Mungkin insentif yang biasanya diberikan oleh survei lainnya sudah tidak menarik lagi. Mungkin sudah saatnya kita bertanya, "Apa yang sebenarnya mendorong masyarakat kita untuk berpartisipasi?"
Dalam konteks internasional, sering dibicarakan betapa pentingnya data dalam memajukan sebuah negara. Negara lain mungkin memiliki metode yang lebih efektif dalam mengumpulkan data karena mereka memahami bahwa setiap suara yang terkumpul mewakili kebutuhan dan aspirasi rakyat mereka. Namun di Indonesia, tampaknya kita masih mencari jalan keluar---mencari formula yang tepat untuk mengundang partisipasi yang lebih luas.
Mungkin, untuk memulai, kita perlu mengakui bahwa budaya berbagi pengetahuan kita perlu dorongan. Bukan hanya dorongan materi, tetapi dorongan yang berakar pada pemahaman bahwa setiap kontribusi itu penting dan berharga. Kita perlu membangkitkan kesadaran bahwa setiap tanggapan dalam survei bukan hanya angka atau statistik, melainkan suara yang akan membentuk masa depan sebuah negara.
Pada titik ini, refleksi menjadi kunci. Mengapa negara lain bisa lebih efektif dalam hal ini? Apakah karena sistem pendidikan mereka yang menekankan pentingnya berbagi pengetahuan? Atau karena mereka memiliki infrastruktur yang mendukung partisipasi aktif warganya dalam proses pembuatan kebijakan?
Dihadapkan dengan kenyataan yang pahit, kita dihadapkan pada tuntutan untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Mungkin kita bisa belajar dari metode yang digunakan oleh negara lain, seperti mengadopsi pendekatan yang lebih personal dalam mengajak partisipasi atau menciptakan platform yang memudahkan masyarakat untuk berbagi pendapat mereka.
Budaya berbagi pengetahuan adalah tentang membangun ekosistem yang mendukung, tempat setiap individu merasa bahwa suaranya didengar dan dihargai. Ini bukan hanya tentang menyelesaikan survei; ini tentang merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri.
Perjuangan peneliti ini, meskipun tampak terisolasi, adalah suara penting yang mendorong kita semua untuk merenung dan bertindak. Karena dalam setiap upaya untuk memahami mengapa kita gagal, kita menemukan peluang untuk bergerak maju---bersama.
Kita harus menemukan cara untuk meruntuhkan dinding apatis dan membangun jembatan menuju keterlibatan yang lebih dalam. Dalam setiap kegagalan untuk mendapatkan respons, terdapat pelajaran yang bisa kita peroleh dan strategi yang bisa kita perbaiki.Â
Tidak ada formula ajaib untuk ini, hanya ada upaya berkelanjutan untuk menghubungkan masyarakat dengan perubahan yang kita ingin lihat.Â
Mungkin kita harus mulai dengan memahami bahwa dalam setiap survei yang kita buat, terdapat cerita, terdapat kehidupan, terdapat impian yang berbicara. Ini memerlukan upaya yang lebih manusiawi dan menyentuh, bukan hanya memperlakukan responden sebagai sumber data, tetapi sebagai mitra dialog yang penting dalam pembangunan negara.
Dan di sini, muncul pertanyaan yang lebih mendalam: bagaimana kita membangun kembali kepercayaan dan minat kolektif dalam masyarakat yang semakin individualistik? Jawabannya mungkin terletak pada cara kita mendidik generasi muda kita.Â