Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanti Al-Mahdi di Jalan Naqsyabandi

16 September 2022   20:19 Diperbarui: 17 September 2022   10:47 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Layaknya dalam kisah percintaan klasik. Qais terpisah dari kekasihnya Laila, menjadi majenun. Lalu memilih berdiam di sebuah di puncak bukit, tidak jauh dari rumah Laila. Di dekat gubuk, mengalir anak-anak sungai melitasi rumah Laila. Pada air sungai, Qais berkisah tentang kepedihannya, berpisah. Berharap air yang mengalir itu, menyampaikan rindunya kepada Laila, agar dapat berjumpa. 

Kecantikan Laila dan berpisah darinya, membuatnya majenun. Hanya Laila-lah mengobat kemajenunan Qais, sang pecinta sejati. Terpisah dari kekasih, dan menangung derita penantian adalah takdir bagi pencinta sejati.

Di abad ke 10 M, Muhammad al-Mustafah SAW adalah kekasih yang dinanti. Para pencintanya menempuh jalan kerinduan sangat panjang dan meletihkan. Sejak, kabar kedatangannya disampaikan Nabi Isa AS di Abad 1 M. Kerinduan itu menempuh waktu 1000 tahun untuk sampai pada sang Kekasih. 

Yang menanti tetapi tidak berjumpa, karena usia yang tidak mungkin, maka ketulusannya menunggu disamakan dengan kebahagiaan perjumpaan. Keberuntungannya sama dengan yang sampai masa kedatangan dan berjumpa sang pembawa cahaya, Nabi SAW. Penutup para Nabi.

Menunggu dan mengharapkan kedatangan utusanNya, dengan cinta dan rindu, adalah usaha yang diberkahi. Adalah Sayyidina Salman al-Farisi menempuh jalan terjal, untuk menemui sang utusan. Hingga rela diperjualbelikan sebagai budak demi sampai di tempat, dimana keberadaan Nabi SAW. 

Takdir baik, memihak padanya. Di kota suci Madina Ia bertemu dengan mahluk Tuhan paling mulia itu. Di hadapannya Ia mengucap syhadat. Melepas keyakinan lamanya sebagai Majusi dan Kristen. Pencariannya berbuah berkah, Sayyidina Salman al-Farisi kemudian menjadi salah satu sahabat utama dan pilihan Rasulullah SAW. 

Dan kekasihnya itu, memberi padanya gelar sebagai: imam, bendera dari bendera-bendera, sang pewaris Islam, hakim yang bijaksana, ulama yang alim dan menjadi ahlulbait Nabi SAW. Sang utusan, memberkahinya dengan kemuliaan itu, karena jalan pencariannya yang berat-beliku, menuju Kebenaran Sejati.

Sayyidina Salman al-Farisi adalah salah seorang dari jalur utama silsilah keemasan tariqah Naqsyabandiyah. Persis dibawah Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq. Beliau menjadi salah satu simpul utama spritualisme di jalan Naqsyabandi. 

Ketinggian posisi rohaninya disisi Rassullulah SAW dan dihadirat ALLAH SWT, memberi inspirasi rohani bagi para pencinta utusanNya di jalan ini. Naqsyabandi adalah sebuah jalan. Jalan kerohanian Islam. 

Nama jalan ini diambil dari salah seorang tokoh yang mengikuti 'jalan lurus' spritualisme Islam, Muhammad Baha'uddin Syah Naqsyaband. Jalan yang diperolehnya melalui guru-guru mulia, yang tersambung kepada Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq (ra), salah seorang pewaris utama spritualisme Rasululah SAW. 

Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani, menyebut ada 41 'jalan' yang diwariskan Nabi Mulia SAW. Satu jalan dari jalur Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq dan 40 'jalan' lainnya dari Imam Ali Karamllahu Wajehahu. Satu jalan dari jalur Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq itulah tariqah Naqsyabadiyah.

Tariqah Naqsyabandi adalah jalan penantian akan Kehadiran. Setiap jalan spritual yang diwariskan Rasulullah SAW merupakan jalan makrifatullah (pengenalan dan perjumpaan). Abu Yazid al-Bisthami, menyebut tujuan akhir di jalan ini adalah untuk mengenal ALLAH SWT di dunia, untuk meraih Hadirat-Nya, dan bertemu denganNya di Hari Kemudian. 

Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani menyatakan: jalan Naqsyabandi telah dipilih sebagai satu gerbong lokomotif penantian kedatangan Imam akhir zaman, al-Mahdi AS. Beberapa wali agung dari jalan ini telah dianugerahi perjumpaan dengan sang Imam di 'alam gaibNya', khususnya syekh Khalid al-Baghdadi dan syekh Abdullah Faiz ad-Daqestani dengan membawa serta murid-murid utama, untuk menerima baiyat.

Bagi sebagian besar pikiran orang, 'berat', menerima informasi mengenai 'telah berjumpa' dengan al-Mahdi AS. Sebelum turun perintah tampil, dari Yang Mengutus-nya. 

Namun dalam 'logika' tasawuf, hal semacam ini dapat diterima baik. Ajaran Islam mengehedaki pengikutnya memiliki Iman sejati. Keimanan sejati, mengantar pada penerimaan kalimat suci al-Quran secara umum. Secara khusus, kabar akan kedatangan al-Mahdi AS. 

Keimanan sejati, juga memungkinkan perjumpaan dengan sang Utusan. Manusia-manusia agung dalam jalan Naqsyabandi, yang diberkahi makrifatullah sebagai waliNya, (sebagian) akan dan telah diberi 'jalan pertemuan', sebelum kehadiran sang utusan. Sebagai rahmatNya, untuk memberi bukti atas keberadaan sang utusan yang digaibkan. Dan sedang menungguh perintah penugasanNya.

Di abad ke 10, sang Nabi akhir zaman SAW dinanti dan ditunggu-tunggu. Dalam harap meluap-luap. Di abad 20 ini, khalifah terakhir ummat manusia, al-Mahdi As, juga diharapkan kedatangannya, segera. Dalam asa yang terayun diantara yakin dan gamang.     

Para pencinta Kesejatian dan perindu Kemuliaan, menjadi Qais yang merindu pada Laila. Perih derita terasa dalam hasrat menanti. Nestapa, meremukkan dada dalam asa penungguan. Namun takdir kehadiranya tetap diatas tanganNya secara mutlak.

Di jalan Naqsyabandi, nafas berhembus lirih menyanyikan lagu rindu, dalam zikir-zikir yang panjang. Bersama dendang merdu shalawat al-Mahdi. Di jalan itu, sang pembimbing manusia ke jalan Haq di akhir zaman, tiada henti mendengungkan dalam lingkaran syuhbahnya mengenai cahaya yang dinanti, di akhir zaman ini. 

Sang pembimbing tiada letih, dengan segenap daya upaya mengajak manusia, kembali kepada yang Haq. Dalam labirin dunia yang gelap dari cahaya keimanan sejati. Dunia di akhir zaman, menjelang kedatangan utusanNya yang terakhir. 

Sampai detik akhir ketika nafas hendak berpisah dari raganya, syekh yang mulia lahir dan batin itu, maulana Muhammad Nazim Adil al-Haqqani, tetap mengisyaratkan kewajiban menunggu sang utusan akhir zaman.

Dalam suara lirih, beliau berujar: Insyaa-Allah kalian akan bahagia dengan Sayyidina al-Mahdi AS dan kalian harus berdoa sebagi hamba yang lemah. Selama tujuh puluh tahun saya menanti, membuat diri saya siap untuk menyambutnya ketika beliau datang. Selama tujuh puluh tahun saya mendengar tentang beliau, hati saya dipenuhi dengan cinta dan pelayanan terhadapnya! Jika seseorang berniat ingin bertemu Mahdi AS tetapi dia telah meninggal maka dia akan dihidupkan kembali untuk bersama Mahdi as, jika mereka berdoa: Ya Allah biarkan aku menjadi pendukung Mahdi AS, kemudian dia meninggal maka Allah akan menghidupkan dia bersama Mahdi AS.

Kegelapan menyeluruh telah menyelimuti dunia di akhir zaman. Seperti awan hitam yang menghampar, tebal menutupi semua udara di langit. Siap menumpah hujan, membawa banjir bencana dan membawa serta petir. Getirkan hati yang membangkang padaNya. 

Kedatangan al-Mustafa SAW disambut zaman gelap gulita moral manusia jahiliyah, kemudian diterangiNya melalui utusanNya yang lemah lembut itu. Kedatangan al-Mahdi AS, juga didahului kegelapan, melanda hidup manusia modern. Tenggelam dalam materialisme (cinta dunia). Menolak patuh terhadap  perintah dan larangan suciNya. 

Dan demi Rasa Cinta dan kemuliaan manusia, didatangkan utusan membawa cahayaNya. Untuk menerangi kegelapan. Sang utusan adalah kahlifah Rasulullah SAW bagi ummatnya, bagi ummat manusia pada jelang waktu dunia berakhir, dialah Muhammad al-Mahdi AS.

Melalui berkah wali-wali agung di jalan Naqsabandi, pewaris semangat Salman al-Farisi dalam percarian dan penantian utusaNya, semoga pula menetes kepada segenap jiwa yang berdiri di jalan ini sepanjang hayatnya. Menyerahkan dirinya sebagai hamba bagi urusan al-Mahdi AS, jika tiba saatnya. 

Sepenggal kisah surgawi akan dipertotonkanNya di ujung masa dunia, sebagai karunia dan penetapan janjiNya pada hamba-hamba yang tulus di jalan lurus.

#Narasi di Ujung Senja (inspirasi dari syuhbah-syuhah syekh Nazim al-Haqqani tentang Imam Mahdi AS)

SM, Rabiul Awal, 1443 H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun