"kamu adalah orang yang paling beruntung anna karena memiliki orang tua yang baik"
"ya tentu saja..., dan orang yang paling beruntung bukan hanya aku tapi kamu serta orang lainpun beruntung karena memiliki orang tua yang baik, hanya saja berbeda cara mendidik anak-anak nya. Bukan begitu andra?"
"Ya kamu benar Anna".
   "Andaikan aku mempunyai orang tua seperti anna, pasti aku diajarkan shalat" begitu gerutu hati andra.
 "Andra kamu sedang apa disini?kamu membagikan makanan lagi?" Ucap anna
"Tidak-tidak aku disini karena aku selalu mengajarkan anak jalanan untuk belajar"
 "Tapi mengapa kamu masih disini, bukannya kamu harus mengajarkan anak-anak itu andra"
 "Tidak anna anak-anak itu rupanya sedang mengamen dan mereka tidak akan belajar hari ini".
Perbincangan itu membuat mereka semakin dekat layaknya seorang sahabat. Hingga tak terasa adzan dzuhur berkumandang
 "andra ayo kita shalat ini sudah adzan dzuhur loh.."
"tapi Anna..."
"tapi apa? Kan ini sudah adzan" Â dengan nada tegas
"Aku.."
"Aku apa? Kamu Islam kan? Kalau kamu Islam kita shalat kemasjid"
"Sejujurnya Anna aku tak bisa shalat, berwudhu pun tak tahu. Aku tak pernah diajarkan shalat oleh orang tuaku bahkan orang tuaku tak pernah melakukan shalat dan tak pernah menegur ku akan shalat"
"Begitu rupanya kini kewajibanmu mengajarkan ayah dan ibu shalat dengan cara kamu belajar shalat andra.."
Ucapannya begitu lembut yang membuat hati andra tergugah untuk belajar shalat. Ya saat itulah andra sedikit-sedikit belajar shalat hingga akhirnya ia bisa melakukan wudhu, tata cara shalat yang baik bahkan bacaan shalat pun ia bisa karena itu berkat seorang anna.
Dan ketika Anna terburu-buru untuk pergi ada secarik kertas yang jatuh dari buku bindernya, "Anna ini kertas kamu jatuh tertinggal" Anna tak menghiraukan hal itu karena ia tahu kalau ia harus pulang karena abangnya akan pergi ke Jakarta dan ia akan menjemput nya sampai ke halte bus. Andra pun penasaran dengan isi secarik kertas itu, ada beberapa kata quotes
"Hiduplah seperti pohon, walau buahnya di petik dan di lempar batu ia tetap sabar dan berbuah lagi"
Hati Andra begitu tersentuh dengan serangkaian kata-kata itu.
5. Suatu perubahan
Begitu andra bertemu dengan anna, andra langsung mengembalikan secarik kertas yang ia temukan terjatuh di buku anna. Andra menyarankan kepada Anna untuk mengikuti lomba membuat novel di Universitas Pendidikan Indonesia, anna pun mengikuti perkataan andra dan benar saja anna memenangkan lomba itu dan sampai saat ini anna selalu membuat novel dan hasilnya ia bukukan, lalu ia jual buku-bukunya hingga nama anna diketahui banyak orang sebab buku-buku novelnya yang bagus.
Kini andra tak pernah meninggalkan shalatnya, bahkan orang tuanya pernah memarahi sebab ia melakukan shalat orangtuanya bilang bahwa shalat tak akan membawa perubahan dalam hidupnya kecuali ia berusaha.
Andra tak pernah mendengarkan orang tuanya, ia tetap melaksanakan shalat, hingga akhirnya hati orang tuanya luluh dan mau belajar shalat.
6. Larangan
Satu minggu yang lalu andra telah melakukan Ujian Sekolah dan UN. Kini tibanya ia mengikuti SBMPTN di PTN yang ia inginkan. Andra memilih PTN di UPI dengan mengambil prodi Tata Boga, ya..., tentu saja memasak.
Orang tuanya sangat marah kepada andra
"Mengapa kamu memiliki prodi Tata boga ini andri! Ibu sangat tidak menyukai hal itu, ibu kira kamu akan mengambil prodi kedokteran, setidaknya kamu seperti ayahmu menjadi tentara!" Ucap ibunya dengan nada yang tinggi dan napas yang terengah-engah.
"Tapi bu ini bakatku, ini keinginanku, dan ini yang ku mau bu" mata andra yang mulai memerah
"Kamu ini anak siapa! Aku tak memiliki anak sepertimu andra, sekarang kamu harus pergi dari rumah ini sebab aku tak memiliki anak sepertimu!"
"Baik kalau itu keinginan ayah, aku akan pergi"
"Jangan panggil aku ayah karena aku bukan ayahmu!" Dengan nada kesal dan nada yang meninggi
Andra pergi dari rumah dan ia tak tahu harus kemana, sedangkan di luar sana gelap gulita. Ia menyusuri jalanan dengan membawa perut kosong, mata yang mengantuk dan uang.