Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Karakter Pemimpin Ideal, Inspirasi dari Novel Taiko

24 Januari 2025   16:26 Diperbarui: 24 Januari 2025   16:26 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover Buku Taiko karya Eiji Yoshikawa (Sumber: koleksi pribadi)

Sayangnya, kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah dalam jangka panjang dia akan melahirkan perlawanan balik dari pihak-pihak yang tidak suka kepadanya. Ini persis seperti yang dialami Nobunaga ketika dia tewas terbunuh oleh salah seorang bawahannya yang sakit hati oleh perlakuan brutal sang pemimpin. Di Indonesia juga, kita lihat betapa Soeharto akhirnya harus turun tahta secara kurang terhormat.

 Selanjutnya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur adalah sosok yang menjalankan kepemimpinan visioner yang memang emosional dan mengandalkan pendekatan kultural. Kita bisa lihat di awal pemerintahannya, Gus Dur membentuk Kabinet Persatuan yang mengakomodasi partai-partai politik pengusungnya di Poros Tengah dan kerap tidak mau mengambil pendekatan konfrontatif terhadap pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan rakyat kala itu, seperti mantan penguasa, para pengusaha hitam yang sudah menikmati fasilitas utang dari negara, dan lain sebagainya. 

Titik lemah dari gaya kepemimpinan ini adalah ia lembek dalam eksekusi dan gampang melahirkan para pengkhianat yang lantas menikam sang pemimpin dari belakang. Ini jugalah yang terjadi tatkala klan Toyotomi Hideyoshi, yang dipimpin oleh Ishida Mitsunaeri sepeninggal Hideyoshi, harus mengalami kekalahan di Pertempuran Sekigahara oleh pasukan seorang pemimpin yang sudah dianggap sebagai sekutu loyalnya, Ieyasu Tokugawa. Persis seperti Gus Dur yang akhirnya "ditelikung" oleh pihak yang justru di awal mengusungnya ke kursi kepresidenan. 

Kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan personifikasi bagi gaya kepemimpinan strategis-eksekutor. Ia memang mampu mengeluarkan langkah-langkah konkret, tapi sering kali dalam kurun waktu yang lama sehingga kebijakannya kerap kurang relevan atau kehilangan momentum. Akibatnya, pengamal gaya kepemimpinan ini dianggap plin-plan, tidak tegas, dan kurang efektif membekaskan dampak nyata bagi bawahannya. Sebagaimana kita tahu, memang itulah tuduhan yang sering ditujukan kepada Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Oleh karena itu, karakter pemimpin ideal haruslah memiliki  "paket komplet" yang merangkum ketiga gaya kepemimpinan di atas. Pendek kata, pemimpin ideal harus memiliki ketegasan berkarisma, kemampuan persuasi dan negosiasi yang baik, serta ketangkasan bertindak disertai pemikiran mendalam.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun