Mohon tunggu...
Syahfadh Mssr
Syahfadh Mssr Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Hukum Unila,Universitas Lampung

Mahasiswa Hukum Unila,Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini terhadap Kekerasan Seksual pada Anak Selama Masa Pandemi

19 Mei 2021   15:46 Diperbarui: 19 Mei 2021   15:50 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh

M Syahfadh ms s raya

Mahasiswa Fakultas Hukum

Mata Kuliah Hukum Peradilan Anak,Rini Fathonah

Penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur pula dalam peraturan tersendiri. Pemahaman terhadap proses penanganan perkara anak tentunya mungkin masih ada sebahagian kalangan masyarakat yang belum mengerti atau paham, sehingga kadang-kadang memunculkan penilaian bermacam-macam, malah yang lebih fatal bilamana terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak khususnya anak yang berkonflik hukum mendapatkan perlakuan istimewa dan ada juga yang menganggap anak tidak bisa dihukum padahal tidak sejauh itu, hanya saja proses penanganannya diatur secara khusus.

KEKERASAN seksual terhadap anak masih marak diberitakan di media. Terhitung sejak Januari hingga Juli 2020, terdapat 2.556 korban kekerasan seksual anak dari 4.116 kasus kekerasan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) pada bulan Maret 2020 melaporkan adanya lonjakan kekerasan terhadap anak perempuan dari 1.417 kasus menjadi 2.341 kasus dimana 571 diantaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Meski jumlah total tidak menunjukkan perbedaan yang besar dibandingkan tahun lalu, namun kasus kekerasan seksual meningkat pada tahun 2020.

Pada tanggal 7 Desember 2020 Presiden Joko Widodmenandatangani Peraturan pemerintah nomor 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia).

Peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). PP Kebiri Kimia ini merupakan kabar baik bagi penanganan masalah kekerasan seksual terhadap anak.

Kebiri kimia ini diperuntukkan “hanya” bagi pelaku persetubuhan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sementara untuk pelaku perbuatan cabul “cukup” dengan pemasangan alat pendeteksi elektronik. (pasal 2 PP Kebiri Kimia). Tindakan ini tidak berlaku pada pelaku anak yakni pelaku yang belum berusia 18 tahun.

Sementara kekerasan seksual pada anak tidak terbatas pada persetubuhan maupun pencabulan saja.

Kekerasan seksual pada anak didefenisikan sebagai: “Memaksa atau memancing seorang anak atau remaja untuk menjadi bagian dari suatu aktifitas seksual, baik disadari maupun tidak disadari oleh si anak. Aktifitas dapat berupa kontak fisik termasuk penetrasi (misalnya perkosaan atau sodomi) maupun aktifitas tanpa adanya penetrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun