Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teh Kenangan

18 April 2024   08:53 Diperbarui: 18 April 2024   10:08 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meracik teh. (Freepik/KamranAydinov)
Meracik teh. (Freepik/KamranAydinov)

Malam itu, setelah makan mie goreng, Arik dan ayahnya merasa lebih tenang. Suasana dapur yang semula dilingkupi kesedihan perlahan berganti menjadi ruang yang penuh dengan kehangatan memori dan semangat baru. Si ayah memandang Arik dengan tatapan yang mendalam dan penuh harapan.

"Nak, sudah waktunya kamu mencoba membuat teh sendiri. Apa kamu mau mencoba malam ini?" tawar ayahnya, seraya memberikan kesempatan kepada Arik untuk melangkah lebih jauh dalam mengatasi kehilangannya.

Arik menarik nafas dalam-dalam, meresapi saran ayahnya. "Baiklah, Yah. Saya coba. Mungkin dengan membuat teh, saya bisa merasa lebih dekat lagi dengan ibu."

Mereka berdua berdiri dan berjalan kembali ke dapur. Si ayah menunjukkan langkah demi langkah, mulai dari memilih teh cap Bandulan yang tepat, mengukur suhu air dengan tepat, hingga mengatur waktu perendaman teh agar rasa dan aroma teh dapat terekstraksi sempurna.

"Perhatikan, Nak. Setiap detail penting. Ibumu selalu bilang, membuat teh itu seperti meditasi. Kita harus hadir sepenuhnya," jelas ayahnya sambil mengajarkan Arik cara mengaduk teh di dalam teko.

Arik, dengan hati-hati, mengikuti setiap instruksi ayahnya. Saat dia menuangkan teh ke dalam cangkir, aroma khas teh Bandulan memenuhi ruangan, membawa semangat baru dan sebuah pengharapan. "Rasanya, aku mulai mengerti, Yah. Setiap langkah di sini membawa kenangan tentang ibu."

"Tepat sekali, Nak. Dan setiap kali kamu membuat teh, kamu akan ingat padanya dan semua yang telah dia ajarkan kepada kita," kata ayahnya, meneguk teh buatan Arik.

Mereka berdua duduk, menyesap teh dalam kesunyian yang nyaman. Arik merenung, merasa bahwa setiap tegukan teh buatannya tidak hanya membawa kembali kehangatan ibunya, tetapi juga memberinya kekuatan untuk menerima kepergiannya dengan lebih damai.

"Yah, aku rasa aku siap sekarang. Siap untuk membuat teh ini setiap malam, sebagai pengingat dan sebagai simbol bahwa ibu masih bersama kita," ujar Arik, matanya berkaca-kaca namun penuh dengan ketenangan baru.

Ayahnya tersenyum, memegang tangan Arik. "Iya, Nak. Ibu selalu bersama kita. Dan sekarang, kamu telah menemukan cara untuk terus menjaga kehadirannya di sini, bersama kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun