Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ujaran Kebencian, Penghinaan atau Kebebasan Berbicara?

2 Februari 2024   08:00 Diperbarui: 2 Februari 2024   08:10 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membahas tentang kebebasan berbicara dan batasan-batasan yang harus diterapkan terhadap ujaran kebencian, terutama kata-kata yang menghina, bukanlah hal yang mudah. 

Artikel yang ditulis oleh Stefan Rinner, "Slurs and Freedom of Speech," yang diterbitkan di Journal of Applied Philosophy (November 2023), mengajak kita untuk memikirkan ulang tentang apa itu kebebasan berbicara dan bagaimana kita harus menghadapi kata-kata yang bisa menyakiti orang lain. 

Menurutnya, ada kata-kata tertentu yang punya kekuatan lebih untuk menyakiti dibandingkan kata-kata biasa, dan ini perlu kita perhatikan lebih dalam. 

Dalam pembahasan ini, Rinner tidak hanya berbicara soal hukum, tapi juga soal bagaimana kita sebagai masyarakat harus memandang dan merespons kata-kata yang bisa merugikan orang lain. 

Ini adalah masalah yang menyangkut nilai-nilai kita bersama, tentang martabat dan bagaimana kita ingin hidup bersama dalam masyarakat.

***

Dalam diskusi tentang kebebasan berpendapat dan ujaran kebencian, kita sering kali terjebak dalam pemikiran bahwa kita harus memilih antara membiarkan semua jenis pembicaraan bebas atau membatasi kata-kata tertentu yang dianggap menyakitkan. 

Stefan Rinner dalam artikelnya menawarkan pandangan yang lebih mendalam. Dia menunjukkan bahwa kata-kata penghinaan memiliki kemampuan unik untuk menyakiti yang tidak dimiliki oleh kata-kata lain. 

Ini bukan sekadar tentang merasa tersinggung, tapi tentang dampak nyata yang dapat merugikan orang lain secara serius.

Rinner juga membahas tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, bisa menangani masalah ini tanpa harus mengorbankan kebebasan berbicara yang kita hargai. 

Dia berargumen bahwa kita perlu memahami lebih dalam tentang bagaimana kata-kata bisa digunakan sebagai alat untuk menindas dan mendiskriminasi, dan bagaimana kita bisa mengatasi hal ini dengan cara yang adil.

Diskusi ini membawa kita ke pertanyaan yang lebih besar tentang tanggung jawab kita bersama dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan menghormati.

Ini tentang menemukan keseimbangan antara melindungi orang dari kata-kata yang bisa menyakiti mereka dengan serius dan memastikan bahwa kita semua bisa berbicara dan menyatakan pendapat kita dengan bebas. 

Ini bukan tugas yang mudah, tapi dengan pemahaman yang lebih baik tentang dampak kata-kata dan komitmen untuk mendengarkan dan menghormati satu sama lain, kita bisa mencari jalan ke depan yang lebih baik.

***

Melalui artikel Stefan Rinner, kita diingatkan tentang pentingnya memikirkan ulang kebebasan berbicara dalam konteks kata-kata yang bisa menyakitkan. 

Diskusi ini bukan hanya tentang menetapkan aturan, tapi lebih kepada memahami dampak kata-kata kita terhadap orang lain. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk membangun masyarakat yang lebih baik, di mana setiap orang merasa dihargai dan dihormati. 

Ini bukan soal membatasi kebebasan, tapi tentang menggunakan kebebasan kita dengan cara yang bertanggung jawab. 

Dengan mendengarkan dan menghormati satu sama lain, kita bisa mencari jalan tengah yang memungkinkan kebebasan berpendapat berkembang sambil melindungi mereka yang rentan terhadap kata-kata yang menyakitkan. 

Mari kita gunakan artikel ini sebagai titik awal untuk dialog yang lebih luas tentang bagaimana kita bisa mencapai tujuan ini bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun