Mohon tunggu...
Syafrudin Budiman SIP
Syafrudin Budiman SIP Mohon Tunggu... Administrasi - Saya aktivis pejuang yg sering turun ke jalan untuk demo menyuarakan aspirasibrakyat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan Aktivis Politik di Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Lupa, antara Khofifah dan Begal Demokrasi

22 Maret 2018   12:07 Diperbarui: 22 Maret 2018   16:01 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri (diolah dari wikimedia.org)

Namun, dalam perjalanan waktu, idealisme itu terjebak pragmatisme, sehingga mereka mau melakukan koalisi dengan partai penguasa demi mewujudkan politik kekuasaan dari penguasa yang sedang berkuasa. (Tom Saptaatmaja, http://jurnal-korupsi.blogspot.co.id/2013/08).

Kenyataan hari ini berbeda Khofifah hari ini berkoalisi dan didukung oleh Pakde Karwo yang menjadi rival politiknya pada periode Pilgub 2008 dan Pilgub 2013 lalu. Memang dalam politik muncul istilah "Tak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan." Jika berpedoman pada istilah tersebut sah-sah saja Khofifah sekarang berbalik bergandengan dengan Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini. Akan tetapi menurut saya langkah, Khofifah dengan didukung Partai Demokrat dan bergandengan dengan Pakde Karwo dan menerima tawaran menjadikan Emil Dardak sebagai Cawabupnya pada Pilgub 2018 ini kurang etis dan mencederai perjuangannya sendiri.

Bagaimana dengan mudah Khofifah mendaftar ke Partai Demokrat dan menjadi Cagub dari partai yang dipimpin Soekarwo rival terberatnya yang pernah dia tuduh sebagai kartel demokrasi dan pelaku pembegalan politik pada Pilgub 2013 lalu. Bagi loyalis buta Khofifah pasti akan menerima kenyataan tersebut sebagai realitas dan dinamisasi politik.

Sementara saya melihat bahwa kompromi dan menerima dukungan dari Pakde Karwo adalah langkah mundur demokrasi dan tidak menjunjung nilai-nilai perjuangan demokrasi serta tidak menghargai keringat pendukungannya yang sudah ikut berjuang melawan pembegalan demokrasi di Jatim. Kritik ini saya sampaikan sebagai pesan agar masyarakat cerdas dalam memilih kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur Jatim 2018-2023.

Khofifah Dulu Bukanlah Khofifah Sekarang  

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur Eko Sasmito sudah menetapkan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno sebagai pasangan calon yang akan bertarung pada Pilgub Jatim 2018. Penetapan dilakukan setelah KPU Jatim memeriksa syarat pencalonan maupun syarat calon keduanya, dan dinyatakan lengkap. 

KPU Jatim menetapkan dua bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilgub Jatim 2018. Yaitu pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarnopada rapat pleno terbuka di Kantor KPU Jatim, Jalan Tenggilis Nomor 1, Surabaya, Senin 12 Februari 2018. Selanjutnya dalam pengundian nomor urut Khofifah-Emil memperoleh nomer urut 1 dan Gus Ipul-Puti memperoleh nomer urut 2.

Dahulu Khofifah hanya didukung PKB dan Partai Non Parlemen pada 2013 sementara Khofifah  pada Pilgub 2018 sekarang didukung Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP, Hanura, Nasdem dan PAN. Semua partai yang mendukung Khofifah adalah partai pendukung Soekarwo kecuali Nasdem yang tidak terlibat dalam Pilgub 2013.

Dahulu Khofifah menjadi orang yang dijegal secara politik kartel dan sekarang berjuang bersama pelaku politik kartel tersebut untuk merebut kekuasaan secara bersama-sama dan penuh kompromistis. Pilihan bersatu bersama Pakde Karwo lawan politik masa lalunya memungkinkan langkah pragamatisme politik menuju kursi kekuasaan Gubernur 2018-2023.

Jargon pejuang demokrasi yang melekat pada sosok Khofifah menjadi pudar setelah terlihat kompromi dengan lawan-lawan politiknya, Khofifah tetaplah Khofifah sebagai sosok yang tak berubah secara fisik, akan tetapi secara politik Khofifah hari ini termasuk dalam bagian kartel politik itu sendiri yang melegalkan kekuasaan absolut partai politik dan tentunya setelah berkuasa akan terjadi sharing power atau bagi-bagi kue kekuasaan.

Harapan saya siapapun yang terpilih pada Pilgub 2018 mendatang haruslah memikirikan rakyat dan tidak memikirikan keinginan partai politik. Kekuasan rakyat diatas segala-galanya, demi menjalankan politik yang amanah dan penuh moral. Apalagi akhir-akhir ini banyak pejabat negara, Gubernur, Bupati, DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kab/Kota dan pejabat lainnya terjerat korupsi dan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semoga yang terpilih tidak terjerat masalah hukum dan bersih dari korupsi. Laksanakanlah amanah dengan sebaik mungkin dan sehati-hati mungkin.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun