Mohon tunggu...
Nurma Razka Syafira Putri
Nurma Razka Syafira Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

luxurious things : time and healthy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Teoretis: Analisis Perbedaan & Persamaan Antara Teori Realisme, Neo - Realisme, Liberalisme, Neo - Liberalisme dalam Hubungan Internasional

14 Oktober 2024   01:09 Diperbarui: 14 Oktober 2024   01:09 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya apa itu paradigma? Istilah paradigma sering sekali tumpang -- tindih dengan istilah teori. Secara sederhana, paradigma yaitu cara pandang dalam memandang dunia. Jika diibaratkan dengan kacamata, paradigma memiliki fungsi sebagai lensa untuk melihat dan menganalisis suatu objek dan suatu fenomena. Isi dari suatu paradigma biasanya terdiri dari beragam teori dan dapat dikatakan pula jika paradigma merupakan 'rumah' bagi suatu teori. Dengan demikian disimpulkan bahwa paradigma berkedudukan lebih tinggi daripada teori karena secara konsep dan sebab-nya juga lebih luas.

Teori hubungan internasional yang akan dibahas dan dianalisis kali ini terkait 4 teori yaitu dimulai dari teori realism dengan alirannya yaitu neo -- realism selanjutnya teori liberalism dan salah satu alirannya yaitu neo -- liberalism. Tujuan dari penulisan esai ini adalah untuk dapat menganalisis dan melihat terkait perbedaan dan persamaan antara teori -- teori dalam hubungan internasional diantaranya, teori realism, neo -- realism, liberalism, dan juga neo -- liberalism. Tujuannya untuk mengeksplorasi analisis teoritis terkait persamaan dan perbedaan antara teori -- teori tersebut dalam konteks hubungan internasional.

Realism lahir sebagai reaksi dari adanya Idealisme, suatu teori yang menyatakan jika manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan dunia yang damai dan tentram jika semua negara serempak menjalin ikatan diplomatic yang kooperatif, namun lain hal dengan realis yang muncul sebagai jawaban dari "Tindakan apa yang harus dilakukan jika terjebak dalam situasi anarkis?"

Thomas Hobbes beranggapan jika pada dasarnya sifat manusia itu egois atau hanya mementingkan diri sendiri, kejam, haus kekuasaan, dimana ia menggambarkan bahwa "manusia adalah serigala bagi yang lain" (homo humini lupus) (Schmandt, 2015: 310-311). Para pemikir realis beranggapan bahwa didalam dunia yang anarkis ini, negara menjadi actor utama dalam hubungan internasional sehingga kepentingan nasional negara adalah bagaimana caranya suatu negara harus mendapatkan kekuasaan sehebat mungkin, dalam konteks ini tidak ada badan keamanan yang dapat mengatur negara -- negara di dunia sehingga sering kali dilakukan melalui persaingan dan konflik untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasional negara itu sendiri.

  • Neo -- realism

Dalam perkembangannya, teori realism terbagi atau terpecah menjadi beberapa bagian salah satunya yaitu neo -- realism yang dimana aliran ini dicetuskan oleh Kenneth Waltz, ia tidak setuju dengan pikiran jika perang terjadi dikarenakan sifat asli manusia yaitu kejam, jahat, brutal dan yang lainnya, ia berpikir jika hal itu membuat teori dalam hubungan internasional menjadi kurang ilmiah.

Waltz menggunakan kerangka berpikir ekonomi untuk merumuskan aliran dari teori realism ini. Menurutnya perang bukan hanya terjadi sebab keinginan negara, namun terjadi atas adanya sifat anarki pada struktur internasional yang hal tersebut menyebabkan perang tidak dapat dihindari. Teori ini menyatakan bahwa tujuan utama negara adalah sebuah keamanan dimana negara untuk mendapatkan keamanannya salah satunya dengan balancing, merupakan salah satu strategi untuk dapat melawan sebuah ancaman seperti dengan memperkuat pertahanannya atau dengan membuat aliansi.

Neorealism juga terdapat dua aliran; realism ofensif dan realism defensif, ofensif dilandasi dengan pemikiran jika negara - negara besar menaruh curiga terhadap satu sama lainnya dengan menghasilkan resiko yaitu perang, karena hal tersebutlah untuk menjadi aman maka dengan menjadi yang terkuat. 

Sedangkan defensif, mengatakan jika kekuasaan yang besar bukanlah tujuan utama suatu negara namun keamanan. Bagi negara dalam pendapat ini mengatakan jika mempertahankan status quo sudah cukup asalkan keamanannya tidak terganggu. 

  • Liberalism

Akar pemikiran terhadap teori ketiga yang akan dibahas kali ini terletak pada gagasan jika kebebasan individu sebagai manusia harus dijunjung tinggi karena nilai dasar dari teori kali ini adalah tentang kebebasan. Dalam hal ini teori liberalism sangat bertolak belakang dengan teori realism, jika pandangan realis percaya bahwa perdamaian hanyalah angan sedangkan liberalism percaya jika perdamaian dapat diciptakan lewat kerjasama dan organisasi internasional.

Kaum liberalis memandang jika dalam dunia internasional yang dimaksud actor itu bukan state namun individu dan kelompok, dimana negara bukan entitas tunggal melainkan representasi atau perwakilan dari individu dan kelompok tersebut. Liberalism memandang jika negara -- negara saling melakukan kerjasama untuk dapat memenuhi tujuannya masing -- masing, sangat kontradiktif dengan realism yang mengatakan jika kerjasama sulit dicapai karena hasil akhir hanya tentang menang dan kalah, bagi liberalis, kerjasama yang dilakukan akan dapat tercipta hubungan yang win -- win (non-zero sum game) yang dimana masing -- masing pihak merasa puas akan hasil yang sudah dibagi.

  • Neo -- liberalism

Teori ini merujuk pada gagasan mendukung pasar bebas (free trade) deregulasi pasar atau tidak banyak aturan dan menghapus aturan yang mempersulit karena kelancaran merupakan salah satu aspek pendukung dalam kegiatan ini, dimana dalam hal ini pemerintah tidak banyak ikut campur perihal ekonomi atau urusan individu, pemerintah dalam posisi ini cukup untuk memfasilitasi dan menjebatani tanpa adanya intervensi sehingga negara akan sejahtera. Disini Hyke sebagai salah satu tokoh neo -- liberalis memberi kritikan jika adanya intervensi dari pemerintah dalam hal ekonomi hanya akan menyebabkan keotoritarian dari negara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun