Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jaminan Lengkap Tak Disediakan BPJS Kesehatan, Negara Berarti Melanggar Prinsip Negara Kesejahteraan

17 Januari 2025   18:56 Diperbarui: 17 Januari 2025   18:20 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyatakan layanan JKN tidak mampu menanggung semua jenis penyakit (Sumber: iNews.id)

Baru-baru ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuat heboh. Gara-garanya adalah pernyataan sang menteri pada Kamis (16/1/2025) bahwa layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang disediakan BPJS Kesehatan tidak mampu menanggung semua jenis penyakit karena iuran yang terlalu murah. Lebih mengejutkan lagi, pernyataan ini disusul dengan himbauan supaya masyarakat hendaknya bisa membeli premi asuransi swasta untuk menambal kekurangan cakupan layanan JKN.

Pernyataan ini bukan hanya melemahkan harapan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan kesehatan memadai dari negara tapi juga sebenarnya menyalahi cita ekonomi negara Indonesia berupa penerapan negara kesejahteraan (welfare state) sesuai sejumlah pasal dalam konstitusi UUD 1945 seperti pasal 28 a-j, pasal 33 ayat 1-5, pasal 34, dan lain sebagainya  

Dekomodifikasi

Anjuran supaya masyarakat membeli asuransi kesehatan swasta sebenarnya bisa dimaknai sebagai ajakan agar masyarakat Indonesia menganut asas 'mengurus diri sendiri' alias self-care dalam pemeliharaan kesehatannya. Padahal, self-care ini merupakan salah satu ciri kapitalisme neoliberal. Perlu diketahui bahwa salah satu dosa besar kapitalisme neoliberal yang berdampak pada marginalisasi masyarakat adalah paham ini tidak mengenal pemisahan arus modal swasta ke sektor publik dan sektor privat. Ini berbeda dengan kapitalisme klasik yang mengalangi modal swasta masuk ke sektor publik yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti sektor energi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya (Francis Wahono, Neoliberalisme, Cindelaras, 2003). 

Akibatnya, sektor publik yang mestinya dijalankan dengan logika pengabdian kepada public (public benefit) justru dijadikan ajang untuk memuaskan nafsu akumulasi laba para pemodal (investor profit). Sehingga, akses masyarakat kepada layanan sektor publik menjadi sangat terbatas dan rakyat gagal mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup. Sebaliknya, rakyat
harus rela membiarkan aksesnya kepada sektor publik diserahkan kepada mekanisme pasar yang konon akan memberikan harga terjangkau kepada masyarakat. Persis dengan himbauan Pak Menteri Kesehatan bukan?

Di sinilah, konsep negara kesejahteraan menjadi pengimbang bagi sifat predatoris (pemangsa) dari kapitalisme neoliberal global. Berdasarkan konsep ini, negara dituntut berperan aktif dalam mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja luas, memberikan sistem kesehatan dan pendidikan yang terjangkau warga, serta jaminan sosial yang universal.

Adapun prinsip utama dari negara kesejahteraan adalah dekomodifikasi. Merujuk pada Triwibowo dan Bahagiyo (Negara Kesejahteraan, LP3ES, 2006), dekomodifikasi adalah pembebasan warga dari mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikan kesejahteraan itu sebagai hak setiap warga yang dapat diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh negara. Lebih jauh lagi, keberadaan hak-hak sosial akibat prinsip dekomodifikasi ini digunakan oleh negara untuk menata ulang relasi kelas dalam masyarakat.

Meminjam klasifikasi Esping-Andersen dalam Social Foundation for Postindustrial Economies (Oxford, 1999), ada tiga tipe negara kesejahteraan. Pertama, negara kesejahteraan residual yang dijalankan negara seperti AS, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, di mana jaminan sosial hanya terbatas terhadap kelompok target yang selektif serta dorongan kuat bagi pasar untuk mengurus pelayanan publik. Artinya, negara memiliki peranan minimal di sini untuk menjalankan dekomodifikasi. Itulah sebabnya mengapa povrogram asuransi kesehatan semesta Obamacare (mirip JKN di Indonesia) yang digagas Presiden Barrack Obama mendapatkan tentangan luas di AS.

Kedua, negara kesejahteraan universalis, yang meliputi negara seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Belanda, di mana ada cakupan jaminan sosial yang universal dan kelompok target yang luas serta tingkat dekomodifikasi yang ekstensif.

Ketiga, negara kesejahteraan asuransi sosial (social insurance), yang meliputi negara seperti Austria, Belgia, Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol, di mana sistem jaminan sosial tersegmentasi dan keluarga memegang peranan penting sebagai penyedia pasok kesejahteraan. Misalnya, ini terlihat dari proporsi persentase tinggi lansia yang tinggal bersama anak dan pengangguran muda yang tinggal bersama orang tua di dalam negara-negara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun