Melewati milestone awal 100 hari pertama, pemerintahan Prabowo - Gibran mengantungi modal istimewa berupa tingkat kepercayaan (approval rating) tinggi dari masyarakat sebesar 80,1 persen. Masyarakat tampaknya terkesan dengan langkah 100 hari Prabowo - Gibran mencicil realisasi janji besarnya berupa pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) ke seluruh penjuru Indonesia.
Bahkan, masyarakat juga tampak terpukau secara spesifik dengan sosok Presiden Prabowo Subianto. Segala citra positif seperti tegas, berwibawa, kutu buku, pemberani, dan sebagainya melekat pada beliau, sehingga puja-puji pun bertaburan menjurus kultus. Presiden Prabowo seakan-akan digadang sebagai Satrio Piningit atau Ratu Adil yang akan membawa bangsa ini ke jalan kejayaan. Dalam bahasa teori gerakan sosial, gerakan Ratu Adil ini disebut sebagai mileniarisme.
Memang, sejarah Indonesia sejatinya mengajarkan bahwa mileniarisme atau Gerakan Ratu Adil memiliki peran positif jika diarahkan dengan tepat. Ambil contoh Sarikat Islam (SI). Dalam Sarikat Islam: Gerakan Ratu Adil? (Grafiti Pers, 1985)---salah satu studi sejarah paling baik mengenai Sarikat Islam---A.P.E Korver mengemukakan bahwa SI berhasil menggunakan mitos Ratu Adil untuk menggerakkan massa rakyat menegakkan kemandirian bangsa dan melawan penindasan pemerintah kolonial. Karena nasib rakyat kala SI berkiprah berada dalam kondisi yang parah dari berbagai segi, organisasi yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto itu langsung meroket popularitasnya. Apalagi, figur HOS Tjokroaminoto yang cerdas dan kharismatis semakin mengokohkan mitos Ratu Adil tersebut. Alhasil, SI pun menjadi kekuatan yang menakutkan bagi pemerintah kolonial kala itu dan merupakan kawah candradimuka yang menggodok banyak pemimpin bangsa dan founding fathers Indonesia, seperti Tjokroaminoto sendiri, Soekarno, Haji Agus Salim, dan lain sebagainya.
Dalam konteks saat ini, nasib rakyat Indonesia sekarang juga masih jauh dari ideal. Kemiskinan masih ada di mana-mana dan kesenjangan terus menganga. Korupsi merajalela. Tingkat kriminalitas melonjak. Belum lagi berbagai kasus hukum kelas kakap yang membuat rakyat geram dan mengurut dada. Â
Akibat rakyat tak bisa berbuat banyak, pun di dalam iklim yang katanya demokrasi ini, lahan bagi mitos Ratu Adil menjadi kian subur. Rakyat menginginkan hadirnya pemimpin yang mampu mewujudkan harapan terdalam mereka. Mereka menginginkan pemimpin yang dapat menegakkan harkat, martabat dan kebanggaan diri mereka sebagai bangsa (nasionalisme); menciptakan kesejahteraan hidup bagi mereka (ekonomi); dan menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagi siapa pun (hukum). Apabila ada pemimpin
yang mampu memuaskan dahaga mereka, rakyat pasti ada di belakangnya dan bahkan rela berbuat apa saja demi sang pemimpin.
Maka itu, Presiden Prabowo seyogianya memanfaatkan tren mileniarisme ini tapi dengan menjalankan kebijakan-kebijakan demokratis. Singkatnya, mileniarisme demokratis. Hal ini bisa dilakukan dengan mengangkat tiga isu khas mileniarisme seperti dikemukakan Korver.Â
Pertama, isu kemandirian. Di sini, Presiden Prabowo harus memberikan penekanan pada masalah kemandirian alias kedaulatan, baik itu kedaulatan pangan (pengurangan impor), kedaulatan negara (penyelesaian masalah perbatasan dan perlindungan warga negara di negara asing), kedaulatan hukum (bebas dari mafia) dan kedaulatan ekonomi (bebas dari utang dan bebas dari tekanan kemiskinan).
Kedua, Presiden Prabowo harus memberikan penekanan pada perlawanan terhadap penindasan. Apabila SI di masa lalu mengarahkan energi mileniarisme pada pemerintah kolonial, sekarang energi yang sama dapat ditujukan pada musuh bersama yang menindas rakyat, seperti mafia hukum, mafia pajak, para koruptor dan lain sebagainya.
Ketiga, Presiden Prabowo mesti membangkitkan rasa kebanggaan diri dan identitas diri yang kuat. Dengan kata lain, mereka harus menjanjikan dan mewujudkan deretan-deretan prestasi membanggakan yang dapat membuat rakyat mereka membusungkan dada dan berhenti merasa inferior di hadapan bangsa lain. Misalnya, Prabowo bisa berjanji mewujudkan prestasi dalam bidang olahraga---entah itu sepakbola, bulu tangkis atau apa pun---atau bidang lomba sains sehingga rakyat Indonesia dapat berkata bangga bahwa bangsa mereka juga dapat berjaya di pentas dunia.
Sebagai catatan akhir, Presiden Prabowo harus mencapai segala cita-cita mulia yang disematkan kepadanya oleh rakyat dengan cara yang demokratis, cermat, dan akuntabel. Ini perlu diingatkan karena liputan Majalah Tempo menemukan ada dimensi gelap dari approval rating tinggi:  pemerintahan Prabowo tidak bisa membendung kemunduran demokrasi yang terjadi pada masa seratus hari kepemerintahannya, di mana salah satu indikatornya adalah mobilisasi militer yang makin intensif untuk memuluskan proyek strategis nasional di lapangan (tempo.co, 28/1/2025). Jadi, tingkat kepuasan tinggi masih dominan ditopang oleh sejumlah program sosial gratis, seperti MBG, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lain sebagainya. Padahal, kebijakan-kebijakan itu tentu menyedot anggaran negara dan berisiko bagi ketahanan fiskal kita. Di sinilah, Presiden Prabowo harus memastikan pencapaian program populistis dan perbaikan ekonomi bangsa dilakukan tanpa mengorbankan aspek demokrasi, hak sipil masyarakat, dan akuntabilitas maupun transparansi publik.
Jika Presiden Prabowo bersama jajaran pemerintahannya bisa menerapkan mileniarisme demokratis ini, semoga bangsa ini benar bisa menjadi bangsa yang berjaya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI