"Sini, Nak. Ayahmu dapat bola plastik dari tong sampah." Ibunya menyambut dengan senyuman.Â
"ini buat Adit, Mak?" Adit tidak percaya bisa memiliki sebuah bola.Â
"Iya, Nak. Maafin Ayahmu, ya? Belum nemu sepatu sebelah kiri. Untuk sementara kamu pake sepatu sebelah kanan semua dulu." Ibunya coba menghibur anak semata wayangnya.Â
Bagi Adit tak apa berbeda warna. Asalkan sepatu itu sepasang, sebelah kanan dan kiri saja sudah cukup bersyukur. Namun, hari ini Adit tak akan mengeluh. Sedikit terobati oleh bola plastik yang baru ia miliki.
"Gimana sekolahnya? Asyik, ya?" Ibunya ingin tahu gelagat anaknya.
"Seru, Mak. Apalagi aku sekolah di tempat yang rame. Jadi males pulang."
"Guru dan temanmu, gimana?"
Adit langsung diam. Tak sepatah kata pun diucapkan karena tak ingin dirinya berbohong. Kalau menceritakan kisah tadi di sekolah, pasti ibunya sedih. Makanya dia ingin merahasiakannya dari ayah dan ibunya.
"Kenapa baju kamu terlihat kotor? Apa kamu jatuh ke sawah waktu pulang ke sini?" tanya ibunya.
"Bukan, Mak. Tadi aku ngambil bola di parit waktu di sekolah. Kan, aku berdiri di belakang gawang. Jadi nggak ada salahnya aku yang ambil," terangnya.
"Dit, bolanya dicuci dulu baru disimpan. Mungkin kotor banget. Nggak baik dibawa tidur," ujar ayahnya.