Mohon tunggu...
Swietania Alysia
Swietania Alysia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo!! Saya Swietania Alysia Mesi Ambarwati mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemunculan Disonansi Kognitif dalam Kebudayaan Perokok: Bagaimana Nilai Sosial dan Kesehatan Bertabrakan

23 September 2023   01:02 Diperbarui: 23 September 2023   09:51 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali seseorang menemukan hal-hal menarik yang berkaitan dengan konflik batin yang kompleks tentang munculnya rokok yang menjadikan bagian dari norma sosial di beberapa budaya.

Angka perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya sehingga muncul masalah kesehatan yang serius, karena merokok dari usia muda dapat meningkatkan risiko penyakit kronis di masa depan, seperti penyakit pernapasan dan penyakit kanker. Oleh sebab itu, dalam konteks ini bahaya yang ditimbulkan oleh rokok dapat menimbulkan konflik batin yang mendasari asas keyakinan yang tidak konsisten oleh seseorang terhadap suatu tindakan.

Dalam kebudayaan perokok, banyak generasi muda yang merokok karena "tren" atau ikut-ikutan teman. Mereka menganggap "kalau tidak merokok mereka tidak keren dan tidak macho." Mereka tahu bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan, namun mereka tetap merokok hanya karena ikut-ikutan dan agar terlihat keren.

Padahal fenomena kompleks di mana nilai-nilai sosial yang positif terkait dengan merokok sangat bertabrakan dengan kesadaran risiko kesehatan yang di bawa oleh kebiasaan. Kondisi inilah yang disebut disonansi kognitif, di mana suatu sikap atau persepsi  yang mereka miliki bertentangan dengan perilaku yang mereka lakukan (Littlejhon dkk, 2017:64).

Di Indonesia, Pemerintah telah membentuk regulasi utama untuk mengurangi eksposur masyarakat terhadap kemunculan iklan rokok. Peraturan pemerintah memberikan pernyataan bahwa bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan.

Setiap individu memiliki kebebasan untuk membuat keputusan tentang merokok. Namun, kita tidak bisa menutup fakta bahwa salah satu faktor yang membentuk seseorang memulai merokok adalah akibat lingkungan.

Kompleksitas faktor ekonomi dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi tingkat kecenderungan seseorang untuk merokok. Salah satu faktor ekonomi yang paling memengaruhi adalah harga rokok yang semakin naik dan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi perilaku merokok adalah keluarga dan teman-teman. Peran keluarga dan teman-teman dalam faktor lingkungan sangat dominan terhadap perubahan perilaku seseorang.

Saat ini, penting untuk diingat bahwa mengurangi relevansi merokok dapat memerlukan pendekatan yang lebih luas, termasuk edukasi yang diberikan secara efektif tentang risiko kesehatan merokok, memberikan dukungan dan panduan bagi seseorang yang ingin berhenti mengonsumsi rokok.

perokok-650e2ecb4addee209f447882.jpg
perokok-650e2ecb4addee209f447882.jpg

Sebagai contoh, ketika seseorang sedang berkumpul dengan teman-teman yang perokok di kamar seseorang, mereka sedang menikmati rokok sambil berbincang-bincang dan  tertawa dengan gembira. Namun, tiba-tiba salah satu temannya yaitu alfin menyampaikan sebuah fakta bahwa "Tahu tidak, teman-teman, rokok ini dapat menyebabkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker paru-paru dan bisa berakibat fatal. Seketika, suasana kebahagiaan berubah menjadi ketegangan karena teman-temannya merasa disoroti oleh fakta yang mengaitkan rokok dengan risiko kesehatan yang serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun