Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jaminan Lengkap Tak Disediakan BPJS Kesehatan, Negara Berarti Melanggar Prinsip Negara Kesejahteraan

17 Januari 2025   18:56 Diperbarui: 17 Januari 2025   18:20 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyatakan layanan JKN tidak mampu menanggung semua jenis penyakit (Sumber: iNews.id)

Posisi Indonesia

Indonesia sebelum pemberlakuan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan pada 2014 tadinya sangat condong kepada format negara kesejahteraan residual karena asuransi kesehatan serta pensiun secara selektif hanya dinikmati oleh pegawai negeri, militer/polisi, dan pegawai swasta. Sementara, mayoritas rakyat sisanya seperti pengangguran atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) harus berjibaku mencari sendiri pendanaan atau asuransi kesehatan dan pensiun yang memadai bagi mereka di sistem pasar, seringkali dengan premi cukup mahal.

Namun, asuransi kesehatan JKN dan asuransi pensiun bagi PBPU yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan ternyata tidak memadai. Sebab, paket benefit tetap relatif lebih komprehensif diberikan kepada pegawai dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Selain itu, sistem kesehatan publik masih belum didanai dengan memadai sehingga belum optimal memberikan pelayanan yang memadai kepada seluruh warga. Akibatnya, mengingat Indonesia masih merupakan negara dengan kolektivitas tinggi, banyak orang masih bergantung pada keluarga untuk mencukupi kebutuhan sosial kita. Sehingga, Indonesia sekarang ini masih berada pada taraf negara kesejahteraan asuransi sosial.

Maka itu, format ideal negara kesejahteraan bagi Indonesia adalah negara kesejahteraan universalis. Namun, pelaksanaan format ideal ini memang membutuhkan pendanaan raksasa. Artinya, pemerintah mesti mencari sumber-sumber pendanaan untuk kepentingan tersebut. Salah satu sumber pendanaan terbesar adalah pajak. Karena itu, pemerintah bisa meningkatkan ekstensifikasi pajak (perluasan basis wajib pajak) dan intensifikasi pajak (peningkatan kepatuhan pembayaran pajak). Ekstensifikasi pajak sebenarnya menjadi lebih mudah saat ini seiring kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP. Berarti tinggal kebijakan intesifikasi pajak yang harus digencarkan.

Ini semua tanpa melupakan kewajiban negara untuk memastikan uang pembayar pajak mengalir kembali kepada masyarakat untuk pemenuhan layanan dasar memadai bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Segala tindakan penyimpangan dana pajak dan demikian juga kejahatan perpajakan harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum secara profesional.

Selain pajak, pemerintah juga harus menarik investasi lebih banyak lagi dari pemodal asing supaya aliran dana itu bisa digunakan untuk kepentingan rakyat. 

Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh mudah menyerah dan lepas tangan dalam mewujudkan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Justru, pemerintah harus menjadikan segala kesulitan dan tantangan sebagai cambuk untuk bekerja lebih giat dan kreatif lagi. Sebab, mereka digaji dari pajak rakyat untuk bekerja keras mewujudkan negara kesejahteraan bagi semua warga Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun