Suatu hari di kerajaan yang penuh dengan cerita dan tawa, hiduplah Abu Nawas, seorang bijak yang terkenal dengan kecerdikan dan kehumorannya. Sang Raja yang penasaran akan kepiawaian Abu Nawas dalam menangani situasi yang sulit, memberikan tantangan kepadanya.
"Abu Nawas," kata sang Raja dengan nada serius namun mata yang berbinar karena penasaran, "Aku mendengar kamu bisa menyelesaikan masalah apa pun dengan kecerdasanmu. Baiklah, aku memiliki tantangan untukmu. Aku membutuhkan tambahan seorang yang ahli strategis. Dia akan aku jadikan sebagai penasehat pribadiku."
Abu Nawas mengangguk dan meminta izin untuk memeriksa situasi sebelum memberikan jawabannya. Dia pergi menemui seorang pelamar yang kebetulan sedang mencari pekerjaan baru di kerajaan dan telah mengajukan surat lamarannya.
"Dengar, nak," kata Abu Nawas pada pelamar itu, "Aku telah melihat surat lamaranmu, dan aku curiga ada beberapa poin yang tidak kau sampaikan dengan benar. Aku akan memberitahumu sesuatu, dan kau harus mendengarkannya baik-baik."
Pelamar itu, yang merasa gugup karena ketahuan, memperhatikan dengan seksama.
"Aku akan membawamu kembali ke Raja, dan aku akan mengatakan bahwa aku telah menemukan orang yang paling cocok untuk menjadi penasehat Raja dalam masalah strategis."
Mata pelamar itu membulat, tidak percaya dengan keberuntungannya.
"Tapi... mengapa, Abu Nawas?" tanyanya bingung. "Bukankah kau tahu bahwa aku mungkin telah... mengarang sedikit di surat lamaranku?"
Abu Nawas tersenyum dan berkata, "Oh, justru itu sebabnya! Siapa lagi yang lebih baik dalam 'mengarang' cerita selain penasehat strategis? Kau harus bisa meyakinkan, memutarbalikkan fakta, dan mempresentasikan situasi dengan cara yang paling menguntungkan untuk kerajaan. Keterampilanmu dalam 'membuat' kisah telah membuktikan bahwa kau orangnya."
Pelamar itu terkekeh, menyadari bahwa Abu Nawas telah memberinya pelajaran berharga tentang kejujuran dengan cara yang menyenangkan. Mereka kembali ke Raja, dan dengan cara yang hanya bisa dilakukan Abu Nawas, dia menjelaskan temuannya dengan humor yang cerdas, membuat seluruh istana terbahak.
Raja, yang terhibur dan terkesan dengan pendekatan Abu Nawas, memutuskan untuk memberikan pelamar itu kesempatan untuk membuktikan dirinya - kali ini dengan kejujuran yang sesungguhnya. Dan sekali lagi, Abu Nawas berhasil memecahkan masalah dengan kecerdikan dan humor, meninggalkan pelajaran bahwa kebenaran adalah perhiasan yang paling berharga, bahkan di istana Raja sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H