Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Dewi Drupadi yang Kontroversial

22 September 2024   20:11 Diperbarui: 22 September 2024   20:15 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raden Karna Drupadi

Juri dan panitia pun sigap mencek ulang keberhasilan itu. Tidak ada ketidaksesuaian yang terjadi, artinya kesuksesan ini sah, sahih, atau valid. Setelah ditunggu beberapa saat, ternyata itu adalah peserta terakhir, dan tidak ada lagi peserta yang mencoba mengangkat busur. Ketua panitia pun melapor kepada Baginda Raja, bahwa Raden Karna keluar sebagai pemenang lomba. Kuatir hari keburu sore, raja segera bertitah kepada putrinya, yaitu Wara Drupadi, yang sedari tadi juga ikut menonton lomba, bahwa seseorang memenangi lomba ini.

Tak disangka, Wara Drupadi seketika menolak, tantrum, tidak mau dikawinkan dengan pangeran Astina, yang menurut kabar bahwa dia sebetulnya anak seorang kusir kereta kuda. Raja pusing kepala demi mendengar ini. Bagaimana cara mengatasi masalah ini. Demi menjaga marwah kerajaan, maka raja pun segera menemui Raden Karna dan menyampaikan bahwa putrinya tidak bersedia dikawinkan dengannya.

Meskipun di dalam hatinya dia mengakui memang hanya anak seorang tukang delman, tetapi karena peraturan sudah diumumkan, Raden Karna pun tersulut marah juga. Keluar kata-kata bahwa Drupadi itu perempuan sombong, “Semoga saja jadi perawan tua,” ujarnya. Dia merasa dihina gegara status yang ia sandang sebelumnya. Meskipun kini dia seorang pangeran dengan kedudukan penting dan terhormat, tetap tidak dianggap oleh seorang putri sombong.

Di tengah keributan itu, tiba-tiba datang seorang berpakaian santri namun lusuh mungkin akibat debu yang menempel pada baju setelah berjalan jauh. Dia nyelonong di tengah kerumunan antara panitia dan keluarga kerajaan beserta putri, dan meminta izin mendaftar untuk mengikuti lomba. Demi mendengar kata-kata santri itu, Dewi Drupadi langsung nyeletuk mengizinkannya untuk sekadar mengakhiri konflik yang tengah terjadi. Raja pun terpaksa menyetujui karena dorongan rasa sayang kepada putrinya.

Mungkin karena doa atau memang mempunyai kekuatan tenaga dalam, santri itu terlihat mampu mengangkat busur panah kerajaan, meski tetap perlu dibantu oleh seorang tentara kerajaan. Setelah bersiap dan membidik target sasaran, bahkan dia memejamkan mata dan hanya sekilas mengintip pada permukaan minyak di baskom. Dan, slab! Anak panah lepas dari busur dengan kecepatan tinggi. Serangkaian langkah persiapan, menahan nafas, tarikan tali busur, bidikan, pelepasan, dan pengakhiran yang sangat tepat dan akurat. Anak panah menancap tepat berdempetan dengan bekas tancapkan anak panah Raden Karna. Penonton sangat terkejut dengan kejadian itu, bahwa seorang santri lusuh mampu melakukan itu dengan hasil sempurna.

Tidak ingin mendapatkan masalah kedua kali, raja bertitah kepada putrinya untuk mau dikawinkan dengan santri lusuh peserta lomba itu. Santri itu pun menjawab bersedia menerima saat dikonfirmasi dan akan dijadikan sebagai hadiah oleh-oleh bagi ibunya yang sedang menunggunya di rumah. Dia merasa bersalah telah meninggalkan ibunya selama beberapa minggu tanpa pamit.

Menurut undang-undang dan adat perkawinan waktu itu, sepasang pengantin tidak dicatat di kantor urusan agama seperti pernikahan orang muslim, tetapi cukup diserahkan oleh wali perempuan kepada calon suaminya. Tidak ada pencatatan khusus atau diberikan buku nikah. Sangat sederhana bagi para pria untuk menikahi seorang perempuan. Bahkan sering kali kalangan bangsawan pada saat sedang bermain, dan tertarik pada seorang perempuan, langsung bisa dinikahi.

Melihat di situ ada Yudistira, Bima, Nakula, dan Sadewa berada di kerumunan penonton, santri itu pun mendekati mereka. Belum sempat santri itu memperkenalkan diri, Yudistira segera menyadari bahwa orang berpakaian santri lusuh itu ternyata adalah Arjuna, adiknya yang sudah beberapa hari membuat ibunya bersedih. Dia pergi tanpa pamit.

Selama kelima bersaudara itu dalam perjalanan pulang ke Astina, Yudistira menceritakan bahwa ibunya sedih dan sering nangis menanyakan ke mana Arjuna pergi. Saudara-saudaranya berusaha mencari namun tidak bisa jauh-jauh dari istana karena banyak tugas dan pekerjaan rumah dari mata-mata pelajaran di sekolah Penembahan Durna. Arjuna mengatakan kembali bahwa hadiah lomba akan dipersembahkan kepada ibunya sebagai oleh-oleh agar ibunya tidak lagi bersedih hati.

Sesampai di kesatrian, Arjuna ditemani saudara-saudaranya langsung menemui ibu Kunti dan menyampaikan permintaan maaf dan membawa oleh-oleh buat ibunda. Dengan maksud rasa  sayang pada semua putranya, sambil masih menangis dan gembira atas kepulangan putranya, beliau mengatakan bahwa hadiah itu dibagi untuk lima orang bersaudara agar tidak ada yang iri. Perkataan ini diulang beberapa kali, dengan maksud menekankan kerukunan bagi putra-putra tersayang. Beliau tidak mengetahui bahwa oleh-oleh itu berupa seorang putri hasil Arjuna memenangi lomba memanah.

Kelima kesatria putra mendiang Prabu Pandu itu mendengar dengan jelas perkataan ibunya, bahwa hadiah yang diperoleh Arjuna harus dibagi lima secara adil, agar tidak timbul iri di kemudian hari. Ketika itu mereka masih remaja dan belum memasuki usia dewasa. Beberapa saat mereka berdiskusi sesuai dengan pengetahuan dan tingkat pemahaman masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun