Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Indonesia Butuh Lebih Banyak Tipe Kepemimpinan Maritim

27 Januari 2025   19:01 Diperbarui: 27 Januari 2025   23:24 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO DOKUMENTASI. Presiden ketiga RI BJ Habibie melambaikan tangan saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jika saya ditanya siapa Presiden Indonesia terbaik di era Reformasi yang bermula pada  1998, saya bisa menjawab yakin: Bacharudin Jusuf (BJ) Habibie. 

Alasannya adalah di tengah situasi ekonomi yang porak poranda dan iklim politik yang berwatak demokrasi semu (pseudo-demokrasi), Habibie hanya dalam masa kepemimpinannya yang singkat (20 Mei 1998 - 20 Oktober 1999) berhasil menorehkan banyak legacy untuk demokrasi maupun ekonomi. 

Pembebasan tahanan politik, kebebasan pers, kebebasan membentuk partai politik, penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) yang demokratis, dan pemulihan ekonomi dengan menstabilkan nilai tukar rupiah dari kisaran Rp15.000 per dolar AS menjadi Rp 6.500 hanyalah beberapa contoh. 

Kemudian, jika saya kembali ditanya siapa Wakil Presiden Indonesia terbaik di era Reformasi, saya akan menjawab: Jusuf Kalla atau akrab dipanggil JK, baik saat mendampingi Presiden SBY maupun Presiden Joko Widodo. 

Prestasi monumentalnya saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah berperan penting dalam resolusi konflik di berbagai wilayah, seperti Aceh dan Poso. 

Sedangkan di bidang ekonomi, JK ikut andil dalam menuntaskan kasus Bank Century. JK juga yang berhasil memuluskan transisi konsumsi energi masyarakat dari minyak tanah ke LPG dengan program distribusi tabung gas 3 kilogram alias 'gas melon.'

Kemudian, saat mendampingi Presiden Joko Widodo, JK ikut membantu penyelesaian kasus 'perseteruan' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Polri yang terkenal dengan kasus 'cicak vs buaya'. 

Kala itu, demi memecahkan kevakuman kepemimpinan KPK akibat kasus yang terjadi ketika pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla baru berjalan dua bulan, yang mana dua pimpinan KPK menjadi tersangka, JK menghubungi Taufiqurrahman Ruki untuk mengisi posisi Pejabat Sementara Ketua KPK. 

Menurut Ruki, dia dihubungi JK yang mengatakan "Kau yang memulai, kau yang harus mengakhiri' (seperti dikutip dari Majalah Tempo, 'Aduh, Ruki', 14-21 Desember 2015). Maksudnya, Ruki sebagai Ketua KPK pertama yang mengawali KPK kini harus bersedia menyelamatkan KPK dengan menjadi Pejabat Sementara Ketua KPK.

Lantas, apakah persamaan kedua tokoh di atas? Keduanya berasal dari Sulawesi Selatan. Habibie lahir di Pare-Pare dan berasal dari etnis Bugis-Gorontalo, sementara JK merupakan putra asli Watampone. 

Berdasarkan persamaan ini, saya sempat bertanya-tanya, apakah ada pengaruh kultur Sulawesi Selatan di dalam gaya kepemimpinan mereka. 

Tanpa disangka, saya kemudian menemukan jawabannya dalam konsep antropologi politik yang ditemukan oleh putra daerah Sulawesi Selatan juga, Prof. Mattulada (1928 - 2000), yaitu konsep kepemimpinan maritim atau kapitan laut.

Kepemimpinan Maritim

Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, sebagai pengamal kepemimpinan maritim (sumber: wapresri.go.id via wikipedia)
Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, sebagai pengamal kepemimpinan maritim (sumber: wapresri.go.id via wikipedia)

Seperti dikemukakan M Dahlan Abubakar dalam Mattulada: Dari Pejuang hingga Ilmuwan (Penerbit Kompas, 2023), kepemimpinan masyarakat Sulawesi Selatan mengacu pada model kehidupan berperahu yang disebutnya sebagai pola kapitan laut, yaitu kepemimpinan yang didasarkan pada kemampuan dan prestasi untuk sampai kepada puncak piramida sosial. 

Seseorang baru mungkin menjadi nakhoda atau kapitan setelah melalui pengalaman berjenjang, mulai dari anak tangga terbawah fungsi-fungsi kehidupan berperahu.

Maka itu, kepemimpinan maritim atau pola kapitan laut sangatlah terbuka, memacu masyarakat untuk berkompetisi mencapai prestasi, dan menjadikan konflik sebagai dinamika wajar dalam kehidupan persaingan. 

Singkat kata, kepemimpinan maritim bersifat demokratis, egaliter, dan meritokratis (hanya yang memiliki merit atau prestasi yang layak menjadi pemimpin).

Dari kerangka teoretis Prof. Mattulada ini, saya jadi paham mengapa Habibie dan JK menjadi dua pribadi yang terkenal sangat demokratis. Misalnya, Pak Habibie terkenal sangat terbuka menerima masukan dan kritik, bahkan dari menterinya sekalipun yang nota bene merupakan bawahannya. 

Ini dibuktikan dengan kesaksian Prof. Muladi yang ketika menjadi Menteri Kehakiman kabinet BJ Habibie mengaku bahkan sering berdebat sengit dengan sang Presiden (kesaksian dikutip dari buku Tjipta Lesmana, Dari Soekarno sampai SBY, Gramedia, 2013). Habibie begitu merangkul debat maupun kritik karena meyakini itu akan menghasilkan kebijakan yang berkualitas.

Demikian juga JK. Semasa menjabat wakil presiden, JK terkenal di kalangan wartawan sebagai narasumber yang siap menjawab semua pertanyaan, bahkan ketika dicegat secara doorstop sekali pun. 

Pulpen murah merek Pilot dan buku notes kecil yang dikantungi JK setiap saat untuk mencatat pertanyaan wartawan bahkan sudah menjadi legenda.

Keterbukaan JK untuk berdiskusi dan bernegosiasi ini juga yang membuat JK selalu bisa diterima sebagai penengah dalam banyak konflik, sehingga beliau akhirnya berhasil menyelesaikan sejumlah konflik regional di negeri ini, seperti konflik Poso maupun konflik antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh.

Dengan kata lain, negeri ini tampaknya membutuhkan lebih banyak pemimpin yang menganut tipe kepemimpinan maritim atau kapitan laut ala Sulawesi Selatan. 

Tidak perlu sosoknya yang berasal dari Sulawesi Selatan atau daerah timur lainnya, tapi cukup sosok yang bisa mengamalkan kepemimpinan maritim tersebut. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun