Beberapa waktu lalu, saya sempat membahas tentang pentingnya spiritualitas musik bagi jiwa. Kali ini saya ingin menceritakan sedikit suatu kisah kecil yang beberapa hari lalu saya dengar lewat penuturan seorang teman. Mengenai adiknya yang kecanduan minum-minuman keras. Teman saya itu bercerita dengan paras penuh rasa syukur. Membuat saya ingin membagi pengalamannya dengan anda sekalian..
Sang adik biasa disapa dengan nama Boy, pemuda yang sangat energik dan aktif dikegiatan lingkungannya. Hingga beberapa waktu lalu, entah mengapa Boy yang biasanya dikenal humoris, sikapnya lama-lama menjadi tidak menyenangkan. Sensitivitasnya menjadi begitu tinggi. Mudah tersinggung disertai marah-marah tidak kenal waktu. Keluarganyapun kebingungan dan ikut tersulut kemarahan. Hingga tak ada lagi damai dirumahnya. Saling bentak dan marah antara Boy dan kakak adiknya, bahkan orangtuanya kini menjadi pemandangan sehari-hari dikeluarga tersebut.Teman saya sebagai anak tertua mencoba menjadi penengah yang baik. Namun meredam suasana yang sudah terlanjur memanas tak semudah menyiram api dengan air. Karena tampaknya mulai ada dendam dihati masing-masing anggota keluarga. Kalau dibiarkan tentunya akan menjadi semakin tak bagus bagi perkembangan mental.
Teman saya tak tahu bagaimana memulai lagi perdamaian dirumahnya. Setiap usahanya menasehati adiknya, membujuk dengan lembut sampai sedikit tegas, tak jua membuahkan hasil sedikitpun. Yang terjadi kerapkali perasaanya ikut panas menerima respon dari Boy dan adik-adiknya yang lain karena sudah kadung saling bermusuhan satu sama lainnya. Cukup lama dia kasak-kusuk mencari penyebab sang adik yang kini menjadi trouble maker dalam keluarganya. Usut punya usut, barulah ketahuan, Boy adiknya yang selama ini dikenal baik dan vitalitasnya tinggi dalam segala hal, ternyata mulai mengkonsumsi minum-minuman keras. Teman saya tentu saja kaget dan tak percaya. Namun akhirnya kesadarannya mulai pulih, bahwa tak ada yang tak mungkin dijaman sekarang ini. Sang adik bisa saja awalnya hanya coba-coba karena pengaruh lingkungan. Dan akhirnya entah dengan alasan apa, menjadi kebiasaan buruk yang mengakibatkan kecanduan.
Lewat pendekatan yang hati-hati, teman saya mulai mencari-cari timing yang tepat untuk lebih dekat dengan sang adik. Mengajaknya bicara hal-hal ringan, disela gurauan. Atau membuatkan kue kesukaannya sambil berusaha mengorek pengakuannya. Semua dilakukan dengan menahan perasaan. Karena sang adik awalnya malah curiga dengan sikapnya yang tiba-tiba jadi perhatian, sebelum akhirnya mengakui keterlibatan dirinya pada minum-minuman keras. Kepada saya, teman saya itu sempat mengakui bahwa selama ini waktunya memang hanya dipergunakan untuk bekerja dan bekerja hingga kurang perhatian pada adik-adiknya. Maklum sebagai anak tertua dia menjadi tulang punggung keluarga yang berjumlah tujuh orang, termasuk orangtuanya yang kadang sakit-sakitan dan hanya pekerja harian disebuah pabrik roti kecil.
Setelah nyaris putus asa dengan sikap adiknya yang tak mau mendengarkan nasehatnya untuk menyadari bahayanya minum-minuman keras, padahal efek negatif perilakunya sekarang sudah dirasakan keluarganya sendiri. Teman saya tiba-tiba merasa mendapat pencerahan setelah menonton acara mimbar agama yang membahas tentang terapi musik religi untuk meredam emosi yang sedang labil. Maka teman saya yang seorang muslim itu mulai mencoba mencari lagu-lagu religi ditoko-toko kaset. Seperti lagu kelompok musik Bimbo, Ebiet dan beberapa kaset lagu-lagu rohani yang menurutnya enak didengar, tidak terlalu Arabic dan masih mengunakan bahasa Indonesia hingga mudah dicerna. Maklum menurutnya, lagu-lagu rohani dewasa ini mulai didominasi oleh bahasa asing tertentu yang tak mudah difahami dirinya sebagai kelompok musim abangan ( muslim yang belum sepenuhnya kaffah/sempurna). Saya tertawa mendengar istilah tersebut. Menurut saya sesungguhnya tak ada yang mampu menjadi hamba yang sempurna dalam menjalani semua perintah agama. Karena semakin ingin sempurna seseorang, biasanya semakin banyak kesalahan tak disengaja yang dia lakukan. Maka beragama sebaiknya lewat hati juga, tak cukup sekedar lewat logika. Karena ketulusan datangnya dari hati bukan dari otak. Otak hanya mampu melihat sesuatu yang bersifat tekstual dalam memahami ajaran-ajaran yang bersifat religi dan spiritualitas. Dengan demikian proses meningkatkan keimanan akan terasa lebih sederhana dan tak membebani. Tapi itu hanya pendapat saya saja.
Beberapa minggu kemudian saya bertemu lagi dengan teman saya yang baru pulang dari tugasnya diluar kota sebagai marketing. Dia tampak begitu antusias menceritakan tentang perkembangan adik dan keluarganya. Menurutnya, setelah sering memutar lagu-lagu rohani yang lebih ngepop namun tetap indah dan inspiratif didengar, seolah keajaiban mulai merayapi seisi rumah. Sengaja dia menyetel lagu-lagu itu agak sedikit keras agar terdengar sampai keluar kamar. Teman saya awalnya belum berani menyetelnya didalam ruang keluarga, karena takut disangka sok alim dan sebagainya. Menurutnya, maklum selama ini dirumahnya memang jarang diputar lagu-lagu religi. Bahkan boleh dibilang tidak pernah sama sekali. Kecuali saat lebaran itupun lewat acara-acara televisi saja yang banyak diselingi iklan-iklan.
Setelah setiap hari sepulang kerja dia menyetel lagu-lagu itu, beberapa anggota keluarganya kadang mulai ikut-ikutan menyanyi. Bahkan Boy sang adik yang bermasalah, sering dipergokinya duduk bersandar dikursi dekat radio sendirian menikmati lagu-lagu itu.
Entah karena syair-syairnya yang meneduhkan dan menyentuh, atau karena iramanya yang menurutnya memang enak didengar, sepertinya satu demi satu anggota keluarganya mulai bergantian menyetelnya. Kebetulan radio tapenya mulai dia letakan diruang tengah seminggu setelah perubahan terjadi dikeluarganya. Menurut teman saya, perubahan ini begitu melegakan dan mengharukan. Meskipun sebelum kasus adiknya, ketenangan keluarganya pernah ada, namun ketenangan dan kedamaian yang dirasakan sekarang terasa beda dari sebelumnya. Terdapat keakrabaan dan tidak hanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Hingga suasana yang terjadi bukan sekedar kedamaian yang kaku atau ketenangan tanpa jiwa. Tapi kedamaian yang mengakrabkan. Ikatan silaturahmi yang mulai terasa.
Suatu hari katanya, saat teman saya duduk membuat penganan kecil diruang dapur, Boy adiknya tiba-tiba duduk dihadapannya dan ikut membantunya. Meski awalnya sempat terkejut karena tak biasanya. Namun teman saya mencoba bersikap biasa. Dia tak menyinggung soal minuman keras. Tapi hanya bercerita bahwa dia senang suasana rumah kembali tenang dan akrab satu sama lain. Karena jarang lagi terdengar pertengkaran. Adiknya hanya tersenyum. Tapi kemudian teman saya terkejut, karena sang adik tiba-tiba buka suara dan mengakui bahwa dia sudah tak lagi minum-minuman keras. Awalnya sempat sulit, akunya. Namun dia terus mencoba. Yang lebih membuatnya terkejut adalah pengakuan berikutnya, bahwa keberhasilannya menjauhi minum-minuman keras tak lain karena seringnya dia mendengarkan musik religi yang sepertinya sudah menjadi lagu wajib ditengah keluarganya itu. Menurut adiknya, awalnya karena tertarik dengan irama lagunya yang enak didengar dan mudah dicerna . Tak terkesan ketinggalan jaman pula karena dikemas dengan irama pop ringan. Adiknya bahkan mengatakan, mungkin ini bukan termasuk musik religi, tapi musik yang bernuansa religi. Namun baginya pengkategorian itu tak lagi penting. Karena yang paling membuatnya takjub adalah syair yang dikemas dalam lagu itu begitu menggugah perasaan terdalamnya. Begitu saja masuk dan mengendap dibenaknya yang selama ini hanya dicekoki tema-tema lagu umum. Dan belum pernah mendengarkan secara fokus lagu-lagu bernuansa religi.Teman saya hanya menganggukan kepala mendengarkan adiknya bercerita lancar. Menurutnya sang adik tampak beda. Telah kembali ke dirinya yang dulu. Energik dan mau membantu tanpa diminta.
Demikianlah, spirit musik telah menyelamatkan satu keluarga dari kehancuran mental. Telah mengembalikan kedamaian yang sempat terkoyak. Kali ini penyelamatnya adalah musik yang bergenre religi.
Tak dapat dipungkiri bahwa musik religi punya nilai tersendiri bagi penggemarnya. Namun mendengarkan musik religi sebaiknya tak sebatas lewat telinga. Tapi juga lewat hati. Mengapa demikian? Ya, karena musik adalah jiwa .Dibuat oleh sesuatu yang berjiwa. Hati dan sense of art dari manusia pembuatnya. Dibantu oleh campur tangan Tuhan yang tentunya juga berjiwa. Bukankah Tuhan sesuatu yang Maha Hidup?
Musik religi bagaimanapun punya kelebihan sendiri. Mampu menggugah kesadaran atas kebiasaan buruk seseorang lewat syair-syairnya yang menyentuh. Seperti pengakuan Boy, adiknya teman saya itu. Mengapa tidak? Syair-syair yang dibuat untuk musik bernuansa religi tentu saja tak bisa sembarangan. Atau asal jadi. Tak bisa hanya sekedar memenuhi unsur keindahannya saja. Musik religi harus punya nilai lebih. Yakni lewat kekuatan syair-syairnya. Syair yang kuat tak akan mengurangi keindahan nuansa seni yang terkandung didalamnya. Syair yang kuat akan mengikat pembaca atau pendengarnya. Apalagi bila dikemas dalam sebuah lagu. Maka akan terjadi sinergitas yang powerfull. Namun syair kuat tanpa keindahan akan terkesan kaku dan menggurui. Maka disinilah pentingnya pemilihan kata. Pemilihan kata yang indah namun tetap membumi.
Maka sebuah lagu religi akan menjadi legendaris bagi pendengarnya bila memenuhi kaidah seni musik berupa keindahan seni, pemilihan kata dan nilai spiritualnya yang menonjol. Ini hanya sebagian saja tentunya. Tentunya para seniman musik khususnya yang mendalami musik religi lebih mengetahuinya secara pasti. Hingga lagu-lagu mereka menjadi begitu nikmat didengarkan, indah dijiwa, serta mampu menggugah perasaan untuk menjadi hamba Tuhan yang lebih baik hari ini, ataupun kedepannya.
Lagu-lagu religi yang dijumpai ditoko-toko kaset ada banyak ragam. Ada yang begitu kental nuansa religinya hingga terkesan konservatif. Ada juga yang lebih umum. Mungkin ada yang masih ingat dengan irama lagu qasidahan di era 70an yang konon begitu mendominasi perkembangan musik religi tanah air. Lalu ada lagu religi yang lebih kearah pop ringan seperti lagu-lagunya Bimbo ataupun Ebiet. Dan diera 90an mulai marak kelompok vokal seperti kelompok pemusik asal Malaysia yang begitu terkenal dikalangan komunitas muslim tertentu, yakni Raihan. Lagu-lagu Raihan tak selalu berbahasa melayu atau Indonesia, tapi juga menyelipkan bahasa Arab. Hingga tak semua muslim mampu memaknainya dengan baik. Meskipun begitu, tetap tak mengurangi ketertarikan muslim Indonesia dalam menerima kehadiran musik mereka. Lagu-lagunya dikenal sebagai kelompok musik nasyid. Dalam perkembangan selanjutnya bermunculanlah kelompok musik nasyid lainnya yang kental religiusitasnya dan agak konservatif. Bahkan artis-artis papan atas Indonesia mulai membuat album musim religi. Seperti grup band Ungu, Peterpan, Gigi, dan lain-lainya, baik grup band maupun individual lewat nuansa yang lebih kearah pop ringan.
Bagi umat Kristiani khususnya, Katolik. Umumnya mengenal musik Gregorian. Yang sarat religiusitas tinggi. Lebih dikenal dengan sebutan kidung Gregorian. Berikut sedikit penjelasan tentang kidung Gregorian yang saya kutip dari Wikipedia.
“Kidung Gregorian secara tradisional dinyanyikan oleh paduan suara pria dan anak-anak lelaki di dalam gereja-gereja, atau oleh biarawan dan biarawati di dalam kapela-kapela mereka. Kidung ini adalah musik dari Ritus Romawi, dinyanyikan dalam Misa dan Ibadat Harian monastik. Meskipun kidung gregorian menggantikan atau menyingkirkan tradisi-tradisi kidung-kidung asli Kristiani Barat lainnya dan menjadi musik resmi liturgi Kristiani Barat, kidung ambrosian masih tetap dipergunakan di Milan, dan ada pula para musikolog yang mengeksprolasi baik kidung gregorian dan ambrosian maupun kidung Mozarabik milik umat Kristiani Spanyol. Meskipun kidung gregorian tidak lagi diwajibkan, Gereja Katolik Roma masih secara resmi menganggapnya sebagai musik yang paling cocok untuk peribadatan.[2] Pada abad ke-20, kidung gregorian mengalami resurgensi musikologis dan populer.” _Sumber : Wikipedia
Selain kidung-kidung Gregorian yang juga lebih bersifat konservatif dan gerejani , ada pula lagu-lagu religi yang dikemas dalam pop ringan. Biasanya populer diputar diradio-radio menjelang Natal. Mungkin kita masih ingat lagu Jinggle Bells, atau Christmas White yang indah dan tetap populer sepanjang masa. Artis-artis dunia suka menyanyikan saat konser Natalnya diberbagai belahan dunia. Bahkan anak kecilpun mudah menyanyikannya karena memang lebih mudah dicerna dan dinyanyikan. Tidak terlalu gerejani yang terkesan berat dan serius. Maka masyarakat umumpun ramai-ramai menyanyikannya disudut-sidut kota atau rumah-rumah mereka untuk menyambut Natal.
Ya musik religi, baik yang konservatif maupun yang sudah dikemas secara modern dan ringan, tetaplah punya nilai masing-masing bagi para pendengarnya.
Mungkin hanya musik religilah yang mampu mengubah naik turunnya iman seseorang. Yang mampu mengubah gaya hidup, mengubah pandangan hidup bahkan mengubah keyakinan itu sendiri. Musik Religi adalah musik Tuhan, demikian saya pernah mendengarnya. Lewat terapi musik religi yang mampu menyentuh kedalaman jiwa seseorang, hingga memasuki kesadaran spiritualnya yang sempat tertidur, adalah salah satu terapi yang bersifat holistik. Tak hanya keindahan seni yang kita dapatkan, tapi juga makna hakiki dalam nilai-nilai spiritual itu sendiri. Bila nilai spiritual itu sudah kita dapatkan, maka lambat laun akan menyehatkan jiwa kita. Kesadaranpun mulai bangkit. Dan mengintervensi segala tingkah laku kita pada akhirnya. Demikianlah salah satu kehebatan seni musik dalam kehidupan umat manusia. Khususnya musik bernuansa religi. Tentu saja umat lainpun punya musik religinya masing-masing. Penjelasan diatas hanyalah salah satu contoh dari pengalaman seorang teman dalam keluarganya saja.
Semoga pengalaman teman saya diatas mampu membangkitkan keinginan kita untuk lebih menghargai musik religi yang mungkin selama ini hanya kita dengarkan sambil lalu. Atau hanya sebatas setahun sekali saat hari raya tiba. Kita mungkin bisa mencoba menjadikan musik religi sebagai salah satu terapi alternatif bagi kesehatan jiwa kita sendiri dan orang lain. Kita bisa memulainya lewat diri sendiri. Tentu saja ini hanya berlaku bagi anda yang masih mempercayai adanya kekuatan Tuhan dalam penyelesaian masalah hidup kita. Dan tidak memilih bersikap skeptis.
http://spiritlifeholistik.blogspot.com/2010/07/pengaruh-musik-religi-bagi-kesadaran.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H