Mohon tunggu...
Syafirda AzmiFahriyanti
Syafirda AzmiFahriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Saya mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya yang mendalami minat pada isu-isu gender, disabilitas, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Skandal Es Krim Aice vs Buruh: Strategi Manajemen Konflik dalam Hubungan Industrial di Perusahaan Multinasional

19 Desember 2023   16:54 Diperbarui: 19 Desember 2023   16:54 4266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditulis Oleh :

Rani Trioustita -- 215120101111004 -- Sosiologi B5

Syafirda Azmi Fahriyanti -- 215120101111011 -- Sosiologi B5

Perselisihan PT. Alpen Food Industry dengan Buruh Pabrik

Sejak tahun 2017, permasalahan yang dialami buruh pabrik PT. Alpen Food Industry (AFI) tidak kunjung usai. Permasalahan tersebut bermula karena adanya kasus eksploitasi buruh pada karyawan es krim Aice. Aice sendiri merupakan salah satu merek es krim yang berada di bawah naungan PT. Alpen Food Industry, sebuah anak perusahaan multinasional dari Singapura. Hingga pada tahun 2020 yang lalu muncul tagar boikot Aice yang beberapa kali menjadi trending Twitter. Gerakan tagar boikot Aice muncul ketika perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada ratusan buruh secara sepihak ketika para buruh melakukan aksi mogok kerja. Pasalnya, aksi mogok kerja tersebut dilakukan karena perusahaan tidak berusaha memperbaiki apa yang diperjuangkan oleh buruh. Salah satu persoalan yang ingin diperjuangkan adalah waktu kerja bagi buruh perempuan yang sedang hamil. Dalam beberapa kasus, buruh yang sedang hamil tetap dipaksa untuk bekerja, bahkan hingga malam hari. Akibatnya banyak dari buruh tersebut yang mengalami keguguran (CNN Indonesia, 2022). Persoalan lain yang ingin diperjuangkan adalah terkait penurunan upah, penanganan yang buruk saat terjadi kecelakaan kerja, sanksi yang tidak proporsional, sulitnya pengambilan cuti, buruh kontrak, kontaminasi lingkungan, mutasi pekerja terhadap anggota serikat, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengadaan buruh outsourcing, hingga buruh yang dipaksa membuang limbah pada malam hari. Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) bersama Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) PT. Alpen Food Industry telah melakukan aksi unjuk rasa terkait eksploitasi buruh yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan (Sandi, 2020). Meskipun demikian, dari pihak perusahaan tidak menggubris aksi unjuk rasa tersebut. 

Analisis Permasalahan Hubungan Industrial melalui Perspektif Karl Marx 

Jika mengacu pada permasalahan di atas, eksploitasi yang terjadi pada buruh Aice sejalan dengan pemikiran Karl Marx mengenai praktik kapitalisme. Kapitalisme sendiri merupakan suatu paham ekonomi yang memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi dan memperoleh keuntungan. Praktik tersebut akhirnya memunculkan kelas sosial, yaitu kelas borjuis dan proletar. Dua kelas yang telah disebutkan memiliki posisi yang sangat berbeda. Kelas borjuis dikenal sebagai kelas pemilik modal, sedangkan kelas proletar merupakan kelas pekerja yang tidak memiliki modal atau alat produksi sehingga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kelas borjuis. Dalam praktiknya, kedua kelas tersebut sering mengalami pertentangan karena kelas borjuis sering melakukan penindasan kepada tenaga maupun pikiran dari kelas proletar (Farihah, 2015). Dalam kasus ini, PT. Alpen Food Industry berperan sebagai kaum borjuis yang melakukan praktik eksploitasi terhadap buruh sebagai kaum proletar dengan tujuan ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mengeluarkan modal yang besar. Penindasan tersebut mengakibatkan penderitaan bagi kaum buruh sehingga mereka berada dalam posisi yang dirugikan dan mengalami kondisi hidup dalam kemiskinan serta keterasingan atau alienasi yang semakin meningkat. 

Marxisme menyatakan bahwa sistem internasional lebih menomorsatukan ekonomi, sementara itu politik berada di nomor dua dan menganggap tatanan dunia merupakan sistem kapitalis (Jackson & Sorensen, 2013). Perusahaan multinasional yang menerapkan sistem kapitalis menganggap bahwa manusia dapat dikendalikan oleh kaum borjuis sehingga mengakibatkan tindakan eksploitatif dan ekspansif. Sistem kapitalis tidak hanya menciptakan penghalang antara buruh dengan pekerjaannya, tetapi juga buruh dengan lingkungan sosial sekitarnya, bahkan memisahkan individu dari dirinya sendiri. Para buruh kehilangan kebebasan individual karena telah dirampas oleh sistem yang telah melingkupinya. Mereka tidak memiliki waktu, tenaga, serta keinginan sendiri karena dikekang oleh sistem yang diterimanya sebagai sebuah kenyataan. 

Berkaca pada aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh Aice, kondisi tersebut yang kemudian diinginkan oleh Marx dengan tujuan memunculkan kesadaran kelas dimana kaum proletar menyadari bahwa mereka tertindas dan pada akhirnya melakukan pemberontakan terhadap kaum borjuis. Kesadaran kelas yang dimaksud Marx disini adalah kesadaran subjektif terhadap kepentingan kelas yang dimiliki bersama orang lain dalam posisi yang serupa dalam suatu sistem produksi (Doyle, 1986). Kepentingan kelas kaum proletar atau buruh Aice dalam kasus ini adalah kenaikan gaji dan perubahan sistem kerja yang lebih manusiawi atau penguasaan terhadap proses produksi yang lebih luas. Kesadaran kelas tersebut pada akhirnya akan membentuk tindakan perjuangan kelas, seperti yang telah tercermin dalam kasus di atas adalah aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) bersama Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) PT. Alpen Food Industry. Dengan tindakan tersebut diharapkan dapat menciptakan perubahan sosial dan menghasilkan masyarakat tanpa kelas yang selama ini diinginkan oleh Karl Marx. Dalam skala yang lebih sempit kaum buruh ingin dipekerjakan secara layak dan dibebaskan dari tindakan eksploitasi.

Strategi Manajemen Konflik dalam Hubungan Industrial di Perusahaan Multinasional

 Seperti yang dijelaskan di awal bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh dipicu karena adanya eksploitasi tenaga kerja, terutama perempuan oleh pihak PT. Alpen Food Industry. Jika dilihat berdasarkan jenisnya, konflik tersebut dapat digolongkan ke dalam relationship conflict karena konteksnya adalah hubungan antara manajemen dengan kelompok pekerja (Susanto et al., 2022). Akibat adanya unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh, PT. Alpen Food Industry secara langsung mengalami penurunan produktivitas perusahaan. Di tengah aksi unjuk rasa serikat buruh, perusahaan akhirnya mengambil langkah untuk mendatangkan pekerja outsourcing dari Jawa Timur sebagai upaya untuk mengatasi penurunan produktivitas sekaligus sebagai upaya untuk menghindari konflik (F-SEDAR, 2020). Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan eskalasi konflik yang terjadi, tidak dapat dipungkiri bahwa akhirnya perusahaan tidak dapat menghindari konflik karena mempengaruhi perilaku pekerja dalam perusahaan. 

Untuk mendapatkan resolusi konflik yang tepat, sejak tahun 2017 hingga 2020 perusahaan tampak tidak berusaha mencari dan memahami akar permasalahan konflik yang terjadi (Susanto et al., 2022). Hingga pada akhirnya, PT. Alpen Food Industry mengambil penyelesaian konflik secara kompromi setelah adanya upaya mediasi yang dibina oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi. Sebelumnya, pihak perusahaan tidak memenuhi panggilan mediasi sebanyak dua kali, namun setelah melakukan PHK sepihak terhadap buruh yang terlibat aksi mogok kerja, akhirnya manajemen perusahaan bertemu dengan perwakilan serikat pekerja melalui undangan mediator oleh Dinas Tenaga Kerja Bekasi (Regina et al., 2021). Dalam penyelesaian konflik melalui mediasi, pihak perusahaan harus berkomitmen untuk mematuhi hasil mediasi oleh pihak ketiga yaitu Dinas Tenaga Kerja Bekasi sebagai mediator. 

Penyelesaian konflik dalam hubungan industrial melalui mediasi termasuk ke dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) karena tidak mengikat (non-binding mediation) (Susanto et al., 2022). Dengan begitu, ketika konflik hubungan kerja antara perusahaan dengan buruh seperti pada kasus es krim Aice masih dapat dimediasi oleh pihak ketiga yang ditunjuk pemerintah dan belum sampai ke ranah publik, perusahaan lebih leluasa menentukan pemecahan masalah bersama dengan perwakilan serikat pekerja melalui perantara mediator yang telah disetujui bersama. Dalam hal ini, pihak ketiga sebagai mediator juga harus kompeten menjadi penengah untuk menemukan solusi terbaik bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik. Selain itu, komunikasi antara kedua belah pihak juga harus ditingkatkan untuk mengurangi kesalahpahaman dan menciptakan forum diskusi yang baik sebagai upaya mencapai kesepakatan bersama. 

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa PT. Alpen Food Industry menghadapi permasalahan serius terkait eksploitasi buruh, khususnya terhadap perempuan hamil, penurunan upah, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi. Kondisi tersebut mencerminkan eksploitasi buruh yang sejalan dengan pemikiran Karl Marx mengenai praktik kapitalisme. PT. Alpen Food Industry berperan sebagai kelas borjuis yang mengejar keuntungan maksimal tanpa memperhatikan kondisi buruh sebagai kelas proletar sehingga menciptakan ketidaksetaraan sosial, penderitaan bagi buruh, dan alienasi. Sementara itu, kesadaran kelas seperti yang diinginkan oleh Marx muncul dalam tindakan perjuangan kelas buruh untuk kenaikan gaji, perubahan sistem kerja, dan pengaruh lebih besar terhadap proses produksi. 

Di sisi lain, konflik antara perusahaan dengan buruh dapat dikategorikan sebagai relationship conflict yang mana berdampak langsung terhadap produktivitas perusahaan. Meskipun perusahaan mencoba mengatasi konflik dengan mendatangkan pekerja outsourcing, eskalasi konflik tetap tidak dapat terhindarkan. Penyelesaian konflik melalui mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Bekasi menunjukkan upaya perusahaan untuk mengakhiri ketegangan. Proses tersebut termasuk ke dalam Alternative Dispute Resolution (ADR), dimana hasil mediasi tidak mengikat, tetapi perusahaan diharapkan mematuhi kesepakatan hasil mediasi. Dengan begitu, peningkatan komunikasi dan upaya mencapai kesepakatan bersama menjadi kunci untuk menyelesaikan konflik industrial dan mencegah eskalasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. 2022. "Cerita Buruh di Tengah Ramai Tagar Boikot Aice di Twitter". CNN Indonesia. Diakses pada tanggal 16 Desember 2023 melalui https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220628123100-92-814451/cerita-buruh-di-tengah-ramai-tagar-boikot-aice-di-twitter.

Doyle, P. J. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. 

Farihah, Irzum. Filsafat Materialisme Karl Marx (Epistemologi Dialectical and Historical Materialism). FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan. 3(2).

F-SEDAR, 2020. Rangkuman Kasus AICE. F-SEDAR. Diakses pada tanggal 17 Desember 2023 melalui https://fsedar.org/rangkuman-kasus-aice/.

Jackson, R., & Sorenson, G. 2013. Introduction to International Relations, Edisi Kelima. Oxford University Press.

Sandi, Ferry. 2020. "Skandal Es Krim Aice Vs Buruh Belum Juga Usai, Ini Updatenya". CNBC Indonesia. Diakses pada tanggal 16 Desember 2023 melalui https://www.cnbcindonesia.com/news/20201001142818-4-190891/skandal-es-krim-aice-vs-buruh-belum-juga-usai-ini-updatenya.

Susanto, P. C., Bontot, I. N., Gautama, N. W., & Savitri, I. A. M. D. 2022. Manajemen Konflik dan Resolusi Konflik: Studi Kasus pada PT. AFI (Es Krim Aice). In Seminar Ilmiah Nasional Teknologi, Sains, dan Sosial Humaniora (SINTESA) (Vol. 5).

Regina, R., Mahardhikawatie, A., Kusumawardhana, I. 2021. Analisis Studi Kasus Krisis Komunikasi PT. Alpen Food Industry (Aice Ice Cream) dan Serikat Buruh. Sosio Dialektika 6, 149--166. https://doi.org/10.31942/sd.v6i2.5678.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun