Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mubyarto dan Ekonomi Pancasila, Kajian Terhadap Tiga Bukunya

26 Januari 2025   10:19 Diperbarui: 26 Januari 2025   09:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover Buku Ekonomi Pancasila karya Prof Mubyarto (Sumber: koleksi pribadi)

Di tengah kerinduan masyarakat Indonesia akan terpenuhinya hajat ekonomi dan kesejahteraan mereka, orang mulai menengok kembali relevansi Sistem Ekonomi Pancasila (SEP). Sebab, praktik ekonomi yang terlalu condong kepada liberalisasi pasar sebagaimana terjadi saat ini terbukti masih membuat ekonomi kita berkualitas sedang-sedang saja. Maksudnya, dari segi pertumbuhan kita tergolong menengah saja di kisaran 5 persen, sementara dari segi pemerataan pun ketimpangan kita masih tinggi dengan angka rasio Gini yang mencapai 0,381. 

Prinsip-prinsip SEP

Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) adalah ikhtiar ekonom Mubyarto untuk mencari jalan tengah antara sistem ekonomi komando yang memutlakkan peranan negara dan sistem ekonomi liberalisme yang mendewakan peran pasar atau swasta. Mubyarto sendiri bukan ekonom sembarangan. Ia jebolan program Ph.D di Iowa State University pada 1965 dan kerap dianggap sebagai pelopor ekonomi kerakyatan dengan gagasan IDT (Inpres Desa Tertinggal). Dengan programnya ini, Mubyarto kerap disamakan dengan M. Yunus yang memulai program Grameen Bank-nya di Bangladesh pada 1976. Makanya, istilah ekonomi kerakyatan identik dengan nama Mubyarto dan SEP.

Menurut Mubyarto dalam Ekonomi Pancasila (LP3ES, 1981), SEP adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh ideologi Pancasila, yaitu sistem ekonomi yang merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan nasional. Pemikiran Mubyarto ini ada di dalam konteks pertarungan antara sistem ekonomi kapitalisme-liberal Amerika Serikat dan sistem ekonomi komando sosialis-komunisme Uni Soviet. Maka itu, Mubyarto mengatakan, SEP adalah sistem ekonomi campuran yang menggabungkan aspek-aspek positif seraya memfilter aspek-aspek negatif keduanya.

Memang, alur pikir Mubyarto ini terkesan idealistis. Bahkan, Mubyarto sempat mengatakan SEP tidak berada di dua kutub itu, melainkan di luarnya. Meski demikian, pemikiran Mubyarto tetap penting sekarang kala dunia sedang memikirkan bagaimana mendudukkan peranan negara dan pasar bebas secara proporsional dalam perekonomian.

Kadar penting itu kian terasa jika kita tengok lima prinsip ekonomi Pancasila dari Mubyarto. Pertama, peran dominan koperasi dalam kehidupan ekonomi. Jika koperasi tidak mampu mengelola secara efisien bidang tertentu, bidang tersebut diserahkan pada BUMN. Apabila keduanya juga tidak bisa, perusahaan swasta-lah yang berperan.

Kedua, perlunya rangsangan ekonomis maupun moral untuk menggerakkan roda perekonomian. Motif memuaskan kepentingan pribadi bukanlah satu-satunya penggerak kegiatan ekonomi. Motif-motif lain seperti solidaritas, simpati, kecintaan terhadap sesama, perlu diberikan tempat.

Ketiga, komitmen sosial kuat akan pemerataan sosial. Jadi, tidak boleh hanya mengejar pertumbuhan tanpa diiringi dengan perbaikan nasib seluruh warga. Artinya, IHSG di bursa saham boleh bersinar, pertumbuhan boleh berkibar, tapi kesenjangan antara kaum berpunya dan kaum papa (the have and have nots) jangan sampai melebar.

Keempat, penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Dari perspektif ini, kita mesti memegang kuat kedaulatan perekonomian. Kita tidak boleh tergantung pada impor. Pun tidak boleh tergantung pada ekspor bahan mentah yang tidak punya nilai tambah, yang hanya akan diolah di luar negeri dan kita impor kembali.

Kelima, desentralisasi dalam kegiatan ekonomi. Maksudnya, kegiatan ekonomi tidak boleh dikomando dari pusat, melainkan perlu ada ruang bagi ikhtiar bebas individu dalam kegiatan ekonomi.

Contoh konkret SEP

Tentu saja, konsep SEP Mubyarto banyak ditentang kala dilontarkan saat itu dan mungkin juga bernasib sama jika dicetuskan saat ini. Salah satunya, SEP dianggap terlalu ideologis dan menyokong program sakralisasi Pancasila. Padahal, SEP digagas Mubyarto
untuk mengakomodasi keprihatinan para kritikus praktik perekonomian Orde Baru yang kian condong pada sistem kapitalis-liberalisme.

Kritik lain, percuma saja merumuskan satu sistem ekonomi tanpa strategi operasional yang jelas. Namun, Mubyarto berupaya menanggapi kritik itu. Dalam Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia (1987), Mubyarto meneliti sejumlah entitas ekonomi yang berhasil menerapkan prinsip-prinsip SEP. Salah satunya adalah perusahaan asuransi bercorak Asuransi Jiwa Bersama (AJB) yang memperlakukan pemegang polis tidak sekadar sebagai konsumen, melainkan juga sebagai pemegang saham yang berhak duduk dalam BPA (Badan Perwakilan Anggota). Karena itu, pemegang polis AJB ini mengembangkan rasa memiliki yang besar ketimbang pemegang polis pada perusahaan asuransi lainnya, yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Juga, semua pemegang polis berhak atas pembagian surplus hasil usaha perusahaan.

Hanya sayangnya, beberapa contoh kasus kesuksesan SEP yang diangkat Mubyarto di atas justru kini sedang mengalami kondisi yang harus berjuang bangkit. Perusahaan asuransi yang disebut di atas tadi, misalnya, kini sedang berupaya menjalani proses penyehatan karena sejumlah masalah keuangan. Bahkan perusahaan itu berencana mengubah badan hukumnya dari usaha bersama ke demutualisasi.

Kritik terakhir adalah prinsip-prinsip yang dikemukakan Mubyarto bukanlah barang baru. Sebab, prinsip-prinsip SEP sebenarnya bisa ditemukan dalam pergulatan pemikiran para ekonom dunia zaman Mubyarto. Tak kurang Mubyarto sendiri dalam bukunya A Development Manifesto (Penerbit Kompas, 2006) mengakui dia sangat terilhami oleh pemikiran mazhab Institusionalis, yang meyakini efisiensi pasar dapat dicapai lewat kerja sama---atau gotong royong dalam bahasa Mubyarto.

Meski demikian, semua keterpengaruhan itu tentu sah-sah saja. Yang terpenting, di tengah strategi ekonomi bangsa yang masih mengutamakan pertumbuhan dan masih berjuang membenahi segi pemerataan, konsep SEP tetap memiliki relevansinya.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun