Sehingga nilai-nilai tradisonal, yang pada esensinya banyak mengandung kebaikan-kebaikan surgawi, menjadi kehilangan elanvitalnya dan tidak mengalami transmisi secara baik, untuk kontinuitas Kebudayaan Tradisional itu sendiri. Yang patut 'ditangisi' adalah mengendapnya nilai-nilai tradisonal dalam manuskrip dan dibenak minoritas pelakonnya, sehingga nilai-nilai moral dan etik yang besendi kesakralan spiritual/religious makin mengabur dalam kehidupan masyarakat.
Karena itu juga, dominasi Kebudayaan Modern yang sangat massif ini, menyebabkan kehidupan mayarakat manusia kehilangan nilai-nilai sakralitasnya. Kehidupan masyarakat manusia didominasi nilai-nilai profan dalam bentuknya sebagai materialisme. Â
Meski demikian, kehidupan Tradisional dalam pengertiannya sebagai 'paradigma nilai-nilai sakral' nadinya akan tetap berdenyut, dan hidup, sebab nilai-nilai yang ada didalamnya bersifat fundamental, dan berkesesuaian dengan fitrah manusia, sebagai mahluk yang memiliki daya atau potensi ilahiya dalam dirinya.
Sangat mungkin, siklus sejarah akan berputar arah. Yang awalnya kehidupan bersifat Tradisional, kemudian berubah menjadi Modern, akan kembali lagi menjadi Tradisional dalam pengertian hakiki. Sebagaimana puisi seorang penyair sufi, Sana'i, menyebut: kebenaran yang datang awal ia akan tiba terakhir.
SM. Agustus 2022.
Daftar Bacaan
Syafruddin Muhtamar, 2007, Masa Depan Warisan Luhur Kebudayaan Sulewesi Selatan, Pustaka Refleksi, Makassar.
Sayyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Feby Triadi, 2020. Bissu; Kepercayaan, Perilaku, Dan Kewarganegaraan, Jurnal Pangadereng, Vol. 6 No. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H