Â
Namun dibalik kebijakan-kebijakan dan keaktifan yang ditunjukkan pada hubungan regional, pemerintahan Suharto diwarnai dengan isu-isu pelanggaran HAM, korupsi, dan nepotisme, meskipun ia memiliki kebijakan untuk melakukan pengawasan terhadap tindakan korupsi, dan nepotisme.Â
Kebebasan berpendapat pun diawasi dan demonstrasi hanya boleh dilakukan oleh mahasiswa di dalam universitas-universitas saja sehingga setiap kritikan dibungkam dan setiap pendapat yang berbeda dari pemerintahannya akan segera diadili.
Bahkan tidak semua masyarakat dapat merasakan pendidikan, terutama keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah, mereka menganggap bahwa biaya untuk menempuhnya mahal. Semua tingkat sekolah masih harus membayar dikarenakan belum adanya bantuan dana pendidikan dari pemerintah.
Pemerintahan ini menerapkan berbagai kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui program pembangunan yang dikenal dengan "Repelita" (Rencana Pembangunan Lima Tahun), pemerintah berfokus pada industrialisasi, modernisasi pertanian, dan pembangunan infrastruktur.Â
Pendorongan kebijakan transmigrasi sebagai bagian dari strategi pembangunan, banyak masyarakat pedesaan yang kemudian bermigrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan untuk mencari pekerjaan di sektor industri dan jasa. Namun, migrasi ini sering kali tidak disertai dengan peningkatan keterampilan yang memadai, sehingga banyak dari mereka hanya bisa bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk.Â
Kota-kota besar kemudian dipenuhi dengan kawasan kumuh yang dihuni oleh pekerja informal yang tidak memiliki akses memadai terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan layak.Â
Fenomena ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu sejalan dengan pemerataan kesejahteraan. Salah satu ciri utama dari ekonomi Orde Baru adalah kesenjangan ekonomi yang signifikan.Â
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang lapisan atas yang dekat dengan kekuasaan, sementara sebagian besar masyarakat terutama yang berada di lapisan bawah, tetap hidup dalam kemiskinan. Kesenjangan ini diperparah oleh tindakan korupsi dan kolusi yang merajalela di berbagai tingkat pemerintahan.
Selain dari kebijakan-kebijakan yang Suharto jalankan dalam masa pemerintahannya, ia juga berperan dalam penulisan sejarah, pembelaan atas rezimnya dibantu oleh Kepala Pusat Sejarah ABRI, dimana sejarah diputar menjadi sudut pandang dari pihak militer dan mengurangi sumbangan Presiden Sukarno dalam sejarah.Â
Seperti dalam buku yang berjudul "Ketika Sejarah Berseragam" Â yang ditulis oleh Katharine E. McGregor bahwa usaha Suharto dalam menyusun cerita sejarah menunjukkan persamaan rezimnya dengan rezim sebelumnya dan dari rezim negara-negara yang lain dimana mereka lebih menekankan pada peran militer dalam pemerintahan atau lebih dikenal dengan sebutan militerisme.Â