Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Indonesia Butuh Lebih Banyak Tipe Kepemimpinan Maritim

27 Januari 2025   19:01 Diperbarui: 27 Januari 2025   23:24 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO DOKUMENTASI. Presiden ketiga RI BJ Habibie melambaikan tangan saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Berdasarkan persamaan ini, saya sempat bertanya-tanya, apakah ada pengaruh kultur Sulawesi Selatan di dalam gaya kepemimpinan mereka. 

Tanpa disangka, saya kemudian menemukan jawabannya dalam konsep antropologi politik yang ditemukan oleh putra daerah Sulawesi Selatan juga, Prof. Mattulada (1928 - 2000), yaitu konsep kepemimpinan maritim atau kapitan laut.

Kepemimpinan Maritim

Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, sebagai pengamal kepemimpinan maritim (sumber: wapresri.go.id via wikipedia)
Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, sebagai pengamal kepemimpinan maritim (sumber: wapresri.go.id via wikipedia)

Seperti dikemukakan M Dahlan Abubakar dalam Mattulada: Dari Pejuang hingga Ilmuwan (Penerbit Kompas, 2023), kepemimpinan masyarakat Sulawesi Selatan mengacu pada model kehidupan berperahu yang disebutnya sebagai pola kapitan laut, yaitu kepemimpinan yang didasarkan pada kemampuan dan prestasi untuk sampai kepada puncak piramida sosial. 

Seseorang baru mungkin menjadi nakhoda atau kapitan setelah melalui pengalaman berjenjang, mulai dari anak tangga terbawah fungsi-fungsi kehidupan berperahu.

Maka itu, kepemimpinan maritim atau pola kapitan laut sangatlah terbuka, memacu masyarakat untuk berkompetisi mencapai prestasi, dan menjadikan konflik sebagai dinamika wajar dalam kehidupan persaingan. 

Singkat kata, kepemimpinan maritim bersifat demokratis, egaliter, dan meritokratis (hanya yang memiliki merit atau prestasi yang layak menjadi pemimpin).

Dari kerangka teoretis Prof. Mattulada ini, saya jadi paham mengapa Habibie dan JK menjadi dua pribadi yang terkenal sangat demokratis. Misalnya, Pak Habibie terkenal sangat terbuka menerima masukan dan kritik, bahkan dari menterinya sekalipun yang nota bene merupakan bawahannya. 

Ini dibuktikan dengan kesaksian Prof. Muladi yang ketika menjadi Menteri Kehakiman kabinet BJ Habibie mengaku bahkan sering berdebat sengit dengan sang Presiden (kesaksian dikutip dari buku Tjipta Lesmana, Dari Soekarno sampai SBY, Gramedia, 2013). Habibie begitu merangkul debat maupun kritik karena meyakini itu akan menghasilkan kebijakan yang berkualitas.

Demikian juga JK. Semasa menjabat wakil presiden, JK terkenal di kalangan wartawan sebagai narasumber yang siap menjawab semua pertanyaan, bahkan ketika dicegat secara doorstop sekali pun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun