Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengelola Insting dan Perasaan

5 Desember 2023   06:30 Diperbarui: 5 Desember 2023   07:40 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan panjang eksplorasi manusia terhadap pemikiran dan eksistensi, satu pertanyaan mendasar terus menggelitik pikiran kita: apakah kita seharusnya lebih mendengarkan insting alami yang mendalam atau mempercayai perasaan yang lebih halus? 

Dalam pandangan filosofis yang telah berlangsung selama ribuan tahun, debat antara insting dan perasaan menjadi salah satu dilema paling menarik dan relevan. 

Keduanya memiliki karakteristik unik yang membawa dampak pada bagaimana kita membuat keputusan, berinteraksi dengan orang lain, dan tumbuh sebagai individu. Keseimbangan antara insting (instinct) dan perasaan (feeling) adalah kunci kebijaksanaan yang memahami kapan mengandalkan naluri dan kapan membiarkan emosi membimbing kita.

Tinjauan Filosofis terhadap Insting dan Perasaan

Dalam perdebatan abadi antara insting dan perasaan, kita menemukan diri kita terjebak dalam dilema filosofis klasik: apakah harus mengikuti suara batin yang primitif atau mengandalkan kompleksitas emosi yang lebih halus. 

Insting adalah panggilan alamiah yang tak terbantahkan, sering muncul sebagai reaksi spontan yang membawa kebijaksanaan masa lalu kita -- warisan genetik yang bergema dari kedalaman sejarah evolusi manusia. Di sisi lain, perasaan adalah panduan yang lebih halus dan berlapis, mencerminkan kedalaman emosi dan kesadaran diri yang telah berkembang seiring waktu.

Dalam pencarian keseimbangan antara dua kekuatan ini, kita sering berjalan di tepi yang berbahaya, di mana keputusan diambil di persimpangan antara intuisi dan refleksi. 

Insting, meskipun mentah dan belum terbentuk, seringkali membawa kita ke tindakan yang langsung dan efektif, tetapi tidak selalu mempertimbangkan kerumitan situasi. Sementara itu, perasaan menawarkan kekayaan perspektif dan empati, tetapi bisa terhanyut dalam arus emosi yang tidak terkendali.

Perdebatan ini tidak hanya mencerminkan kondisi manusia tetapi juga cerminan dari bagaimana kita memandang dunia dan memproses pengalaman hidup kita. 

Ini adalah perjuangan yang konstan antara sisi hewan dan manusia kita, di mana kebijaksanaan terletak dalam pengenalan kapan harus mengandalkan insting dan kapan harus membiarkan perasaan memandu kita.

Dampak Keseimbangan pada Pengambilan Keputusan

Mencari keseimbangan antara insting dan perasaan bukan hanya tindakan introspeksi tetapi juga kunci dalam pengambilan keputusan yang efektif. 

Dalam filsafat, keseimbangan ini sering dilihat sebagai penyelarasan antara logos (logika) dan pathos (emosi). Insting sering dikaitkan dengan logos karena sifatnya yang langsung dan berorientasi pada tindakan, sedangkan perasaan lebih cenderung ke pathos karena melibatkan emosi dan empati.

Ketika insting dan perasaan seimbang, kita dapat mencapai apa yang banyak pemikir sebut sebagai "kebijaksanaan praktis" atau phronesis dalam terminologi Aristoteles. 

Ini adalah bentuk kebijaksanaan yang tidak hanya memahami fakta dari sebuah situasi tetapi juga menghargai nuansa emosional dan etika yang terlibat. 

Seseorang dengan keseimbangan ini dapat membuat keputusan yang tidak hanya logis dan praktis tetapi juga sensitif secara emosional dan etis.

Dalam konteks sosial dan profesional, keseimbangan ini memungkinkan seseorang untuk merespons secara intuitif tetapi tetap mempertimbangkan dampak emosional dari tindakan mereka terhadap orang lain. 

Ini adalah seni mengelola respons yang cepat dan efektif sambil tetap sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. 

Ketidakseimbangan, di sisi lain, dapat mengarah ke keputusan yang terlalu impulsif atau terlalu emosional, masing-masing mengabaikan aspek penting dari pengalaman manusia.

Oleh karena itu, pencarian keseimbangan ini tidak hanya penting untuk pertumbuhan pribadi tetapi juga untuk interaksi yang harmonis dalam masyarakat.

Keseimbangan dalam Konteks Kehidupan Pribadi dan Sosial

Keseimbangan antara insting dan perasaan tidak hanya penting dalam pengambilan keputusan tetapi juga dalam mengelola hubungan antarpribadi dan pertumbuhan pribadi. 

Dalam pandangan filosofis, kehidupan yang dijalani dengan keseimbangan ini menawarkan jalan menuju eudaimonia, atau kebahagiaan sejati dalam tradisi Yunani Kuno. 

Ini menekankan bukan hanya kepuasan pribadi tetapi juga kontribusi terhadap kebaikan bersama.

Dalam interaksi sosial, insting sering memandu kita dalam memberikan reaksi cepat dan perlindungan diri, sementara perasaan memungkinkan kita untuk memahami dan berempati dengan orang lain.

 Keseimbangan ini menghasilkan kemampuan untuk merespons secara intuitif tetapi dengan pertimbangan yang mendalam terhadap dampak emosional tindakan kita terhadap orang lain. 

Hal ini sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat dan berkelanjutan, baik dalam lingkup pribadi maupun profesional.

Di sisi lain, dalam konteks pertumbuhan pribadi, keseimbangan antara insting dan perasaan memungkinkan kita untuk menavigasi tantangan hidup dengan lebih bijaksana. 

Insting dapat membawa kita ke arah pertumbuhan dan perubahan, sementara perasaan memberikan ruang untuk refleksi dan pemahaman diri. 

Kombinasi keduanya menghasilkan pendekatan yang holistik terhadap kehidupan, di mana tindakan didasarkan pada pemahaman diri yang mendalam dan penghargaan terhadap kompleksitas emosi manusia.

Dengan demikian, keseimbangan antara insting dan perasaan adalah inti dari kehidupan yang memuaskan dan berarti.

Ini adalah perjalanan yang berkelanjutan, di mana setiap individu belajar untuk menavigasi dan mengintegrasikan berbagai aspek diri mereka untuk mencapai keutuhan dan keharmonisan dalam diri mereka sendiri dan dalam hubungan mereka dengan dunia sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun