ODE DARI NEGERI PAMAN SAM
Aku dapat kiriman puisi dari teman di Amerika, berbunyi begini :
Jika pagi
Jangan terlalu banyak sarapan demokrasi
Jika siang
Hati-hati mengunyah isu terorisme
Jika malam
Jangan terlalu banyak merenung tentang ham
Disini di negeri paman sam
Demokrasi, terorisme dan ham adalah zat pencampur
Warna warni lipstik untuk pelacur
Juga sebagai topeng  bagi tukang sulap
Di panggung sandiwara politik
Di sini di negeri paman sam
Helai-helai jiwa bayi luruh dari api kebebasan dan
Tertindas di bawah kaki patung liberty
Setiap pejalan kaki di bawah musim yang datang silih berganti
Adalah langkah gontai gelandangan yang terbuang
Rindu akan belaian jemari-jemari sutra bunda kehidupan
Setiap pandangan yang bertemu disela-sela kerja tiada henti
Adalah tatapan kosong membentur dinding-dinding gedung bisu
Mencari kecupan mesra bibir sang kekasih
Di sini di negeri paman sam
Ketakjuban mata berhenti di leher
Tidak ada tetes embun yang sejuk tiba di hati
Setiap musim adalah bunyi kretak ranting-ranting patah
Dan daun-daun kering terhampar resah sepanjang jalan berwarna hitam
Kaca-kaca bening jendela rumah buram
Sebab embun teroris dari pucuk-pucuk daun
Negeri paman sam
Perkampungan yang dibangun dengan semangat kembara
Para cowboy liar yang berkuda dengan pistol mengacung ke udara
Setiap suara ringkikan adalah nada dasar
Kitab-kitab imperialisme dan buku-buku kolonialisme
Setiap letusan pistol adalah tanda
Dari lambang kekuasaan yang harus digenggam teguh
Oleh tangan setiap presidennya
Jika pagi
Telusurilah kitab-kitab keabadian
Jika siang
Teteskan keringat merangkai kembang-kembang budayamu sendiri
Jika malam
Pejamkan mata, heningkan hatimu dan tangkap
Setiap makna yang lahir dari rahim negeri-negeri timur.
CACIAN DEMONSTRAN
Untuk Bush dan kawan-kawannya
Hatimu
Batu!
Hatimu
Batu!
Untuk Bush dan kawan-kawannya
Hatimu
Batu!
Hatimu
Batu!
Demikian bunyi tulisan yang tergeletak di atas kertas berwarna hitam yang bergulir-gulir di terpa angin kemarau yang melintas seketika pada senja itu, usai para demonstran melukis angin dengan teriakan dan caci maki atas gerhana yang menimpa negeri irak oleh dunia yang hatinya telah membeku.
Demikian bunyi tulisan di atas lembah sejarah modern ummat manusia yang  menyebut diri sebagai anak cucu simpanse.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H