PIDATO 42 DETIK MEMBUAT PETANI KELAPA SAWIT MENJERIT
Larangan Ekspor RBDPO Mengatasi Masalah Minyak Goreng Jangan Sampai Menimbulkan Masalah Baru Dalam Negeri
Kita menghormati dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Gagal dalam pelaksanaan Domestic Market Obligation (DMO) 20 % untuk minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang mana terdapat persoalan ketidakpatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi.
Selanjutnya, pada hari Jumat (22/4/2022) melalui pidatonya Presiden Joko Widodo seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran Menteri, menyampaikan bahwa pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng mulai kamis 28 April 2022.
Sehari setelah pidato yang kurang dari 1 menit atau sekitar 42 detik tersebut sangat manjur karena sangat berdampak serius terhadap penurunan harga TBS ditingkat petani kecil seperti yang dialami oleh petani kelapa sawit di daerah yang mengalami penurunan harga Rp. 1.000 – Rp.1.800 /Kg atau 50% anjlok dari harga TBS sebelumnya.
Sebagai respon dari wacana pemerintah tersebut pabrik kelapa sawit di beberapa daerah menentukan harga sepihak sesuka hati dan tidak merujuk pada harga yang ditetapkan oleh tim penetapan harga TBS sebagaimana diatur Permentan No. 01 tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Produksi Pekebun, hal tersebut kami memandang sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah.
Dalam situasi ini semestinya pemerintah juga harus bisa memastikan adanya jaminan kestabilan harga TBS di tingkat petani kecil karena mereka merupakan kelompok yang sangat rentan dari dampak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, sebab turunnya harga TBS tidak selalu dibarengi dengan turunnya harga Saprodi seperti pupuk dan upah tenaga kerja.
Kebijakan Moratorium atau pelarangan sementara Ekspor Minyak Goreng dan bahan bakunya (RBD Palm Olein) kurang efektif kalau hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Karena ini merupakan kebijakan dengan spekulasi yang berisiko tinggi, setidaknya pemerintah dapat belajar dari pengalaman sebelumnya yaitu stop ekspor mendadak pada komoditas Batubara pada Januari 2022 lalu yang mana masalahnya juga tidak selesai, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri.
Demikian juga nanti yang terjadi pada komoditas kelapa sawit beberapa negara importir terbesar seperti India, China, Bangladesh, dan Pakistan berpotensi melakukan “Retaliasi” dengan kebijakan tersebut dan akan memberikan respons karena mereka importir terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini, dalam kondisi terburuk bisa saja timbulkan pembalasan yakni negara yang merasa dirugikan stop mengirim bahan baku yang dibutuhkan Indonesia.
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjaga stok kebutuhan minyak sawit dalam negeri antara lain :