Kedua, BPJS Kesehatan harus mengaudit tindakan-tindakan medis yang diklaim kepadanya. Ini demi mencegah tindakan medis tidak perlu kepada pasien.
Ketiga, rencana penghentian pelayanan publik seperti perpanjangan SIM atau STNK bagi penunggak iuran mesti mulai diimplementasikan guna memudahkan kolektibilitas iuran peserta. Juga, BPJS Kesehatan wajib menggencarkan sosialisasi program REHAB (rencana pembayaran bertahap) kepada masyarakat yang menunggak iuran. Â
Keempat, BPJS Kesehatan perlu mengoptimalkan layanan promotif dan preventif di FKTP dalam rangka mengedukasi masyarakat mengenai langkah-langkah menjaga kesehatan, seperti sosialisasi gaya hidup sehat dan pemberian vitamin secara berkala. Jika masyarakat bisa menjaga kesehatan, tingkat kunjungan ke FKTP dan FKTL akan menurun sehingga mengurangi potensi defisit. Seiring dengan itu, pemerintah bisa meningkatkan alokasi dana kapitasi ke FKTP untuk kepentingan tindakan promotif dan preventif semacam itu.Â
Kelima, mengingat banyak pasien yang berobat adalah penderita penyakit degeneratif akibat rokok dan minuman ringan tinggi gula, pemerintah harus menggenjot penerimaan dari cukai rokok-elektrik maupun konvensional-dan minuman ringan guna menutupi defisit JKN. Â
Keenam, data BPJS Kesehatan menunjukkan selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi (pernapasan) mencapai angka signifikan dan meningkat tiap tahunnya. Pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis (TBC) Rp5,2 triliun, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar. Angka-angka ini tentu akan bertambah seiring penurunan kualitas udara akibat perburukan polusi. Karena itu, pemerintah perlu memberlakukan pajak karbon kepada industri penghasil emisi karbon dan mengalokasikan sebagian dana itu untuk membiayai JKN.
Ketujuh, seperti sempat penulis kemukakan dalam artikel sebelum ini di Kompasiana juga, pemerintah bisa mempertimbangkan penerbitan obligasi infrastruktur kesehatan yang uangnya bisa untuk menambal defisit JKN secara sementara.
Berbekal ketujuh langkah di atas, negara bisa mendapatkan ruang maupun waktu yang lebih lapang untuk memastikan keberlanjutan JKN dalam memberikan pelayanan berkualitas, bermartabat, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI