***
Setelah penemuan mengejutkan di Bali, tim Profesor Arya Wijaya terbang ke Sulawesi, di mana mitos lokal berbicara tentang 'langit yang diukir di bumi'. Mereka tiba di sebuah desa kecil dekat Danau Poso, tempat para tetua desa menyambut mereka dengan hangat.
"Menurut cerita tua, leluhur kami adalah penjelajah yang menggunakan bintang sebagai pemandu mereka," cerita Pak Lanto, seorang tetua desa, saat mereka duduk mengelilingi api unggun malam itu.
Ayu, yang selalu mencari kesempatan untuk bercanda, berkata dengan mata berbinar, "Mungkin mereka punya GPS bintang versi Majapahit, Pak?"
Pak Lanto tertawa. "Mungkin, Nak. Kita punya gua di sini yang disebut 'Gua Astral'. Di dalamnya, ada ukiran yang menyerupai peta bintang."
Keesokan harinya, Arya dan timnya mengikuti Pak Lanto ke Gua Astral. Dinding gua dipenuhi dengan ukiran kompleks yang menggambarkan konstelasi bintang dan berbagai simbol navigasi.
"Ini sungguh luar biasa," Arya berkata sambil memeriksa ukiran dengan lampu senter. "Ini membuktikan bahwa peradaban Nusantara memiliki pemahaman mendalam tentang astronomi dan navigasi."
Sari, yang membawa alat pemindai digital, mulai mendokumentasikan ukiran tersebut. "Saya akan mencoba mencocokkan ini dengan data bintang saat ini dan artefak yang kita temukan sebelumnya."
Riko, sambil membantu Sari, menambahkan, "Ini mungkin bagian dari jaringan pengetahuan maritim yang digunakan oleh pelaut Nusantara untuk berlayar ke berbagai penjuru dunia."
Sementara tim bekerja, Ayu berbaur dengan anak-anak desa, mengajari mereka menggambar bintang di pasir. Tawanya membaur dengan suara ombak di kejauhan, menciptakan atmosfer yang ceria dan penuh harapan.
Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Arya memandang ke arah timnya, merasa bangga. "Kita bukan hanya menemukan artefak," katanya, "tapi juga membuka lembaran baru tentang kehebatan nenek moyang kita di Nusantara."