Peran penting lainnya dalam proses Islamisasi di Sumatera adalah Kerajaan Samudra Pasai, yang terletak di pesisir utara Sumatera. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan Islam pertama yang berdiri di Sumatera pada abad ke-14. Samudra Pasai memainkan peran sentral dalam memperkenalkan Islam ke wilayah sekitarnya, berkat hubungan perdagangan dengan pedagang Muslim dari India, Arab, dan wilayah lainnya (Zulfiqar, 2020). Keberhasilan Samudra Pasai dalam mengadopsi Islam sebagai agama negara turut mempercepat penyebaran ajaran ini ke wilayah lain di Sumatera, seperti Aceh, Minangkabau, dan Batak.
Pentingnya peran pelabuhan dan kerajaan dalam penyebaran Islam di Sumatera menunjukkan bahwa Islam tidak hanya diperkenalkan melalui jalur perdagangan, tetapi juga dengan bantuan institusi kerajaan yang mengadopsi ajaran Islam dan mengintegrasikannya dalam sistem pemerintahan mereka. Dengan cara ini, Islam berkembang lebih sistematis di Sumatera, terutama di wilayah utara seperti Aceh dan Samudra Pasai (Nur, 2019).
Peran Pelabuhan-Pelabuhan Utama
Pelabuhan-pelabuhan utama di Sumatera, seperti Barus, Aceh, dan Malaka, memainkan peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam, baik sebagai pusat perdagangan maupun sebagai titik awal penyebaran budaya dan agama. Barus, yang terletak di pesisir barat Sumatera, merupakan salah satu pelabuhan tertua yang sudah dikenal sejak abad ke-10. Sebagai jalur utama perdagangan internasional, Barus menghubungkan berbagai wilayah di Asia Tenggara dengan India, China, dan Timur Tengah. Sebagai pelabuhan penghubung, Barus tidak hanya membawa komoditas perdagangan seperti rempah-rempah dan emas, tetapi juga ideologi dan agama, termasuk Islam. Banyak pedagang Arab, Persia, dan India yang singgah di Barus dan berinteraksi dengan penduduk setempat, memperkenalkan Islam melalui hubungan dagang dan sosial.
Selain Barus, Aceh juga memainkan peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Sumatera dan kawasan sekitarnya. Pada abad ke-16, Aceh berkembang menjadi salah satu kerajaan Islam terkuat di Asia Tenggara, berkat dukungan perdagangan yang berkembang pesat dan peran serta ulama-ulama besar. Kerajaan Aceh Darussalam, yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah, menjadi pusat kebudayaan dan keilmuan Islam. Aceh bukan hanya dikenal karena kekuatan militernya, tetapi juga sebagai pusat penyebaran ilmu pengetahuan, yang menarik perhatian banyak ulama dan cendekiawan Islam dari berbagai penjuru dunia, termasuk India, Persia, dan bahkan Turki. Melalui kerajaan ini, Islam menyebar lebih jauh ke wilayah pedalaman Sumatera, menjangkau daerah-daerah yang sebelumnya belum terpengaruh oleh agama tersebut.
Selain sebagai pusat politik dan kebudayaan, Aceh juga menjadi pusat dakwah Islam yang penting di kawasan Asia Tenggara. Selain Sultan Aceh yang mendukung penyebaran agama Islam, banyak ulama yang datang ke Aceh untuk mengajarkan Islam, baik melalui pendidikan formal di pesantren-pesantren maupun melalui dakwah langsung kepada masyarakat. Salah satu contoh penting dari hal ini adalah peran Syeikh Abdurrauf al-Singkili, seorang ulama besar dari Aceh, yang berkontribusi besar dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Sumatera dan sekitarnya. Melalui pengaruhnya, Aceh menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain di Nusantara dalam hal penerimaan Islam sebagai agama yang membawa kedamaian dan kemakmuran.
Di sisi lain, pelabuhan Malaka, meskipun terletak di Semenanjung Malaya, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penyebaran Islam di Sumatera, mengingat kedekatannya dengan wilayah pesisir Sumatera. Pada abad ke-15 dan ke-16, Malaka menjadi pelabuhan yang sangat penting dalam jalur perdagangan internasional, dan keberadaannya sangat strategis sebagai penghubung antara India, China, dan dunia Islam. Malaka menjadi tempat berkumpulnya pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia, India, dan Cina, yang membawa serta ajaran Islam. Kedekatan Malaka dengan pelabuhan-pelabuhan Sumatera, seperti Aceh dan Barus, mempermudah arus penyebaran agama Islam ke wilayah-wilayah pesisir Sumatera lainnya.
Penyebaran Islam di Malaka juga tidak terlepas dari peran Kesultanan Malaka yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara pada abad ke-15. Sultan Muhammad Shah dan penggantinya, Sultan Mansur Shah, dikenal sebagai pemimpin yang mendukung Islamisasi di kawasan tersebut, yang akhirnya meluas ke daerah pesisir Sumatera, termasuk ke wilayah Riau dan Jambi. Melalui perdagangan dan hubungan sosial yang erat, pengaruh Islam dari Malaka dengan cepat menyebar ke pulau-pulau di sekitar Selat Malaka, dan membawa serta berbagai tradisi dan kebudayaan Islam yang kemudian mengakar kuat di wilayah pesisir Sumatera.
Secara keseluruhan, pelabuhan-pelabuhan utama di Sumatera---seperti Barus, Aceh, dan Malaka memiliki peran yang sangat besar dalam penyebaran Islam ke kawasan Nusantara. Melalui jaringan perdagangan internasional, interaksi sosial, dan dukungan dari para pemimpin dan ulama, Islam berkembang pesat di wilayah ini, menjadi agama dominan di Sumatera dan membuka jalan bagi Islamisasi yang lebih luas di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Keberhasilan penyebaran Islam di Sumatera juga menunjukkan bagaimana agama dan budaya dapat menyebar melalui jalur perdagangan dan hubungan antarbangsa, serta pentingnya peran pelabuhan-pelabuhan strategis dalam proses tersebut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Islam
Pengaruh Kerajaan-kerajaan lokal