Artinya, kondisi kemunduran demokrasi saat ini adalah hasil dari kekusutan struktural yang perlu diurai oleh pribadi-pribadi tercerahkan. Merujuk Kuntowijoyo (Paradigma Islam, Mizan, 2010), sosok tercerahkan itu adalah pribadi profetis yang mengamalkan ilmu sosial profetis (ISP) yang didasarkan pada cita-cita memanusiakan manusia (humanisasi/emansipasi), membebaskan bangsa dari kemiskinan ekonomi dan keangkuhan teknologi (liberasi), dan merasakan kembali dunia ini sebagai rahmat dari Tuhan (transendensi) sehingga manusia tidak menyerah kepada arus hedonisme dan materialisme.
Namun, sulit mengharapkan pribadi profetis datang dari institusi pendidikan formal-konvensional yang sudah terperangkap dalam belitan kapitalisme global. Sebab, pendididikan adalah salah satu sektor publik yang sudah tersentuh sulur privatisasi dari neoliberalisme. Institusi pendidikan konvensional secara umum berpikir dalam langgam logika efisiensi guna melestarikan sistem kapitalisme global. Maksudnya, institusi pendidikan sering diarahkan untuk menciptakan tenaga kerja cakap siap-pakai guna mendukung pengejaran laba. Manifestasi konkretnya, disiplin ilmu praktis-pragmatis seperti ilmu teknik, komputer, ekonomi, dan lain sebagainya jadi lebih dianakemaskan ketimbang disiplin ilmu murni seperti astronomi, fisika, filsafat, dan yang sejenis. B. Herry Priyono menggambarkan situasi ini sebagai 'gerhana humaniora' (Ekonomi Politik, Penerbit Kompas, 2022)
Jadi, pribadi profetis lebih mungkin datang dari kursus-kursus politik maupun lokakarya di luar ranah pendidikan mainstream. Sebab, media seperti itu lebih independen dan objektif dalam mengajarkan ISP yang diperlukan untuk melahirkan pribadi profetis. Sebagai perbandingan, Jerman pada era 1960-1970-an memiliki Institut Penelitian Sosial (IPS) yang ingin mendidik pribadi pendobrak kebuntuan struktural, sehingga melahirkan pemikir-pemikir besar Mazhab Frankfurt seperti Max Horkheimer, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, dan lain sebagainya.
Karena itu, perbaikan demokrasi tidak bisa secara naif diserahkan kepada negara yang sudah bersekutu dengan sistem kapitalisme global. Sebaliknya, perbaikan harus dipulangkan kepada diri kita semua dengan mengorganisir kerja-kerja keilmuan profetis sistematis maupun kursus-kursus sosial politik mencerahkan untuk melawan kondisi kezaliman struktural yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H