Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketika Tikus Berbicara Kurikulum Pendidikan

11 Desember 2023   08:15 Diperbarui: 11 Desember 2023   08:29 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumen pribadi, created by bing image creator)

Di sebuah sudut negeri yang penuh warna, 'seorang' tikus berjas hitam, dengan topi yang melengkapi penampilannya sebagai penguasa kebijakan pendidikan, mengangkat cangkir kopi yang masih mengepul. 

Dia duduk berhadapan dengan seorang pria tua yang kumuh, penampilannya mencerminkan kelelahan dan kebingungan yang tak terbilang. Sang pria meneguk kopi dari cangkir yang retak, simbol ketahanan di tengah kekurangan.

"Kami telah menggulirkan kurikulum baru," ujar si tikus dengan bangga, seraya memamerkan gigi-gigi tajamnya yang selama ini gemar menggigit dokumen kebijakan. "Kurikulum yang akan memastikan pemuda kita siap untuk masa depan!"

Sang pria, dengan senyum yang suram, menjawab, "Ah, kurikulum baru? Yang keberapa kalinya ini, saudaraku? Anak-anak kami sudah pusing dengan semua perubahan yang kalian sajikan setiap beberapa tahun sekali."

Cerita ini menggambarkan bagaimana perubahan kurikulum yang sering dan tidak konsisten bisa dirasakan oleh rakyat sebagai sebuah lingkaran setan yang tidak ada habisnya. 

Tikus berdasi, mungkin dengan niat baik, ingin menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik, tetapi sering kali keputusan yang dibuat terasa asing dan tidak praktis bagi mereka yang terdampak langsung.

"Sistem baru ini dirancang dengan pertimbangan yang matang," lanjut si tikus, mencoba meyakinkan. "Kami telah menghabiskan banyak waktu di rapat-rapat untuk menyiapkannya."

Sang pria, dengan nada yang mencoba sabar, bertanya, "Tapi apakah kalian telah menghabiskan waktu di kelas? Atau berbicara dengan guru-guru yang akan mengimplementasikannya, atau dengan kami, para orang tua, yang mengharapkan yang terbaik untuk anak-anak kami?"

Pertanyaan ini adalah sindiran bagi para pembuat kebijakan yang terkadang terputus dari realitas lapangan. 

Mereka yang berpakaian rapi dan duduk di meja-meja rapat mungkin tidak menyadari kebingungan dan frustrasi yang dirasakan oleh guru-guru dan siswa yang harus menyesuaikan diri dengan setiap perubahan kurikulum yang datang.

Si tikus mungkin akan berargumen, "Perubahan itu penting untuk kemajuan. Kita tidak bisa terpaku pada cara-cara lama."

Sang pria, dengan cangkirnya yang sudah setengah kosong, mungkin akan menghela napas dan berkata, "Perubahan memang baik, tapi perubahan yang terus-menerus tanpa memberi kesempatan untuk beradaptasi itu namanya bukan kemajuan, itu namanya kebingungan."

Komentar ini menggambarkan bagaimana terkadang, dalam upaya untuk melakukan pembaharuan, pemerintah bisa terjebak dalam siklus perubahan yang kontraproduktif, yang tidak hanya membuat guru dan siswa kesulitan tetapi juga membuat tujuan asli pendidikan menjadi kabur.

Cerita ini, meski disampaikan dengan nada yang sarkastik, menyoroti pentingnya keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan di bidang pendidikan. 

Ia juga mengingatkan kita bahwa dalam membuat kebijakan, harus ada keseimbangan antara inovasi dan stabilitas, antara teori dan praktik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun