Dalam dunia akademis, mematuhi kode etik dalam authorship tidak hanya penting untuk menjaga integritas ilmiah tetapi juga untuk menghormati kontribusi individu dan menciptakan lingkungan akademis yang sehat.Â
Sayangnya, ada beberapa praktik yang melanggar etika ini, yang penting untuk diidentifikasi dan dihindari.
Salah satu masalah paling umum adalah "gift authorship" atau "honorary authorship," di mana seseorang diberi status penulis tanpa memberikan kontribusi substansial ke penelitian atau penulisan.Â
Praktik ini merusak prinsip dasar authorship karena mengabaikan kriteria bahwa setiap penulis harus memiliki andil signifikan dalam penelitian. Ini juga mengurangi kredibilitas penelitian dan dapat menimbulkan pertanyaan tentang akurasi dan integritas hasil yang dipublikasikan.
Sebaliknya, "ghost authorship" terjadi ketika seseorang yang memberikan kontribusi substansial tidak diakui sebagai penulis. Ini sering terjadi dalam kasus di mana peran seseorang dalam proyek penelitian mungkin sensitif atau kontroversial.Â
Pengabaian ini tidak hanya tidak etis, tetapi juga dapat mengaburkan transparansi dan akuntabilitas dalam penelitian.
Masalah lain adalah tekanan untuk mempublikasikan ("publish or perish") yang dapat menyebabkan pelanggaran etika lainnya, seperti fabrikasi atau manipulasi data, dan plagiarisme.Â
Kondisi ini menciptakan lingkungan di mana kuantitas publikasi terkadang diprioritaskan daripada kualitas dan integritas penelitian.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, perguruan tinggi dan lembaga penelitian harus menetapkan dan menegakkan pedoman yang jelas mengenai authorship.Â
Ini harus mencakup kriteria yang jelas untuk inklusi sebagai penulis dan tata cara yang transparan untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul.Â
Selain itu, pendidikan tentang etika penelitian dan publikasi harus menjadi bagian integral dari pelatihan akademik, baik untuk dosen maupun mahasiswa.