Sering kali kita dibuat jengkel saat berbincang santai atau berdiskusi serius di sebuah rapat dengan seseorang yang berlagak "sok pintar". Bagaimana menyikapi hal ini di tempat kerja?
Makna "Kementhus Ora Pecus"
"Kementhus" dalam bahasa Jawa berarti "sombong", "angkuh", atau "pongah". "Ora" artinya "tidak", dan kata "pecus" artinya "bisa", "mampu", "sanggup", atau "memiliki kompetensi melakukan sesuatu". Maka "Kementhus Ora Pecus" arti harafiahnya adalah "berlagak pintar tetapi sebenarnya tidak paham" (Lengkapnya silakan baca: Apa Itu "Kementhus Ora Pecus"?)
Seseorang yang "kementhus ora pecus" adalah seseorang yang selalu berlagak pintar dan menonjol di depan orang lain, tetapi sebenarnya tidak memiliki pengetahuan atau kompetensi yang cukup untuk berbicara atau mengomentari topik yang dibicarakan.Â
Dalam konteks masyarakat atau tempat kerja, seseorang yang "kementhus ora pecus" sering ditemukan dalam situasi dimana dia selalu mengomentari ucapan atau pendapat dari tokoh atau guru yang lebih menguasai ilmu tersebut.
Hal ini sangat mengganggu bagi orang lain yang ingin belajar atau berdiskusi dengan serius, karena seseorang yang "kementhus ora pecus" sering menyebarluaskan pendapat yang salah atau tidak tepat dan mengacaukan diskusi.Â
Dia juga sering mengambil kredit atas pencapaian orang lain dan mengklaim bahwa dia yang menemukan atau menyelesaikan masalah, padahal sebenarnya dia tidak memiliki peran yang signifikan dalam proses tersebut.
Seseorang yang "kementhus ora pecus" sering menimbulkan masalah dalam komunikasi, karena dia tidak mampu mendengar pendapat orang lain atau mengakui ketidaktahuan dalam suatu topik.Â
Dia juga sering mencoba untuk mengontrol diskusi dan mengarahkannya ke arah yang sesuai dengan pandangan atau pendapatnya sendiri, tanpa memperhatikan fakta atau data yang ada.
Seseorang yang "kementhus ora pecus" juga sering menimbulkan masalah dalam tim kerja, karena dia tidak mampu bekerja sama dengan orang lain atau menerima masukan dari anggota tim lainnya.Â
Dia juga sering mencoba untuk mengambil alih proyek atau tugas yang diberikan kepada tim, tanpa memperhatikan kompetensi atau kemampuan anggota tim lainnya.
Jadi, seseorang yang "kementhus ora pecus" adalah seseorang yang selalu berlagak pintar dan menonjol di depan orang lain, tetapi sebenarnya tidak memiliki pengetahuan atau kompetensi yang cukup untuk berbicara atau mengomentari topik yang dibicarakan. H
al ini dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi dan kerja tim, dan dapat menghambat proses belajar dan berkembangnya individu lain.Â
Oleh karena itu, penting untuk menghindari perilaku "kementhus ora pecus" dan selalu menghormati opini dan kompetensi orang lain.
Menyikapi "Kementhus Ora Pecus" di Tempat Kerja
Menghadapi seseorang yang "kementhus ora pecus" di tempat kerja memang bisa menjadi tantangan tersendiri. Namun, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi situasi tersebut secara efektif:
1. Menggunakan Pendekatan Konstruktif
Alih-alih langsung menentang atau berdebat, cobalah untuk menggunakan pendekatan konstruktif. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan penjelasan mendetail atau bukti dari apa yang mereka klaim, sehingga mendorong diskusi yang lebih berbasis fakta.
2. Mendorong Kolaborasi
Ajak mereka untuk berkolaborasi dalam pekerjaan atau proyek. Ini akan membantu mereka memahami pentingnya kerja tim dan memberi kesempatan kepada anggota lain untuk berkontribusi, sehingga mengurangi fokus pada individu yang berperilaku "kementhus ora pecus".
3. Memberikan Umpan Balik yang Jujur dan Respectful
 Berikan umpan balik yang jujur namun tetap sopan tentang dampak perilaku mereka terhadap tim dan pekerjaan. Pastikan untuk menyampaikan ini secara pribadi untuk menghindari mempermalukan mereka di depan publik.
4. Mempromosikan Budaya Belajar
Dorong budaya belajar dan pertumbuhan di tempat kerja, di mana setiap orang, termasuk mereka yang "kementhus ora pecus", diundang untuk berbagi dan meningkatkan pengetahuan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui sesi pelatihan, workshop, atau diskusi kelompok.
5. Menetapkan Batasan yang Jelas
Jika perilaku mereka terus-menerus mengganggu, penting untuk menetapkan batasan yang jelas. Sampaikan secara eksplisit tentang apa yang bisa dan tidak bisa diterima dalam interaksi tim.
6. Mencari Bantuan dari Atasan atau HR
Jika upaya Anda tidak membuahkan hasil, mungkin perlu untuk berdiskusi dengan atasan atau departemen sumber daya manusia untuk mencari solusi yang lebih formal.
Perlu menjadi pelajaran kita semua bahwa penting untuk tetap profesional dan empatik dalam menangani situasi ini. Tujuannya bukan untuk mempermalukan atau menghakimi individu tersebut, tetapi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif bagi semua.