Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi Kurban adalah Cinta

31 Agustus 2017   22:28 Diperbarui: 31 Agustus 2017   23:03 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Allahu Akbar

Allahu Akbar

Allahu Akbar

Laa ilaha illaallahu Allahu Akbar

Allahu Akbar wa lillah Ilham...

Gema takbir terdengar seantero jagat raya memuji kebesaran Allah SWT. Hari raya Idul Adha kaum muslim menyebutnya. Hari dimana dianjurkan bagi kaum muslim yang mampu untuk melakukan kurban. Kurban berupa hewan ternak kambing, sapi, kerbau atau unta yang memenuhi syarat sah. Loh, ada syarat sah berkurban? Iya, begitulah ajaran islam tidak sembarangan hewan bisa dikurbankan. Hewan yang bisa dikurbankan 'poel' atau masuk usia 2 tahun atau lebih, sehat, jantan dan tidak cacat. Artinya hewan yang sempurna dari penampilan. Ayo, diperiksa lagi hewan kurbannya sudah memenuhi syarat?

Kurban mengandung nilai kemanusiaan yang sangat dalam. Ajaran islam untuk meneladani cinta bapak para nabi, baginda Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam. Salah satu riwayat kenapa Nabiyullah Ibrahim mendapat perintah menyembelih putra kesayangan yang puluhan tahun dinantikannya, karena dalam hati beliau pernah berujar jangankan ternak untuk menjamu para tamu, anak akan saya sembelih jika ada perintah dari Allah Azza wa Jallah. 

Memang Nabiyullah Ibrahim terkenal dermawan, setiap ada tamu selalu disuguhi daging ternak paling fresh (bukan daging usia 2 hari atau lebih hehe) dipilih kambing terbaiknya. Akhirnya turun perintah menyembelih putranya karena kecintaan pada Tuhan Yang Maha Kasih, pemilik segalanya. Cinta sesungguhnya. Sampai sekarang teladan Nabiyullah Ibrahim dilanjutkan anak manusia di seantero jagat setiap 10 Dzulhijjah.

Disisi lain sehari sebelum 10 Dzulhijjah umat islam yang menjalankan ibadah haji berkumpul di Arofah, Makkah. Intinya berdo'a, merenung, kontemplasi akan kehidupan. Dengan pakaian yang sama kain putih 'ihram' tidak ada tanda kehormatan pemberian negara yang melekat di dada. Semua sama, duduk mengharap ridlo Ilahi.

Agama untuk Cinta

Idul Adha yang didalamnya ada perintah kurban sesungguhnya mengajarkan kepada pemeluknya tentang cinta. Pemeluknya diajarkan untuk memanusiakan manusia. Nilai tertinggi agama adalah kemanusiaan. Dengan berkurban ada dimensi sosial yang terkandung didalamnya. Manusia diminta untuk berpikir agar mengambil hikmahnya. Bukan darah atau daging yang sampai kepada Allah SWT akan tetapi niat tulus dan kesadaran berbagi dan berkorban karenaNya. Cinta sesungguhnya yang bukan karena fisik atau penampilan tapi lebih dalam karena mengejar pelukanNya.

Manusia diberikan pikiran yang membedakan dengan makhluk hidup lainnya. Dalam kurban, dimensi kesalehan sosial yang dilatih dalam pelaksanaan kurban di hari raya Idul Adha. Memang tidak otomatis terbentuk, tapi manusia itu sendiri dipaksa mencari dengan perangkat pikirannya yang telah diberi. Ada yang berhasil memahami, ada yang belum sama sekali. Bukankah Nabiyullah Ibrahim dalam kontemplasi mencari Tuhan juga butuh waktu dan memakai pikiran? Bukankah hal demikian juga dialami oleh Baginda Rasulullah Sayyidina Muhammad SAW sebelum menerima wahyu pertama? Mari kita kontemplasi mencari terus mencari makna Cinta sejati. Semoga hati kita sekalian diIbrahimkan oleh-Nya yang sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun