Komisi Informasi (KI) Pusat melaporkan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memiliki persentase keterbukaan informasi publik terendah dalam uji publik yang dilakukan. Hanya 48 dari 149 PTN yang berhasil lolos uji publik.Â
KI Pusat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi publik di berbagai badan publik di Indonesia. Dari 372 badan publik yang terdaftar, hanya 267 yang mengisi kuesioner penilaian diri dengan tingkat submit 71 persen.Â
Dari 195 badan publik yang lolos uji publik, 48 di antaranya adalah PTN. Ketua KI Pusat, Donny Yoesgiantoro, menekankan pentingnya aksesibilitas dalam pelaksanaan keterbukaan informasi. KI Pusat mendorong PTN untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi publik mereka, karena PTN memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Uji publik ini melibatkan panelis dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, mantan komisioner KI Pusat, CSO, jurnalis senior, dan pegiat keterbukaan informasi. Selengkapnya baca di republika.co.id
Mengurai Benang Kusut Keterbukaan Informasi di PTN
Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu pilar demokrasi yang memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya negara. Dalam konteks Indonesia, temuan KI Pusat yang menunjukkan PTN sebagai entitas dengan tingkat keterbukaan informasi publik terendah mengundang tanya besar.Â
Fenomena ini bukan hanya sekadar statistik, melainkan sebuah cerminan dari sistem pendidikan tinggi yang memerlukan introspeksi mendalam dan reformasi struktural.
PTN, sebagai lembaga yang mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa, seharusnya menjadi pelopor dalam praktik keterbukaan informasi. Ironisnya, kenyataan yang terungkap justru berkebalikan.Â
Kondisi ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara idealisme akademis dengan realitas birokratis yang terjadi di lingkungan PTN. Muncul pertanyaan kritis, mengapa lembaga yang seharusnya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan inovasi ini malah tertinggal dalam hal transparansi?
Salah satu faktor utama yang berperan dalam masalah ini adalah sistem manajemen informasi yang belum terintegrasi dengan baik. Banyak PTN masih bergantung pada sistem manual atau semi-manual yang rentan terhadap ketidakefisienan dan kesalahan.Â
Selain itu, kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dalam pengelolaan informasi juga menjadi penghambat utama. Sering kali, staf yang bertanggung jawab atas pengelolaan informasi tidak memiliki keahlian atau pelatihan yang memadai untuk menjalankan tugas mereka secara efektif dan transparan.