, sarkasme menjadi senjata bagi mereka yang ingin menyuarakan pendapat atau kritik mereka dalam cara yang lebih halus namun tetap menggigit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun