Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

JKN Defisit, Obligasi Infrastruktur Kesehatan BIsa Jadi Solusi

20 Januari 2025   13:09 Diperbarui: 20 Januari 2025   12:17 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu isu besar di bidang kesehatan yang harus dihadapi negeri ini adalah soal keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Gara-garanya adalah pernyataan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti bahwa BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit sekitar Rp 20 triliun pada 2024 akibat penggunaan atau utilisasi yang meningkat tajam dari 252.000 per hari menjadi 1,7 juta per hari (Kompas, 13/11/2024). Bahkan,Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menambahkan pada Kamis (16/1/2025) bahwa layanan JKN tidak akan mampu menanggung semua jenis penyakit karena iuran yang terlalu murah.

Tak pelak kondisi defisit ini mengancam keberlanjutan program JKN karena bisa menghambat pembayaran klaim ke rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan. Pada gilirannya, hal ini tentu akan menyulitkan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan secara gratis dan membahayakan keselamatan umum. 

Banyak kalangan menyerukan kenaikan iuran pada tahun depan untuk mengatasi defisit JKN. Akan tetapi, solusi ini bisa menimbulkan masalah baru karena masyarakat tahun ini dihadapkan dengan sejumlah kemungkinan kenaikan tarif. Belum lagi ancaman pelemahan ekonomi yang akan menurunkan daya beli masyarakat pada 2025. 

Karena itu, solusi terobosan selain kenaikan iuran haruslah dicari. Sebagai contoh, penulis mengusulkan pemerintah sebagai perwakilan Negara perlu mengambil peran dominan dengan meluncurkan instrumen obligasi infrastruktur kesehatan (health-care infrastructure bond) untuk mendanai keberlanjutan JKN dan juga pembangunan berbagai infrastruktur kesehatan

Momentum baik

Peluncuran obligasi infrastruktur kesehatan menjadi layak (feasible) sebagai salah satu alternatif pembiayaan JKN karena beberapa faktor. Pertama, obligasi infrastruktur dapat meredam terjadinya pelarian modal masuk (foreign capital inflow) alias hot money secara tiba-tiba. Kita tahu bahwa pelarian modal mendadak (sudden reversal) ini merupakan salah satu penyebab terjerembabnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan melemahnya nilai tukar rupiah kita terhadap dolar AS.

Dengan obligasi infrastruktur kesehatan, investor akan terangsang mengalihkan arus dana jangka pendek itu ke sektor lain seperti kesehatan. Kemudian, instrumen ini lebih efektif meredam sudden reversal ketimbang langkah melakukan langkah pengendalian modal (capital control) represif seperti pemberlakuan pajak atas pelarian modal atau atas penjualan aset investasi. Bahkan, obligasi infrastruktur kesehatan bisa memperdalam (deepening) ragam sajian instrumen investasi.

Kedua, pemerintah sebagai penerbit obligasi (bond issuer) tidak perlu mengiming-imingi investor dengan kupon (coupon) tinggi sebagai insentif imbal hasil (return) bagi investor. Sebab, status pemerintah sebagai penerbit, yang meminimalkan risiko gagal bayar penerbit alias default, akan membuat proyek obligasi ini minim risiko. Sehingga, investor pun tidak punya banyak posisi tawar (bargaining position) meminta kupon tinggi. Pada gilirannya, ini akan meringankan beban anggaran pemerintah akibat kewajiban pembayaran kupon.

Ketiga, kondisi ketidakpastian ekonomi global dan nasional akibat masih membayangnya potensi perlambatan ekonomi tahun ini membuat masyarakat lebih konservatif dalam berinvestasi. Akibatnya, mereka akan mengurangi agresivitas untuk berinvestasi ke instrumen berisiko ala saham, reksa dana, opsi, derivatif, dan lain sebagainya. Sebaliknya, mereka kembali berpaling ke instrumen minim risiko, seperti emas, deposito, dan tentunya obligasi pemerintah. Itulah juga alasan mengapa beberapa waktu belakangan ini kita melihat harga emas dan harga obligasi di pasar sekunder merangkak naik.

Penggunaan dana

Jadi, peluncuran obligasi infrastruktur kesehatan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah defisit JKN dan masih minimnya infrastruktur kesehatan di daerah terpencil maupun tertinggal. Dana yang terhimpun dari penerbitan obligasi ini kemudian bisa digunakan pemerintah untuk dua keperluan utama.

Pertama, dana obligasi digunakan pemerintah untuk mendanai semakin banyak peserta JKN tidak mampu yang layak dikategorikan sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Jika jumlah peserta PBI JKN ini bisa lebih optimal, aliran dana ke BPJS Kesehatan akan lebih baik karena iuran peserta PBI ini sepenuhnya dibiayai pemerintah pusat maupun daerah secara lancar. Pasalnya, salah satu masalah klasik kebocoran iuran JKN adalah banyaknya peserta mandiri yang menunggak iuran. Biasanya mereka ini merupakan peserta JKN Kelas I dan II. Data membuktikan bahwa mereka hanya rajin membayar iuran ketika sakit dan akan menggunakan layanan JKN. Jadi, pembiayaan pemerintah kepada peserta PBI JKN golongan kelas III akan mengamankan jumlah iuran lancar yang masuk ke kas BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara JKN.

Kedua, pemerintah harus menggunakan sebagian dana obligasi infrastruktur kesehatan untuk mendanai pembangunan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) maupun Tingkat Lanjut (FKTL) di daerah yang membutuhkan. Juga, untuk mendanai pendidikan dokter-dokter spesialis guna mengatasi kekurangan di daerah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kelengkapan fasilitas medis, alat kesehatan, maupun tenaga medis lebih banyak tersedia di kota-kota besar. Dengan adanya dana segar dari obligasi infrastruktur kesehatan, kondisi kekurangan seperti itu diharapkan bisa sedikit termitigasi.

Akhirulkalam, sudah saatnya pemerintah mengindahkan alarm defisit yang bisa membahayakan keberlanjutan pelayanan kesehatan semesta JKN bagi masyarakat. Caranya adalah dengan meluncurkan obligasi infrastruktur kesehatan bertenor pendek 3-5 tahun guna menghimpun dana dari masyarakat. Sekaligus, ini bisa mengulur waktu (buying time) bagi pemerintah untuk mencari momentum yang lebih tepat dan minim gesekan sosial dalam menggulirkan kebijakan kenaikan iuran JKN guna menambal defisit JKN. Semoga bisa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun