Mohon tunggu...
Syafrudin Budiman SIP
Syafrudin Budiman SIP Mohon Tunggu... Administrasi - Saya aktivis pejuang yg sering turun ke jalan untuk demo menyuarakan aspirasibrakyat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan Aktivis Politik di Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Lupa, antara Khofifah dan Begal Demokrasi

22 Maret 2018   12:07 Diperbarui: 22 Maret 2018   16:01 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri (diolah dari wikimedia.org)

Oleh: Syafrudin Budiman SIP

(Saksi Tim Khofifah-Herman di sidang DKPP dan MK dalam sengketa Pilgub 2013-2018/Mantan Tim Sukses Berkah Pada Pilgub 2013)

Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2018 ini tidak seheboh 5 tahun lalu, dimana waktu ini pasangan Khofifah Indar Parawansa -- Herman Sumawiredja baru bisa lolos sebagai kandidat setelah melalui Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).  Akhirnya keputusan DKPP menyatakan sah dukungan Partai Kedaulatan (PK) dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur Khofifah-Herman (Berkah). Dengan putusan ini, pasangan Berkah yang awalnya dinyatakan tidak lolos oleh KPU Jatim akhirnya bisa melaju dalam Pilgub Jatim 2013.

Pada fakta sidang terungkap, salah satu yang menyebabkan tidak lolosnya pasangan Berkah karena KPU Jatim menganulir dukungan dua papol tersebut disebabkan ada dualisme dukungan akibat ada pertentangan ketua dan sekjennya. Akan tetapi DKPP menilai, KPU Jatim tidak serius melakukan verifikasi atas dualisme itu.

Waktu itu saya juga sebagai saksi kunci dalam sidang DKPP tersebut pada hari Jumat, 26 Juli 2013 dan menguatkan Khofifah-Herman bahwa ada penjegalan dan upaya pembegalan agar Khofifah-Herman tidak bisa maju dalam Pilgub 2013. Dalam kesaksisan tersebut saya mengungkapkan tentang adanya upaya penjegalan kepada Khofifah-Herman secara terstruktur, massif dan sistematik. Mulai dari pemborongan parpol non parlemen, membuat kepengurusan ganda dan upaya suap dan pemberian mahar yang cukup fantastis kepada partai-partai non parlemen untuk tidak mendukung Khofifah-Herman. Selain itu saya bersaksi terkait ketidak independenan KPUD Jatim yang akhirnya berjuang pada pemecatan tiga anggota komisioner KPUD Jatim, Najib Hamid, Agung Nugroho dan Agus Mahfud Fauzi.

Setelah Khofifah-Herman dinyatakan lolos sebegai peserta Pilgub 2013 dan memperoleh nomer urut 4, Khofifah-Herman langsung tancap gas, namun kenyataannya hasil rekapitulasi KPUD Jatim memenangkan pasangan petahana Soekarwo-Saifullah Yusuf KarSa) dengan memperoleh total suara 8.195.816 suara atau 47,25%.

Sedangkan Khofifah-Herman (Berkah) memperoleh 6.525.015 suara atau 37,64%. Sementara itu, pasangan Bambang-Said (Bangsa) mendapat 2.200.069 suara atau 12,69% dan terakhir pasangan melalui jalur independen Eggi-Sihad mendapatkan 422.932 suara atau 2,42%. Hasil penghitungan itu, diperoleh dari total jumlah suara sah 17.343.832. dengan partisipasi pemilih sebanyak 59,58 %. Dan dipastikan akan berlangsung satu putaran. Andai saja pasangan Khofifah-Herman waktu itu tidak dijegal oleh KPUD Jatim dengan alasan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), tentunya situasi berbicara lain.

Pemborongan, penjegalan dan penggembosan parpol oleh pihak KarSa yang menjadi petahana menjadi tidak fair, sebab Khofifah-Herman sibuk pada sidang DKPP untuk memperjuangkan nasibnya. Khofifah-Herman menggugat ke sidang MK dan saya kembali menjadi saksi utama di sidang MK untuk membela Khofifah, bahkan saya ikut bekerja mencari saksi-saksi yang menguatkan tim Khofifah-Herman. Mulai dari Ardijoso Ketua DPW Partai Indonesia Sejahtera (PIS) Jatim, Iwan Setiawan Ketua DPW Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan) Jatim, Maktuf Syarif Ketua DPC Demokrat Kecamatan Masalembu dan saksi-saksi lainnya.

Namun hakim Hamdan Zoelva yang memimpin sidang putusan sengketa Pilgub Jatim di Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan keputusannya jika seluruh pasal-pasal gugatan yang diajukan oleh pemohon yakni pasangan Khofifah Indar Parawansa- Herman S. Sumawiredja ditolak dalam perkara sengketa Pilgub Jatim terhadap termohon KPU Jatim, dengan pihak terkait Soekarwo-Saifullah Yusuf. Dengan demikian menandakan bahwa Gubernur Jawa Timur beserta Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih yakni pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf dianggap telah sah. Permohonan pemohon yang diajukan masih dalam tenggat waktu. Hukum permohonan tidak beralasan yang cukup. UU No.23 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.32 Tahun 2004 tentang pemrintahan daerah dengan UU No.12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah serta UU No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Maka Mahkamah memutuskan, mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Putusan MK tentang Pilgub Jatim sedikit kontroversi, sebab beberapa hari sebelum putusan Akil Muhtar Ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap oleh KPK, dengan dugaan terindikasi menerima suap terkait sengketa Pilkada. Bahkan secara mengejutkan didalam jeruri perjara, Akil Muhtar sempat mengatakan bahwa pemenang sidang MK tentang Pilgub Jatim 2013, seharusnya pasangan Khofifah-Herman.

Aura proses Pilgub Jatim yang penuh kecurangan mulai terasa dan dirasakan oleh saya sendiri sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Partai Matahari Bangsa Jatim selaku pendukung dan pengusung pasangan Khofifah Herman. Hal ini terjadi sejak penjaringan nama-nama kandidat, proses pendaftaran, sidang DKPP, Pemungutan Suara sampai sidang MK. Kebetulan juga saat itu saya juga menjadi saksi utama mengetahui suasana tersebut bisa saya rasakan secara nyata. Uang dan kekuasan menjadi faktor utama pemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah.

Pasangan KarSa berambisi menjegal Khofifah-Herman agar biaya politiknya menjadi rendah, sementara kalau Khofifah-Herman maju, pasangan Pakde Karwo-Gus Ipul menjadi berat dan membutuhkan biaya yang besar, sebab tidak mudah mengalahkan Khofifah-Herman yang memiliki basis yang kuat dan mengakar di bawah.

Khofifah di Pilgub 2018 Bergandengan Dengan Soekarwo

Dahulu sebelum Khofifah menjadi Menteri Sosial dijaman Presiden Jokowi, menjadi kandidat calon gubenur sangatlah megap-megap, masalah pendanaan dan logistik kadang menjadi kendala. Walau hal tersebut tidak menjadi yang utama. Sebagai mantan tim sukses Khofifah-Herman dahulu Khofifah memang susah dalam pendanaan, sehingga harus cari sana-sini. Tetapi sekarang berbeda, kekuatan Khofifah sudah terukur, status sebagai Menteri Sosial membuatnya bisa lebih dekat dengan media dan bisa turun langsung ke masyarakat bawah. Walau tanpa tujuan kampanye, dirinya sudah terkampanye dengan sendirinya. Tiap hari wajah dan posenya menghiasi media cetak dan elektronik.

Saya ingat beliau Khofifah pernah mengatakan, saya dalam Pilgub 2013 lalu paling habis 7 Milyar, sementara Pakde Karwo menghabiskan 7 Triliun dengan menggunakan dana APBD Jatim untuk meraih simpati rakyat. "Tentunya sangat sulit mengalahkan Pakde Karwo, tapi saya sangat optimis," kata Khofifah disampaikan kepada saya penuh kegigihan.

 Bahkan Ketua Umum PP Muslimat ini juga pernah menegaskan, dalam bedah buku 'Melawan Pembajakan Demokrasi' di The Venture-Lobby Plaza Town Square Suite Surabaya (Sutos). Katanya, politik akan bisa berjalan baik, jika hidup berdemokrasi bisa dijunjung tinggi dalam perpolitikan Indonesia, bukan malah mengebirinya dengan segala bentuk kecurangan. 

 "Dalam teori Immanuel Kant, pelaku politik ada dua sifat. Sifat yang pertama adalah sifat merpati dan yang kedua sifat ular," kata dia mengutip kalimat filsuf asal Jerman, Immanuel Kant.

 Sifat merpati, menurut Khofifah adalah sifat penuh kelembutan dan penuh kasih sayang tanpa harus menyakiti demokrasi. Sementara sifat yang kedua adalah sifat ular, yang penuh dengan kelicikan dan tipu muslihat. "Sifat ini yang cenderung digunakan oleh pelaku-pelaku politik untuk meraih kemenangan. Segala cara terus dilakukan, meski mengorbankan demokrasi." 

Dengan kondisi yang seperti ini, menurut Khofifah, keadaan Negara Indonesia makin merosot. "Kalau kata Ronggo Warsito, keadaan negara yang kian merosot, maka tidak ada lagi yang perlu dicontoh. Politik kartel, adalah wujud dari pengebirian demokrasi. Pilgub 2008 silam, adalah contoh nyata politik kartel," tegas Khofifah menjelang persiapan Pilgub 2013 lalu.

Dalam filsafat atau ilmu politik, sebenarnya wacana politik kartel bukan merupakan hal baru. John Atkinson Hobson, seorang ekonom Inggris liberal-kiri, pernah memperkenalkan konsep kartel-ekonomi modern sebagai tanggapan terhadap situasi ekonomi antara 1902 dan 1938. Lalu, ada pula Karl Kautsky, pakar demokrasi sosial, yang sejak 1912 menyebutkan bahwa negara-negara besar, seperti Inggris dan Jerman, pernah membentuk kerja sama sebagai "negara kartel" demi memenangi Perang Dunia II.

Sedangkan konsep partai kartel pertama dimunculkan pada 1992 oleh Peter Mair dan Richard S. Katz dalam beberapa karya mereka, antara lain dalam "Changing Models of Party Organization and Party Democracy".

 Konsep partai kartel merujuk pada kehadiran partai politik sebagai sarana kerja sama atau "kolusi" berbagai pihak demi meraih kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan yang sudah diraih.  Kemudian gagasan di atas dipertegas oleh Daniel Katz dan Peter Mair pada 1995, yang mencermati fenomena munculnya partai-partai baru yang disebut sebagai partai kartel. Partai kartel semula merupakan partai massa. Partai massa kerap tersingkir dalam kontes politik yang disebut pemilu karena idealismenya untuk mewujudkan cita-cita politik, yakni "bonum commune".

Namun, dalam perjalanan waktu, idealisme itu terjebak pragmatisme, sehingga mereka mau melakukan koalisi dengan partai penguasa demi mewujudkan politik kekuasaan dari penguasa yang sedang berkuasa. (Tom Saptaatmaja, http://jurnal-korupsi.blogspot.co.id/2013/08).

Kenyataan hari ini berbeda Khofifah hari ini berkoalisi dan didukung oleh Pakde Karwo yang menjadi rival politiknya pada periode Pilgub 2008 dan Pilgub 2013 lalu. Memang dalam politik muncul istilah "Tak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan." Jika berpedoman pada istilah tersebut sah-sah saja Khofifah sekarang berbalik bergandengan dengan Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini. Akan tetapi menurut saya langkah, Khofifah dengan didukung Partai Demokrat dan bergandengan dengan Pakde Karwo dan menerima tawaran menjadikan Emil Dardak sebagai Cawabupnya pada Pilgub 2018 ini kurang etis dan mencederai perjuangannya sendiri.

Bagaimana dengan mudah Khofifah mendaftar ke Partai Demokrat dan menjadi Cagub dari partai yang dipimpin Soekarwo rival terberatnya yang pernah dia tuduh sebagai kartel demokrasi dan pelaku pembegalan politik pada Pilgub 2013 lalu. Bagi loyalis buta Khofifah pasti akan menerima kenyataan tersebut sebagai realitas dan dinamisasi politik.

Sementara saya melihat bahwa kompromi dan menerima dukungan dari Pakde Karwo adalah langkah mundur demokrasi dan tidak menjunjung nilai-nilai perjuangan demokrasi serta tidak menghargai keringat pendukungannya yang sudah ikut berjuang melawan pembegalan demokrasi di Jatim. Kritik ini saya sampaikan sebagai pesan agar masyarakat cerdas dalam memilih kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur Jatim 2018-2023.

Khofifah Dulu Bukanlah Khofifah Sekarang  

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur Eko Sasmito sudah menetapkan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno sebagai pasangan calon yang akan bertarung pada Pilgub Jatim 2018. Penetapan dilakukan setelah KPU Jatim memeriksa syarat pencalonan maupun syarat calon keduanya, dan dinyatakan lengkap. 

KPU Jatim menetapkan dua bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilgub Jatim 2018. Yaitu pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarnopada rapat pleno terbuka di Kantor KPU Jatim, Jalan Tenggilis Nomor 1, Surabaya, Senin 12 Februari 2018. Selanjutnya dalam pengundian nomor urut Khofifah-Emil memperoleh nomer urut 1 dan Gus Ipul-Puti memperoleh nomer urut 2.

Dahulu Khofifah hanya didukung PKB dan Partai Non Parlemen pada 2013 sementara Khofifah  pada Pilgub 2018 sekarang didukung Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP, Hanura, Nasdem dan PAN. Semua partai yang mendukung Khofifah adalah partai pendukung Soekarwo kecuali Nasdem yang tidak terlibat dalam Pilgub 2013.

Dahulu Khofifah menjadi orang yang dijegal secara politik kartel dan sekarang berjuang bersama pelaku politik kartel tersebut untuk merebut kekuasaan secara bersama-sama dan penuh kompromistis. Pilihan bersatu bersama Pakde Karwo lawan politik masa lalunya memungkinkan langkah pragamatisme politik menuju kursi kekuasaan Gubernur 2018-2023.

Jargon pejuang demokrasi yang melekat pada sosok Khofifah menjadi pudar setelah terlihat kompromi dengan lawan-lawan politiknya, Khofifah tetaplah Khofifah sebagai sosok yang tak berubah secara fisik, akan tetapi secara politik Khofifah hari ini termasuk dalam bagian kartel politik itu sendiri yang melegalkan kekuasaan absolut partai politik dan tentunya setelah berkuasa akan terjadi sharing power atau bagi-bagi kue kekuasaan.

Harapan saya siapapun yang terpilih pada Pilgub 2018 mendatang haruslah memikirikan rakyat dan tidak memikirikan keinginan partai politik. Kekuasan rakyat diatas segala-galanya, demi menjalankan politik yang amanah dan penuh moral. Apalagi akhir-akhir ini banyak pejabat negara, Gubernur, Bupati, DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kab/Kota dan pejabat lainnya terjerat korupsi dan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semoga yang terpilih tidak terjerat masalah hukum dan bersih dari korupsi. Laksanakanlah amanah dengan sebaik mungkin dan sehati-hati mungkin.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun