"Ini dititipkan ke warung-warung lagi, Bu??"
"Iya, sebagian. Tapi sebagian lagi ibu berjualan keliling."
"Tidak apa-apa, Bu? Takutnya ntar ada polisi yang patroli kaya minggu lalu."
"Tidak, sekarang kayaknya udah nggak seketat minggu lalu."
"Kalau begitu Arya juga mau ngasong lagi ya, Bu?"
Mendengar perkataan anak laki-lakinya, ibu itu terhentak dan menghentikan pekerjannya. Wajahnya berubah, raut kesedihan mulai tampak dari wajahnya. Menyadari hal itu, sang anak pun mulai mengalihkan topik pembicaraan.
"Bu, kemarin bu RT bilang kue lumpur yang baru ibu buat itu enak, besok-besok bisa ditambah lagi buatnya," kata anak itu sambil menelan ludahnya dan mencoba tersenyum.
"Maafkan ibu ya, Nak. Ibu belum bisa membelikanmu HP untuk sekolah online." Perlahan ibu itu menatap putranya.
Sang anak yang menyadari keadaan itu, berusaha menegarkan dirinya, dicobanya untuk mengulum senyum meskipun dalam hatinya kerinduan untuk belajar semakin menjadi-jadi. Setidaknya ia masih bisa menunggu sampai pandemi ini selesai dan sekolah di buka kembali, meskipun ia harus tertinggal jauh dari teman-temannya, tapi ia tak akan sanggup melihat ibunya sedih apalagi selalu merasa bersalah atas keadaan yang menimpanya.
"Tidak apa-apa, Bu. Arya masih bisa belajar kok, ntar kalau pandeminya udah selesai juga Arya bisa melanjutkan sekolah, Arya kan anak pandai," ucap anak itu berusaha menenangkan ibunya.
"Terima kasih, Nak. Semoga kelak kamu bisa mencapai cita-citamu."