"Dari survey kecil-kecilan yang dilakukan tim secara online ada enam alasan seseorang mudah menyebarkan hoaks," ujarnya.
Penjelasan utamanya, kata Sukumta, adalah utilisasi web yang tinggi. Di mana hoax lebih mungkin menyebar, semakin tinggi biaya penggunaan internet.
"Kedua, semakin tinggi kepercayaan terhadap konspirasi maka semakin tinggi kecenderungan menyebarkan hoaks, ini barangkali politik," katanya.
Kemudian, orang-orang yang memasukkan tingkat inisiatif dalam sebuah pertemuan. Karena hoax sering disebarluaskan.
"Yang ketiga disebabkan rendahnya kepercayaan agamanya lebih rentan untuk menyebarkan hoaks," katanya.
Sedangkan yang keempat, mengingat tidak adanya kepercayaan pada kemampuannya melalui virtual entertainment. Untuk tanggal 6 atau terakhir, dia mengatakan itu karena keadaan rendah daerah setempat yang secara umum akan menyebarkan penipuan dan memicu peluang untuk menyebarkan rekayasa.
Sementara itu, pakar periklanan dan korespondensi publik Freddy Tulung menambahkan, saat ini 170 juta klien web di Indonesia kewalahan oleh usia 16-24 tahun. Di mana web pergi melalui rentang hingga 9 jam sehari.
"Sembilan jam terkoneksi dengan Inter tentu akan mempengaruhi pola pikir. Ini yang harus diperhatikan karena 99 persen rakyat Indonesia menggunakan smartphone sehingga bisa diakses di mana saja dan kapan saja," ujarnya.
Â
2. Media siber di Indonesia sering melanggar etika dan hukum. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang telah terjadi seperti kasus penyebaran video porno, dan kasus hoax yang sering terjadi.
Beberapa kasus yang melanggar etika dan hukum di media siber di Indonesia adalah:
1. Kasus penyebaran video porno. Penyebaran video porno secara online merupakan pelanggaran etika dan hukum di Indonesia dan dapat menyebabkan tindakan pidana.
2. Kasus hoax. Di Indonesia, penyebaran hoax adalah pelanggaran etika dan hukum. Hal ini dapat membawa dampak buruk terhadap keselamatan seseorang jika hoax tersebut berdampak pada kesehatan fisik atau mental.