Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menggagas Pendidikan Hukum Dasar

20 Januari 2025   04:39 Diperbarui: 20 Januari 2025   04:45 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Dewi Keadilan (Sumber: Kompas.com)

Miris! Itulah kesan yang terlintas saat membaca deretan berita penyimpangan oleh para oknum aparat penegak hukum maupun keamanan. Mulai dari kasus suap yang melibatkan sejumlah oknum pengadilan di Surabaya dalam kasus Ronald Tannur, kasus pemerasan sejumlah pengunjung konser DWP di Jakarta, hingga tertembaknya bos rental mobil di Jawa Barat adalah deretan contohnya.

Tak pelak timbunan demi timbunan penyalahgunaan kekuasaan seperti itu membuat dada masyarakat sesak dengan kekesalan. Akan tetapi, sekadar mengecam institusi di mana para oknum terlibat tentu kurang memadai dan tidak konkret. Yang lebih diperlukan adalah mencari solusi konkret bagi cara meminimalkan kesewenang-wenangan dari para oknum.

Memperkuat melek hukum

Satu hal pasti, kesewenang-wenangan terjadi jika terdapat ketidaksetaraan hubungan antara dua pihak. Maksudnya, pihak yang melakukan kesewenang-wenangan tentulah pihak yang hubungannya berada di atas pihak yang mengalami kesewenang-wenangan. Dengan kata lain, kesewenang-wenangan terjadi karena masyarakat sipil (civil society) berada di posisi yang lemah hukum. 

Posisi lemah hukum di sini adalah kurangnya pemahaman hukum serta lemahnya budaya hukum masyarakat. Pendek kata, karena sebagian besar masyarakat kita belum melek hukum. Padahal, dalam suatu sistem politik yang demokratis, penghormatan terhadap rule of law merupakan salah satu pilar utamanya. Artinya, sebuah negara demokratis juga meniscayakan sebuah masyarakat yang melek hukum, patuh hukum, dan menggunakan saluran-saluran hukum untuk memecahkan segala konflik. 

 Maka itu, cara mengendalikan potensi kesewenang-wenangan oknum aparat adalah dengan menjadikan masyarakat berada di posisi yang lebih setara lewat metode-metode jitu dalam memperkuat kondisi melek hukum serta budaya hukum masyarakat.  

 Lantas, apa metode yang pas untuk itu? Salah satunya, memberikan pembekalan pengetahuan hukum terhadap masyarakat sejak dini. Nah, mengingat subjek hukum adalah orang yang sudah akil balig alias mulai dari 17 tahun, berarti pengetahuan hukum harus diajarkan sedari kelompok usia tersebut. Lebih mengerucut lagi, pembekalan hukum mesti dimulai sejak dari tingkat sekolah menengah umum (SMU) alih-alih di tingkat perguruan tinggi seperti sekarang ini, yang itu pun hanya di jurusan ilmu sosial dan hukum.

 Pengetahuan hukum di sini tentu bukan materi kognitif atau hafalan mati yang berisikan teori-teori dan definisi-definisi abstrak semata. Sebaliknya, pengetahuan hukum yang diajarkan mesti memberikan penekanan pada aspek konkret dan praktisnya. Sebagai contoh, siswa mesti diinformasikan mengenai hak-hak dasar mereka, termasuk hak hukum mereka, sebagai warga negara. Selain itu, siswa dapat dibekali dengan pengalaman langsung melihat para penegak hukum beracara di pengadilan. 

Tak kalah penting, siswa harus diperlengkapi dengan piranti nyata yang berguna ketika menghadapi permasalahan hukum konkret. Misalnya, siswa dapat diberikan nomor hotline LBH-LBH daerah untuk mendapatkan bantuan hukum gratis (pro bono). Tambahan lagi, siswa bisa diajari tata cara mengadu permasalahan hukum mereka ke LBH, aparat penegak hukum atau komisi-komisi negara terkait hukum seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Yudisial (KY), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komnas HAM, dan lain sebagainya. Metodenya bisa berupa kunjungan langsung ke komisi-komisi terkait untuk mendapatkan penyuluhan langsung dari para pejabat komisi yang dimaksud. Dengan begini, jika mereka nanti atau di kemudian hari mengalami permasalahan hukum, mereka tidak perlu merasa takut lagi berhadapan dengan aparat penegak hukum. Sebaliknya, mereka bisa tampil percaya diri, mandiri, serta tahu apa yang harus mereka perbuat tatkala terbelit persoalan hukum.

Level praktis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun