Di era digital saat ini, teknologi informasi dan komunikasi menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Namun, teknologi ini juga membawa dampak negatif berupa ancaman siber. Penyebaran hoaks, fitnah, dan informasi yang tidak benar dapat merusak kesatuan bangsa. Misalnya, dalam situasi politik yang penuh ketegangan, informasi yang salah atau provokatif dapat dengan cepat tersebar dan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Ancaman siber ini dapat memengaruhi proses demokrasi, stabilitas politik, dan ketahanan nasional. Di sisi lain, meskipun teknologi memberi banyak kemudahan dalam meningkatkan kualitas hidup, teknologi yang tidak dibarengi dengan pemahaman tentang pentingnya kebijakan dan etika digital justru dapat menambah kerusakan dalam tatanan sosial dan negara.
- Ketidakmerataan Pembangunan dan Kesenjangan Sosial
Ketidakmerataan pembangunan antara daerah satu dengan daerah lainnya di Indonesia menjadi salah satu faktor yang dapat mengancam persatuan bangsa. Wilayah-wilayah terpencil dan kurang berkembang seringkali merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan perhatian yang sama dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Ketidakmerataan ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat, yang berujung pada potensi konflik sosial dan ancaman separatisme.
Salah satu akibatnya adalah munculnya ketimpangan sosial yang semakin tajam, baik dalam akses terhadap pelayanan publik maupun dalam peluang ekonomi. Ketidaksetaraan ini memperburuk rasa kebersamaan dan solidaritas yang menjadi dasar bagi wawasan kebangsaan dan bela negara.
Tantangan dalam Penerapan Nilai-Nilai Wasbang dan Bela Negara
- Perbedaan Pandangan dan Politisasi Isu Kebangsaan
Dalam kehidupan berbangsa yang demokratis, perbedaan pandangan politik dan ideologi adalah hal yang wajar. Namun, di Indonesia, perbedaan ini sering kali dipolitisasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu yang merusak rasa persatuan. Banyak pihak yang menggunakan isu kebangsaan untuk membangun sekat-sekat ideologis, yang justru merusak nilai-nilai wasbang yang seharusnya dapat menyatukan semua elemen bangsa.
Ketika isu kebangsaan dipolitisasi untuk memenangkan kepentingan kelompok tertentu, maka semangat kebhinekaan dan kesatuan yang menjadi dasar Indonesia sebagai negara bangsa, bisa terancam. Pemahaman yang keliru dan disinformasi mengenai nilai-nilai kebangsaan, seperti Pancasila, hanya akan memperburuk polarisasi sosial.
- Krisis Kepercayaan terhadap Institusi Negara
Krisis kepercayaan terhadap institusi negara, seperti lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta instansi keamanan, seringkali menjadi hambatan besar dalam memperkuat bela negara. Ketika masyarakat merasa bahwa institusi negara tidak berfungsi dengan baik, tidak transparan, atau terlibat dalam praktik korupsi, maka rasa nasionalisme dan bela negara akan tergerus. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan memperburuk kesadaran akan pentingnya mempertahankan negara.
- Kurangnya Partisipasi Masyarakat dalam Bela Negara
Bela negara tidak hanya tugas militer, tetapi juga merupakan kewajiban bagi setiap warga negara. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia sering kali merasa bahwa bela negara hanya berlaku bagi anggota militer dan aparat penegak hukum. Padahal, bela negara juga dapat diwujudkan dalam bentuk partisipasi dalam pembangunan sosial, menjaga stabilitas politik, berperan aktif dalam kegiatan kemanusiaan, serta berkontribusi pada kemajuan negara.
Kurangnya kesadaran untuk turut serta dalam bela negara membuat sebagian besar warga negara hanya menjadi penonton dalam menghadapi tantangan global dan domestik. Padahal, tanpa partisipasi aktif masyarakat, negara akan kesulitan untuk membangun ketahanan yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman yang ada.
Upaya yang Dilakukan dalam Penerapan Nilai-Nilai Wasbang dan Bela Negara
- Pendidikan yang Menguatkan Nilai-Nilai Kebangsaan