Kurikulum berbasis kompetensi menekankan kepada hasil dan kemampuan konkret berupa keterampilan, pengetahuan, dan sikap, bukan pada proses ataupun sumber pembelajaran.
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tercantum di mana kurikulum pendidikan harus memperhatikan terkait kompetensi lulusan, dan  menarasikan mengenai standar kompetensi, uji, maupun sertifikat kompetensi.
Kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan seseorang berlandaskan pengetahuan, untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan tertentu dengan tingkat keterampilan cukup, disertai sikap yang sesuai.Â
Sebagai contoh, seseorang yang kompeten sebagai tukang las, harus mempunyai pengetahuan tentang bahan-bahan dan serangkaian tindakan untuk melakukan pengelasan. Dia juga harus memiliki sikap kewaspadaan, bahwa bunga api las berpotensi membahayakan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Sebagai pengakuan bahwa seseorang kompeten di bidang tertentu dibuktikan dengan sertifikat kompetensi, yang dapat diperoleh setelah yang bersangkutan secara sengaja mengikuti uji kompetensi pada lembaga sertifikasi tertentu.
Lembaga sertifikasi memperoleh kewenangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yaitu lembaga independen yang diberi kewenangan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004, dan diperbarui dengan PP No. 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, untuk melaksanakan sertifikasi profesi.
Pelaksanaan sertifikasi profesi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) setelah memenuhi berbagai persyaratan dan mendapatkan lisensi dari BNSP. Ada tiga kategori LSP, yaitu kategori LSP P1 yang melekat pada lembaga pendidikan, yaitu sekolah kejuruan atau perguruan tinggi; LSP P2 yang berada pada industri tertentu, misal pertambangan, perakitan mobil; dan LSP P3 yang didirikan oleh asosiasi profesi, misal Ikatan Dokter Indonesia, Ahli Teknik Konstruksi Indonesia.
SKKNI
SKKNI merupakan singkatan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, pertama dikenalkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Â
Pada Pasal 10 UU tersebut menyatakan bahwa program pelatihan harus menyesuaikan dengan standar kompetensi kerja, di mana penetapan standar kompetensi kerja diatur melalui keputusan menteri. Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI telah diatur berbagai hal mengenai SKKNI.
Secara kelembagaan, dalam rangka merumuskan SKKNI di dalamnya harus melibatkan Kementerian Tenaga Kerja (dan Transmigrasi, nama kementerian sebelumnya), instansi terkait sebagai pengguna kompetensi, komite untuk standar kompetensi, tim perumus, dan tim verifikasi. Uraian peran dan fungsi masing-masing diuraikan di dalam Permen di atas, termasuk berbagai persyaratan keanggotaan.
Struktur dari setiap SKKNI memuat unsur-unsur: kode unit, judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi, kriteria unjuk kerja, batasan variabel, dan panduan penilaian. Setiap judul unit kompetensi memuat aspek kritis, di mana seseorang wajib berpredikat kompeten untuk elemen kompetensi kritis ini.Â