Beberapa minggu belakangan ini, saya sedang membaca beberapa buku investasi klasik.. Dari hasil bacaan itu, saya mendapati ternyata ada beberapa prinsip dasar investasi yang kurang lebih sama. Berikut saya bagikan intisari bacaan saya.
Hal terpenting pertama adalah investor retail atau individual seyogianya tidak boleh tergoda untuk melakukan aksi-aksi spekulatif dan praktik-praktik berisiko tinggi seperti jual tekor (short selling) atau margin trading, yang justru akan menjadi senjata makan tuan bagi nasib portofolio investasi mereka.
Maka itu, para investor saham, terutama yang bertaraf individual, mesti mengingat tujuan hakiki investasi. Yaitu, membiakkan uang yang siap pakai nantinya demi mencapai aneka sasaran kebutuhan tertentu, seperti memodali usaha, membiayai pendidikan, membeli rumah, dan lain sebagainya. Karena itu, bagi investor yang memahami hakikat ini, investasi bukanlah sarana untuk memacu adrenalin bertransaksi harian atau bahkan per menit demi mengail untung jumbo semata atau justru mengalami rugi besar. Sebaliknya, investasi adalah suatu aktivitas mulia yang harus dilakukan dengan sabar, tekun, dan kepala dingin. Artinya, investasi sejatinya harus dilakukan dalam horizon waktu jangka panjang.Â
Hal demikian inilah yang diwejangkan dan sekaligus disadari suhu investasi pasar finansial dunia, Benjamin Graham. Dalam buku kanoniknya, The Intelligent Investor (terjemahan, Serambi, 2007), Graham mengatakan bahwa pendekatan terbaik dalam melakukan investasi saham adalah investasi nilai. Definisinya, kita harus membeli saham satu perusahaan dengan harga yang kurang dari nilai aset bersih per sahamnya. Dengan begitu, kita akan mengail untung dalam jangka panjang karena Graham meyakini pad dasarnya harga saham cenderung merangkak naik dari harga awal.
Berlandaskan pada keyakinannya ini, Graham kemudian memberikan sejumlah resep jitu bagi pemilihan saham berprospek baik untuk investasi jangka panjang. Pertama, emiten saham harus memiliki aset yang sekarang ini bernilai setidaknya dua kali total asetnya. Selain itu, utang jangka panjangnya tidak boleh melampaui modal berjalan.
Kedua, saham harus dapat membayar dividen selama setidaknya 20 tahun terakhir. Ketiga, emiten atau perusahaan harus memiliki pertambahan minimal setidaknya sepertiga pendapatan per saham dalam sepuluh tahun terakhir dengan menggunakan perkiraan tiga tahunan di awal dan di akhir.
Keempat, harga saham saat ini tidak boleh melebihi 15 kali pendapatan rata-rata pada tiga tahun terakhir. Kelima, harga saham saat ini tidak boleh melebihi 1,5 kali nilai saham pada laporan terakhir.
Meski tampak mudah, kelima aturan yang boleh dibilang sudah menjadi hukum ini sebenarnya tak gampang dijalankan. Lagi-lagi, dibutuhkan kejelian, ketekunan, dan keteguhan melawan godaan untuk mengail untung jangka pendek. Namun, jika seorang investor bisa mematuhinya, hasilnya bakal berbuah manis. Yakni, investor itu bisa memiliki portofolio yang terdiri dari saham tak terkenal (sleepers hit) berkapitalisasi rendah, tapi kemudian menghasilkan PER (price/earning ratio) alias tingkat laba yang superjumbo.
Revisi Warren Buffett
Hukum Graham ini demikian kuatnya sehingga sukses dipraktikkan Warren Buffett, salah satu orang terkaya di dunia yang mendapat julukan Oracle from Omaha (Peramal dari Omaha) karena pilihan investasinya yang jitu, sebagian besar tentu berkat hukum Graham.Â
Buffet dalam Illustrated Biography (Elexmedia, 2008) menyatakan ia meyakini benar bahwa suatu investasi haruslah berhorison jangka panjang jika ingin berhasil. Karena itu, dia merevisi hukum Graham sekaligus merumuskan hukumnya sendiri tentang cara memilih saham yang berprospek cemerlang. Pertama, pilih emiten-emiten yang usahanya mudah dimengerti oleh investor. Kedua, pilih emiten-emiten perusahaan yang sudah teruji memiliki kinerja stabil dalam jangka panjang. Ketiga, pilih emiten-emiten yang memiliki masa depan menjanjikan.Â
Dari tiga hukum inilah, Buffett lantas merumuskan satu adagium terkenalnya, "durasi yang paling ideal untuk menahan (hold) suatu saham adalah ... selamanya." Maksudnya, apabila seorang investor berhorison waktu jangka panjang sudah melakukan seleksi saham berdasarkan kriteria ajaran Graham dan Buffett, hampir menjadi kepastian bahwa saham yang dipilih sang investor akan terus naik harganya dari waktu ke waktu. Â
 Jadi, kita tentunya bisa mafhum sekarang bahwa pendapat dua begawan finansial di atas dapat berperan vital untuk melindungi pasar berkembang (emerging market), termasuk pasar kita yang sedang booming, dari kemungkinan rontok mendadak. Sebab, ajaran Graham dan Buffett "mengharamkan" investor untuk melakukan aksi spekulasi jangka pendek di dalam pasar finansial. Padahal, kita tahu aksi-aksi spekulasi tak bertanggung jawab seperti itulah yang terbukti telah menjerembabkan perekonomian global selama beberapa tahun terakhir ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H