Mohon tunggu...
Syafriansyah Viola
Syafriansyah Viola Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

suka baca fiksi dan sekali-sekali....menulis!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Semua Orang Bisa Menulis, Asalkan....

10 Juli 2015   01:59 Diperbarui: 10 Juli 2015   01:59 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logika Sungai dalam Menulis (sumber foto: www.kompas.com)

Ruangan itu tampak ramai. Saya dan seorang teman lain sedang duduk di sebuah kedai kopi dipinggir jalan. Pelayan kedai sibuk menyiapkan pesanan. Seorang pria di sebelah saya bercerita panjang-lebar kepada teman disebelahnya. Waktu itu, saya ingat betul teman saya itu bercerita juga tentang perjalanan liburannya kemarin.

Saya mengangguk-angguk sambil menyeruput minuman kopi. Akh, ssedaapp dan nikmat. Dia bercerita dengan sangat detail sekali. Dia juga menyebut nama, tanggal, lokasi yang dikunjunginya dengan sangat antusias dan bersemangat. Dia juga menunjukan foto-foto liburannya itu. Saya melihat foto-foto itu dan merasa takjub dengan lokasi yang dia ceritakan.

Sampai-sampai saya tak lagi bisa mendengar sayup-sayup suara beberapa orang yang sibuk ngobrol di kedai itu. Saya mengedipkan mata dan menyimak dengan sangat serius. Saya spontan beraksi, “wah, liburan yang menyenangkan ya! Saya juga mau bikin acara liburan kayak begitu?”

Seperti halnya berbicara, menulis juga seperti itu. Menulis bisa seringan berbicara. Atau semudah kita ngobrol-ngobrol santai dengan teman akrab. Sebab sebuah tulisan itu hampir selalu menceritakan hal kejadian atau pengalaman, atau bisa saja reaksi dan pendapat kita tentang keduanya.

Bayangkan ketika sedang dipanggung, menyampaikan cerita kepada pendengar (dalam hal tulisan, pendengar adalah pembaca). Ketika saya membaca sebuah satu tulisan yang baik, ceritanya seolah menjadi hidup. Karakter tulisannya, sederhana dan mudah diingat. Tulisan yang menarik itu harus sederhana, menggelitik, narasi yang lezat, dan mudah dipahami. Dan yang hebatnya lagi, tulisan itu bisa disampaikan kepada orang lain, untuk diceritakan ulang.

Sadar atau tanpa kita sadari, seorang penulis adalah sekaligus seorang pembicara bagi dirinya sendiri. Berikut ini adalah serba-serbi tentang menulis semudah berbicara.

1/ Todong Diri Kita dengan Pertanyaan

Pertanyaan memiliki kekuatan. Dalam menulis, sadar atau tanpa kita sadari, saya selalu bertanya kepada diri sendiri, “Apa lagi yang saya mau tulis ya?” Tentu ini membuat saya terdorong untuk menjawabnya. Karena secara psikologis, dengan adanya pertanyaan itu, saya seperti ditodong dengan pistol kaliber 4,5 untuk memberikan jawaban secara otomatis. Ini dan itu.

Dari sanalah biasanya ide-ide tulisan bermunculan. Sebab ,lazimnya, semua jawaban pertanyaan itu sudah ada dalam pikiran kita. Hanya saja pintunya belum terbuka.

“Topik apa yang menarik untuk ditulis ya?”

“Saya harus mulai menulis dari mana nih?”

“Kejadia A, Peritiwa B, sosok C, atau Pengalaman kuliner kemarin?”

“Akh, topik ini sudah banyak ditulis orang lain?”

“Bagaimana kalau saya menarasikannya begini atau begitu, pasti menarik?”

Saya menilai pertanyaan-pertanyaan adalah cara ampuh untuk mengalahkan diri sendiri dalam mendobrak kebuntuan menulis. Todongan pertanyaan ini juga memaksa diri saya untuk membaca lebih banyak. Melahap lebih banyak informasi hingga kenyang. Agar saya bisa menentukan satu pilihan topik yang menarik untuk ditulis dan mulai menulis. Biasanya kalo sudah menemukan paragraf awal pembuka tulisan. Selebihnya ide mengalir deras bak arus sungai di musim hujan.

2/ Logika Sungai dan Tanggung Jawab Penulis

Awalnya, memang, saya coba memberi tugas dan berkomitmen agar menulis untuk diri kita sendiri. Tak peduli bagaimana respon pembaca. Seperti logika sungai, yang selalu mengalir tak putus-putus, jernih dan tenang. Menulis juga serupa itu.

Sesudah itu, saya mulai belajar, ada tanggung jawab seorang penulis terhadap pembacanya. Kepada siapa tulisan itu dialamatkan? Bagaimana reaksi pembaca tulisannya? Marah, bereaksi emosional, ada penolakan atau menyukai tulisan kita? Atau tak ada maksud sama sekali, sebatas menulis dan menulis saja?

Saya mulai menyadari, sebuah tulisan akan memiliki efek atau dampak tertentu. Pas sekali, dipojok bawah kolom Kompasiana memberi rambu-rambu begini, “Kompasiana adalah Media Warga, Setiap Konten Dibuat Oleh dan Menjadi Tanggung Jawab Penulisnya.”

Tulisan kita akan disaring sesuai dengan keyakinan, prasangka dan nilai para pembaca. Bisa bernilai positif sebagai pelecut semangat menulis. Atau bahkan bisa juga dirasakan menyakitkan atau dirasa negatif. Itu semua adalah asam-garam dalam menulis. Selamat Menulis.

Salam Hangat!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun