Lomba diadakan di alun-alun di depan pendopo agung yang biasa sebagai tempat pasewakan. Acara itu dihadiri rakyat yang diwakili oleh para tokoh masyarakat, baik formal maupun informal seperti para adipati, tumenggung, camat, lurah, rois, modin, dan sebagainya. Rakyat kecil biasa ditempatkan di alun-alun, karena di dalam pendopo khusus bagi golongan pejabat atau bangsawan.
Panitia sudah menyiapkan acara dengan baik, umbul-umbul, plakat, spanduk, bendera, bandir, dan berbagai asesoris lainnya sudah dipasang sehari sebelumhari-H, agar tempat pelaksanaan lomba terkesan meriah. Beberapa personil seksi penyambutan tamu nampak bersiap-siap di beberapa pintu masuk alun-alun. Tempat kuda dan delman para tamu disiapkan tersendiri agar tidak bercampur dengan kerumunan penonton. Tidak ketinggalan divisi satwa kerajaan pun dimobilisasi untuk membantu para tamu, barangkali mereka membutuhkan bantuan, baik merawat maupun menyediakan makanan bagi kuda saat para pemilik mengikuti lomba.
Nampak hadir para bangsawan dari kerajaan-kerajaan tetangga. Mereka dapat dilihat dari model dan warna pakaian yang beraneka ragam menunjukkan kekhasan masing-masing. Orang-orang dengan perawakan tinggi, besar, dan kekar yang dikenal dari kerajaan pegunungan yang berjarak cukup jauh pun datang. Para pangeran dari kerajaan yang berbatasan dengan Pancala, di barat, selatan, timur, dan utara semua datang, meskipun tidak terlalu berharap memenangi lomba, mereka menyempatkan diri paling tidak untuk bersilaturahmi.
Tidak ketinggalan datang secara berombongan para murid dari sekolah Sokalima di bawah asuhan Penembahan Durna dipimpin oleh mahapatih Sengkuni. Raden Karna, pangeran yang belum lama diangkat oleh raja, turut serta di dalam rombongan besar para pangeran Astina. Namun tidak tampak ikut serta Raden Arjuna, entah sedang ada urusan apa atau ke mana.
Saat lomba pun dimulai, ketua panitia mengumumkan menggunakan megaphone agar kata-katanya terdengar orang banyak. Ternyata peserta yang sudah mendaftar untuk ikut lomba memanah cukup banyak. Panitia pun sudah membuat daftar sesuai urutan pendaftaran. Para peserta dipanggil sesuai urutan untuk giliran memanah. Sesuai peraturan peserta harus membidik sasaran menggunakan busur milik kerajaan, adapun anak panah diizinkan mereka membawa masing-masing.
Entah material pembuat busur itu berasal dari logam tertentu atau jenis kayu langka, atau memang mengandung khodam, banyak peserta tidak kuat mengangkat busur kerajaan yang telau disiapkan. Mungkin di bawah tanah tempat meletakkan busur sudah ditimbun besi bermagnet tertentu sehingga busur yang mengandung unsur logam jadi sangat berat, tidak ada seorang pun tahu. Para peserta cukup sportif, bagi yang tidak mampu mengangkat busur, sesuai peraturan berarti gugur. Beberapa peserta yang sanggup mengangkat dan membidik banyak yang oleng saat membidik saking beratnya busur.
Giliran para pangeran Astina, mulai dari Raden Duryudana, Dursasana, Durmagati, dan seluruh adik kandungnya, meski perawakan tinggi besar, tak kuasa menundukkan beratnya busur panah. Putra-putra mendiang Prabu Pandu, yaitu Yudistira, Bima, Nakula, dan Sadewa, minus Arjuna, tak mampu membidik sasaran dengan baik.
Atas bujukan Raden Duryudana, Raden Karna, pangeran yang belum lama diangkat dan diserahi tugas sebagai komandan artileri medan, agar mencoba memanah. Sesuai pekerjaan sehari-hari urusan persenjataan, siapa tahu dia mampu menaklukkan senjata itu. Karena disuruh oleh Raden Duryudana sendiri, Raden Karna tidak bisa menolak. Segera dia maju mendekati busur pusaka kerajaan itu.
Sebagai komandan pusat persenjataan artileri medan, dia tentu mengenal jenis-jenis dan karakteristik masing-masing senjata, baik senjata ringan atau berat. Setelah mengamati bentuk dan bahan pembuat busur, dia menyimpulkan bahwa busur berat itu harus diperlakukan layaknya senapan mesin, yakni menggunakan penopang saat digunakan. Analogi dengan senjata berat SM-5 kaliber 12,7 mm buatan Pindad yang dilengkapi penopang dan bisa dipasang di mobil, dan mampu memuntahkan 400 peluru per menit.
Dia minta seorang tentara penjaga membantu menopang busur, sehingga dia bisa dengan leluasa bergerak ke kanan kiri maju atau mundur untuk membidik. Arah bidikan melalui bayangan di permukaan minyak di baskom pun dengan mudah dia bisa perkirakan, tinggal memperhitungkan ketinggian dari sasaran. Dengan daya konsentrasi penuh, di mana rasa yang bekerja, desir angin pun membantu untuk mengarahkan pucuk anak panah tepat kepada sasaran. Hold, back tensions, dan release!. Anak panah melesat menuju target sasaran. Dan, jab!. Ujung anak panah yang runcing tepat menancap di tengah-tengah sasaran.
Sejenak sunyi suara penonton karena terperangah seakan tak percaya atas apa yang baru saja terjadi. Ini adalah saat pertama setelah para peserta lain mencoba dan gagal, ini seseorang nampak dengan mudah dan cepat. Gemuruh sorak-sorai penonton sebagai tanda perayaan seseorang yang berhasil menancapkan anak panah ke sasaran. Bak pertandingan sepak bola sesaat setelah bola berhasil menggoyang jaring gawang, gemuruh sorak para suporter.