Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Raden Karna Bertemu Raden Arjuna

18 September 2024   11:02 Diperbarui: 18 September 2024   11:07 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raden Karna vs Arjuna

Sekali-sekali Karna mendengar beberapa tentara kerajaan menjawab dengan sopan “Siap, bapa guru.” Kadang orang lain menjawab dengan “Siap, panembahan,” saat beberapa tentara berkomunikasi dengan orang berpakaian brahmana itu. Dari bisik-bisik sesama penonton di dekatnya, Karna mendengar bahwa orang berpakaian brahmana yang sedang sibuk itu adalah Panembahan Durna, sang kepala sekolah.

Yakin dengan kesiapan berbagai peralatan dan para peserta, bapak kepala sekolah memberikan sendiri aba-aba kepada para siswa peserta. Sambil meyakinkan bahwa semua prosedur dan pedoman dipahami dan diikuti oleh para siswa, kepala sekolah dengan sigap kadang mendatangi dan berbicara satu per satu para kepada peserta yang tidak terlalu banyak. Rupanya ini adalah kelas perorangan khusus yang merupakan hasil kompetisi dari kelas-kelas sebelumnya. Mereka dimasukkan ke dalam kelas lomba khusus ini, di mana kelas ini membutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan jauh lebih tinggi.

Masing-masing anak-anak panah milik para siswa sudah diberikan ciri dan tanda sedemikian rupa, misalnya bahan dan bentuk, warna bulu ekor anak panah, dan sebagainya, sesuai keinginan siswa.

Dari beberapa kali melepaskan anak panah, seorang kesatria yang bernama Arjuna mengumpulkan poin perorangan yang sangat mencolok. Mulai dari penambahan jarak tembak dan ketepatan pada sasaran, selalu kesatria ini mendapatkan nilai yang paling besar. Bahkan dari jarak yang terjauh, anak panah Arjuna mampu menembus dengan tepat pada sasaran yang sedang bergerak.

Karna memperhatikan dan mengamati dari jarak agak dekat busur yang digunakan Raden Arjuna, nampak busur itu berjenis longbow biasa saja, tanpa asesoris ataupun peralatan bantu lainnya. Sudah barang tentu itu berbeda dengan busur-busur produksi pabrik di jaman modern sekarang ini, misalnya jenis crossbow yang dilengkapi teropong atau alat bidik, atau recurve maupun compound bow yang sudah dilengkapi dengan sandaran anak panah.

Melihat situasi ini, jiwa dan darah muda Karna yang merasa pernah belajar dan berlatih, tergoda untuk mencoba ikut perlombaan. Dia mendatangi seorang berpakaian agamawan di meja panitia bernama Resi Krepa, yang sedang ikut mengawasi jalannya lomba. Dia memberanikan diri mengatakan kepada panitia untuk ikut memanah boneka target tersisa dari peserta yang gagal membidik. Mungkin karena melihat Karna berpakaian santri, bapak panitia langsung menjawab, bahwa lomba ini khusus bagi para kesatria dari lingkungan kerajaan dan tidak diperuntukkan peserta dari kalangan luar.

Kesopanan tutur kata dan penampilan Karna, ternyata membuat seseorang berperawakan gagah dan bersih yang sedang berdiri di samping meja panitia bereaksi. Dia berbisik kepada bapak panitia untuk memberikan kesempatan pemuda itu mencoba memanah. Rupanya bapak panitia tidak bisa mengambil keputusan, dan dia melapor kepada Penambahan Durna yang sedang mengawasi pelaksanaan lomba di tempat itu. Diskusi kecil dari keduanya rupanya membuat sedikit kepo seorang wanita, yang ternyata adalah ibu dari Raden Arjuna peserta pengumpul poin tertinggi. Wanita itu adalah ibu Kunti istri raja penguasa kerajaan sebelumnya.

Resi Krepa, ketua panitia lomba, menyampaikan kepada bu Kunti, bahwa ada seorang pemuda santri yang ingin ikut memanah pada target yang belum terkena sasaran. Saat ibu Kunti mencoba mendatangi dan melihat kepadanya, dia kaget melihat kalung yang dikenakan pemuda pemberani itu. Beliau mengenali dengan baik kalung yang sedang tergantung di leher pemuda itu. Belum sempat bertanya sesuatu, Panembahan Durna mendatanginya dan menanyai siapa dan kenapa dia berani hendak mencoba memanah. Karna berterus terang bahwa dia anak seorang pengemudi delman yang biasa mangkal mencari penumpang di wilayah ibukota.

Bapak kepala sekolah tidak mengizinkan dia ikut memanah karena memang ini ujian dikhususkan bagi para siswa dari kalangan bangsawan dan lomba kecil dalam rangka meramaikan saja. Tentu seorang anak pengemudi delman tidak bisa ikut dalam arena lomba yang dikhususkan bagi kalangan bangsawan kerajaan. Mendengar debat kecil ini, Raden Duryudana yang berdiri dekat Resi Krepa mencoba membela Karna. Dia memberi alasan masih tersisa boneka target, siapa tahu pemuda ini memiliki keterampilan tertentu, dan lagi ini adalah flight archery yang sangat sulit, bagi master sekalipun.

Panembahan Durna dan Resi Krepa tetap tidak mengizinkan Karna mengikuti lomba karena dia memang bukan dari kalangan bangsawan. Di tengah kebuntuan itu, tiba-tiba raja Astina, Prabu Drestarasta, mengunjungi arena lomba. Raja ini penyandang disabilitas, yakni dalam keadaan mata buta dan sama sekali tidak bisa melihat. Beliau belum lama menjabat karena menggantikan raja sebelumnya yaitu kakaknya yang wafat. Segera kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raden Duryudana untuk membela Karna.

Saat itu terdapat sebuah kesatrian yang bernama Awangga atau Angga sudah lama kosong tidak ada penghuninya. Raden Duryudana memohon kepada raja, ayahnya, untuk mengangkat Karna sebagai seorang kesatria di situ agar dia memenuhi kriteria untuk bisa mengikuti lomba. Raja tidak kuasa menolak permintaan dari putra kesayangan, untuk mengangkat Karna sebagai seorang kesatria. Keputusan pun diambil dan juga didukung oleh pendapat ibu Kunti, sang mantan permaisuri, yang diam-diam menyimpan rasa tertentu pada Karna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun